Jumat, 29 Agustus 2014

Palestina dan Jas Merah

Palestina dan Jas Merah

Mustakim  ;   Mantan Diplomat
REPUBLIKA, 28 Agustus 2014

                                                                  

Ada beberapa pihak yang bertanya, mengapa Indonesia yang jauh dari Palestina dan di dalam negeri masih mempunyai persoalan masalah kesejahteraan rakyatnya, ingin membantu rakyat Palestina dengan sumbangan yang juga dibutuhkan sendiri.  Gempuran Israel ke wilayah Gaza Palestina telah mengakibatkan kesengsaraan kemanusiaan yang luar biasa hebat  dengan korban meninggal, prasarana dan sarana yang hancur rusak. Apa alasannya Indonesia ikut membantu sekadar meringankan penderitaan rakyat Palestina? Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita menengok sebentar ke belakang pada waktu Indonesia memproklamasikan kemerdekaan  tanggal  17 Agustus 1945.

Satu-satunya negara di dunia yang belum merdeka secara politik dengan berdaulat penuh adalah yang kita kenal dengan Palestina.  Walaupun demikian, hubungan emosional dan politik antara Indonesia dengan Palestina telah terjalin sejak Indonesia merdeka, walaupun Palestina sendiri belum merdeka.  Lho kok bisa?

Mendengar Indonesia negara nun jauh di timur tanggal 17 Agustus 1945 telah menyatakan kemerdekaannya, Mufti Palestina Shaikh al-Hajj Amin al-Husaini, adalah orang yang pertama-tama menyiarkan kemerdekaan Indonesia di radio internasional, dan menyerukan  negara-negara anggota Liga Arab mengakui kemerdekaan  Indonesia.  Atas jasa  Shaikh al-Hajj Amin al-Husaini dengan lobi-lobi yang beliau lakukan,  dalam sidang Liga Arab bulan Oktober 1946 telah menyerukan  anggotanya untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.  Mesir adalah negara yang pertama  mengakui kemerdekaan Indonesia  dengan mengirimkan utusannya yaitu  Mohammad Abdul Mounem, Konjen Mesir di Bombay (Mumbay sekarang) India dengan menembus blokade Belanda  telah selamat  mendarat di Yogyakarta untuk menemui Presiden Sukarno tanggal  14 Maret 1947.  Dan kemudian diikuti oleh negara-negara lain mengakui kemerdekaan Indonesia, antara lain, Lebanon ( 29 Juni 1947), Suriah (2 Juli 1947), Afghanistan (23 September 1947), Burma sekarang Myanmar (23 November 1947), Arab Saudi  (24 November 1947), Yaman  (4 Mei 1948),  dan Uni Soviet (26 Mei 1948). Perjanjian persahabatan pertama yang dibuat Indonesia adalah dengan Mesir yang ditandatangani di  Kairo oleh Menlu Agus Salim pada tanggal  11 Juni 1947. Ini tidak terlepas dukungan yang diberikan oleh Palestina sehingga pengakuan ini memperkuat posisi tawar Indonesia menghadapi Belanda.

Tidak itu saja, seorang saudagar kaya dari Palestina bernama Ahmad Taher, langsung mengambil tabungannya untuk membantu Indonesia yang baru merdeka. Ini fakta sejarah yang tidak dapat diingkari,  tidak  boleh dilupakan dan ini merupakan salah satu alasan mengapa Indonesia membantu perjuangan rakyat Palestina memperoleh kemerdekannya.  Walaupun pada saat itu komunikasi belum secanggih seperti sekarang, tetapi  berita dapat mencapai Palestina dan mendapat respons yang  sangat berharga bagi eksistensi Indonesia dan tidak bisa dinilai dengan uang. Alasan utama tentunya amanat pembukaan UUD 1945, "Kemerdekaan ïtu ialah  hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".  Setelah Konferensi Asia Afrika  tahun 1955 yang  menyerukan kemerdekaan seluruh bangsa Asia Afrika yang belum merdeka waktu itu, rupanya  keberuntungan belum singgah di bumi Palestina.

Presiden Indonesia pertama, proklamator kemerdekaan Bung Karno dalam salah satu pidatonya mengatakan "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah atau disingkat Jasmerah"  telah memberikan pengajaran  yang berharga kepada bangsa kita agar kita mau menengok ke belakang melihat perjalanan bangsa kita sejak awal, sampai kini untuk menatap masa depan.  Dalam membantu terbentuknya negara Palestina,  Indonesia selain berbicara dalam forum internasional (SU PBB, DK PBB, Dewan HAM PBB, Konferensi ASEAN-GCC dll),  juga memberikan bantuan kemanusiaan dan juga menyiapkan para diplomat muda  Palestina  dengan mendapatkan pendidikan di Indonesia. Dengan demikian Indonesia tidak hanya "Omdo atau omong doang" tetapi telah melakukan tindakan nyata.

Sehingga, Indonesia yang memberikan bantuan kepada Palestina pada masa-masa sulit mereka sudah pada tempatnya, sebagaimana mereka memberikan bantuan yang monumental di masa-masa sulit Indonesia di awal kemerdekaan, demi eksistensi Indonesia.  Untuk mempercepat tercapainya eksistensi Palestina yang utuh diperlukan  rekonsiliasi bangsa Palestina sendiri agar mempercepat tercapainya kemerdekaan penuh  seperti yang dicita-citakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar