Rabu, 27 Agustus 2014

Pemimpin Puncak yang Meredup

Pemimpin Puncak yang Meredup

Alberto Hanani  ;   Founder dan Managing Partner BEDA & Company
KORAN SINDO, 26 Agustus 2014
                                                


Seminggu ini berita di berbagai media dipenuhi oleh pengajuan pengunduran diri Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Berbagai media menyampaikan berbagai spekulasi atas alasan tersebut. Mengapa pemimpin puncak perusahaan yang begitu baik kinerjanya memilih untuk mundur?

Sebagai sebuah perusahaan yang berorientasi profit, Pertamina memiliki kinerja yang baik. Pada saat produksi minyak nasional cenderung menurun, Pertamina berhasil meningkatkan produksinya hingga menjadi yang terbesar di Indonesia untuk saat ini. Pendapatan Pertamina mencapai USD71,1 miliar pada 2013. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2012 yang mencapai USD70,9 miliar. Selain pendapatan, kinerja perusahaan juga meningkat secara baik. Dari berbagai lini bisnisnya, hanya bisnis LPG nonsubsidi 12 kg yang mengalami kerugian sebesar 5,7 triliun. Secara akumulasi, Pertamina membukukan laba bersih senilai USD3,07 miliar pada 2013.

Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 11% dari tahun sebelumnya, dari USD2,77 miliar. Bila dilihat lebih jauh lagi, Pertamina mengalami kenaikan laba bersih sebesar 97% dari tahun 2009 yang tercatat USD1,55 miliar. Seluruh kinerja keuangan yang superior itu tercermin saat Pertamina berhasil masuk pada jajaran perusahaan terbesar di dunia, Global Fortune 500, pada 2013 dan berhasil mempertahankannya pada 2014. Mengelola perputaran uang hingga Rp2 triliun per hari, Pertamina merupakan BUMN yang strategis dan penuh dengan berbagai kepentingan.

Berbagai spekulasi didengungkan media mengenai keterkaitan pengunduran diri tersebut dengan aktivitas politik yang meningkat pada tahun ini. Dengan segala kenyataan bahwa Pertamina mengalami kinerja yang superior, direktur utamanya tetap memilih untuk mengajukan pengunduran diri. Mengapa pemimpin puncak perusahaan nasional yang berkinerja baik seperti Pertamina memilih untuk mengajukan pengunduran diri? Apakah tekanan menjadi pemimpin perusahaan dengan skala besar begitu penuh tekanan? Menteri BUMN Dahlan Iskan akhirnya menyatakan bahwa pengunduran diri tersebut murni terkait alasan pribadi.

Meredup, Kehilangan Daya

Di tengah pekerjaannya, pemimpin perusahaan selalu menghadapi tantangan tertentu yang akan selalu unik pada setiap tempat dan waktu yang berbeda. Tantangan tersebut dapat menimbulkan stres. Dalam kondisi tertekan tersebut, para eksekutif tersebut mulai meredup. Mereka kehilangan cahaya guna menjadi pijar dan menginspirasi anak buahnya. Seakan kehilangan energi, mereka bagai lokomotif yang sedikit demi sedikit kehilangan daya. Saat pemimpin puncak sudah tidak dapat lagi menolerir tekanan dan stres yang dibebankan di pundak mereka, mereka perlu jalan keluar.

Salah satunya adalah berhenti dari jabatan mereka. Berbagai studi telah dilakukan untuk memahami kondisi yang dialami oleh para pemimpin organisasi seperti itu. Terdapat sebuah istilah teknis psikologi yang telah banyak digunakan untuk menggambarkan kondisi ini. Pemimpin perusahaan tersebut mengalami apa yang disebut sebagai burn out. Herbert J Freudenberger, seorang psikolog asal New York, menyampaikan karakteristik orang-orang yang mengalami burn out. Kondisi mental tersebut menggambarkan sebuah kelelahan kondisi mental yang biasa ditandai gejala tertentu.

Kelelahan mental tersebut tidak hanya mengambil wujud dalam gejala fisik seperti sakit kepala, namun juga berbagai gejala psikis seperti mudah marah, keraguan dan kecurigaan pada orang lain. Christina Maslach menggambarkan burn out sebagai sindrom kelelahan emosional dan sinisme. Pemimpin perusahaan yang mengalami kondisi ini dipahami memiliki enak karakteristik utama yang dapat diamati. Enam karakteristik tersebut adalah:

(1) kelelahan yang berlebihan; (2) marah kepada mereka yang meminta sesuatu; (3) otokritik terhadap berbagai tuntutan yang menerpa; (4) Sinisme, berpikir negatif, dan mudah tersinggung; (5) merasa seolah-olah terkepung, dan; (6) emosi yang meledak-ledak. Selain gejala dan tanda-tanda di atas, pemimpin perusahaan yang telah kehilangan daya sering kali memilih lari dari berbagai kondisi yang menekan tersebut. Mereka mengambil jalan keluar melalui sakit, absen, obat-obatan, alkohol, mengunjungi psikolog, hingga meditasi.

Kondisi yang Menyebabkan Burn Out

Kelelahan mental tersebut dipicu oleh sebuah kondisi yang menimbulkan tingkat stres yang tinggi. Harry Levinson menyampaikan dalam artikelnya yang masyhur beberapa kondisi yang menimbulkan pemimpin perusahaanmengalami burn out. Pertama, kesulitan berhubungan dengan banyak sekali pihak. Semakin besar dan strategis sebuah perusahaan, pemimpinnya mau tak mau harus berhubungan dengan banyak pihak. Menaruh perhatian pada begitu banyak pihak yang memiliki kebutuhan dan tuntutannya masing-masing, menimbulkan tekanan yang tidak berkesudahan bagi seorang pemimpin perusahaan. Kedua, tekanan masalah waktu.

Pemimpin perusahaan dewasa ini tidak dapat menunda suatu agenda tertentu mengingat signifikansinya. Mereka akan memiliki waktu yang sangat terbatas untuk keperluan mereka. Pada sebuah perusahaan yang mengelola juga barang publik yang terkadang harus segera mengikuti aturan pemerintah yang baru saja efektif tentu akan melahirkan tekanan waktu yang luar biasa. Ketiga, kerumitan organisasi. Ukuran perusahaan baik dari segi aset, pendapatan, hingga jumlah karyawan tentu berbanding lurus dengan kerumitan organisasi. Dengan berkembangnya organisasi dengan merger, adopsi berbagai pendekatan manajerial seperti struktur matriks dan manajemen partisipatif, serta berkembangnya ukuran organisasi membuat pemimpin perusahaan harus bekerja lebih banyak orang.

Kerumitan organisasi tersebut melahirkan berbagai tekanan pada seorang pemimpin perusahaan. Pemimpin perusahaan pada dasarnya pasti mengalami tekanan. Namun, saat mereka memasuki fase burn out, bukan tidak mungkin mereka mengabaikan seluruh rasionalitas guna mendapatkan ruang agar dapat bernapas lega. Saya kembali teringat dengan kalimat nada sambung Karen Agustiawan yang ditampilkan dalam sebuah tajuk majalah terkait pengunduran dirinya,

“Nomor telepon yang Anda hubungi kemungkinan disadap, berhati-hatilah dalam melakukan pembicaraan!” Mungkin hal tersebut adalah bentuk kelakar beliau di tengah kelelahan yang dihadapinya. Bila disetujui pengunduran dirinya, Karen Agustiawan akan mengajar pada sebuah universitas bisnis top di Amerika. Membagikan kebijaksanaan yang telah direngkuh dalam memimpin sebuah raksasa BUMN dengan kinerja sehat di tanah air Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar