Minggu, 31 Agustus 2014

Menangkap Kegelisahan Publik

Menangkap Kegelisahan Publik

Tjahjo Kumolo  ;   Anggota DPR, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan
SUARA MERDEKA, 29 Agustus 2014

                                                                                                                       


PUBLIK dan pasar harap-harap cemas menunggu susunan kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Di sisi lain, beredar isu ’’perselisihan’’ antara Jokowi dan JK dalam menentukan susunan kabinet, termasuk isu pengurus partai tak boleh merangkap menteri. Kegelisahan publik dan pasar masuk akal, dan itu ditangkap Jokowi bersama JK deangan membentuk rumah transisi.

Fokus pertama; mempercepat penyusunan kebijakan Jokowi-JK berkait realisasi janji-janji kampanye. Kedua; merancang struktur kabinet, bukan nama mengingat nama-nama menteri sepenuhnya hak prerogatif presiden. Ketiga; menyusun skala prioritas kebijakan jangka pendek 3-6 bulan, khususnya dalam menghadirkan kekuasaan untuk menyelesaikan masalah pokok rakyat.

Keempat; membentuk pokja yang berkait hajat hidup banyak orang, seperti nelayan, petani dan lain-lain. Dalam konteks ini, isu perselisihan Jokowi-JK tidak benar. Tiap saat keduanya berkomunikasi menyangkut tugas tim transisi. Namun sejauh ini belum ada pernyataan Jokowi terkait nama-nama menteri, baik dengan JK maupun parpol mitra koalisi.

Jumlah kementerian juga belum ditentukan, apakah 20, 30, atau 34 seperti digariskan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Hak prerogatif presiden dalam menentukan menteri merupakan wujud kabinet presidensial, termasuk apakah Jokowi akan mengangkat menteri dari parpol atau tidak.

Namun, melihat kesepakatan Jokowi dengan parpol mitra yang bersedia berkoalisi tanpa syarat, meski saat ini ada parpol yang diasumsikan keberatan atas rencana tidak mengangkat menteri dari pengurus parpol, pada akhirnya semua mitra koalisi akan sepakat. Semua itu demi terciptanya pemerintahan profesional, bersih, dan berwibawa, serta terbebas dari KKN. Rumah transisi bertambah urgen tatkala RAPBN 2015, yang disampaikan Presiden SBY dalam pidato di hadapan sidang bersama DPR dan DPD, Jumat,15 Agustus 2014, tidak menyisakan cukup ruang fiskal bagi Jokowi-JK untuk mengimplementasikan program-programnya.

Sebab itulah, pertemuan Jokowi dengan SBY untuk membahas transisi pemerintahan kian relevan demi kesinambungan program kerja. Jokowi-JK memprioritaskan tiga program yang merupakan bagian dari 9 program prioritas yang disebut Nawa Cita pada awal pemerintahan. Pertama; Indonesia sehat dan cerdas, lebih diutamakan untuk masyarakat di pedalaman. Kedua; pembenahan infrastruktur vital di daerah-daerah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Ketiga; revolusi mental.

Program ketiga tersebut, selain diterapkan langsung oleh Jokowi dengan menunjukkan kepribadian asli sebagai bentuk representasi dari budaya bangsa, juga melalui pendidikan karakter di sekolah dan instansi terkait. Revolusi mental juga ditujukan bagi pejabat dan birokrat dengan tujuan antara lain menurunkan angka korupsi di mana selama ini Indonesia menempati peringkat tinggi.

Mendorong Landreform

Tim transisi sedang mengupayakan agar program-program Jokowi yang tengah dirumuskan pokja bisa dimasukkan ke RAPBN 2015 yang segera dibahas bersama DPR. Bila ada hambatan, Jokowi-JK memasukkan program-program tersebut ke RAPBN-P 2015. Nawa Cita merupakan turunan dari Trisakti yang dicetuskan Bung Karno, yakni berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Selengkapnya Nawa Cita Jokowi-JK, pertama; kembali menghadirkan negara untuk melindungi bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara tri matra terpadu, yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

Kedua; membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

Ketiga; membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Keempat; menolak negara lemah dengan mereformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas dari korupsi, serta bermartabat, dan terpercaya. Kelima; meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”.

Selain itu, meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” dengan mendorong landreform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektare, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.

Keenam; meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa Asia lainnya. Ketujuh; mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik. Kedelapan; merevolusi karakter bangsa melalui kebijakan kembali menata kurikulum pendidikan nasional yang mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan.

Upaya itu menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti. Kesembilan; memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar