Jumat, 24 Oktober 2014

Harapan pada Ekonomi Kerakyatan

Harapan pada Ekonomi Kerakyatan

Pariaman Sinaga  ;  Penulis aktif dalam kajian KUKM;
Dosen Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta
KORAN JAKARTA, 21 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


Sejak Indonesia memasuki babak era reformasi, nampak ada perbedaan yang mendasar dalam tata kelola pemerintahan misalnya dalam systim perencanaan nasional yang dahulu selalu dituangkan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang merupakan hasil perumusan yang intensif dengan keterlibatan para pakar, tehnokrat, praktisi lapangan, anggota Dewan Perwakilan calon peminpin bangsa yang menyusun konsep pembangunan bangsa dari multi aspek,dan jika kelak terpilih sebagai Presiden,maka konsep tersebut disempurnakan dan ditetapkan sebagai RPJM dan RKP (Rencana Kerja Pemerintah).

Pada awal Pilpres 2009 yang lalu, saya pernah melakukan kajian dan menulis pada media massa dengan topik KUKM dimata Capres, adakah harapan? Kebetulan waktu itu ada 3 pasang capres, yang pada akhirnya terpilih Pak SBY sebagai pemimpin bangsa.

Telaahan saya menyebutkan bahwa ketiga capres saat itu mempunyai komitmen terhadap koperasi dan UMK, walaupun frekwensi penyebutandan penulisan dalam buku visi danmissinya beraneka ragam, tetapi paling tidak ada tergambar semangat yang tinggi dalam program pemberdayaan ekonomi rakyat.

Waktu itu tertulis Visi Pak SBY-Boediono, ”terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan” dengan misi “melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera, memperkuat pilar demokrasi dan memperkuat dimensi keadilan di semua bidang” dan dalam dokumennya tertlis secara eksplisit kata-kata “koperasi”, meskipun hanya satu kali dan kata-kata “UMKM” sebanyak 6 kali.

Sebagai info, pada saat itu, capres lain ada juga yang menuliskan missinya ”menegakkan kedaulatan dan kepribadian bangsa yang bermartabat, mewujudkan kesejahteraan sosial dengan memperkuat ekonomi kerakyatan serta menyelenggarakan pemerintahan yang tegas dan efektif” dengan memuat tulisan koperasi dan UMKM berulang kali.

Dalam perjalanannya sang presiden terpilih dengan dukungan Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) semakin tegas menuliskan strategi dalam pembangunan ekonomi “pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan” dengan salah satu upaya pengembangan ekonomi rakyat yang dimotori oleh gerakan Koperasi dan UMKM yang dituangkan dalam RPJM 2010-2015.

Dalam bidang pembangunan koperasi tercakup selain peningkatan kwantitas dalam arti jumlah unit koperasi yang bertambah, tetapi juga difokuskan kepada peningkatan kwalitasnya dengan indikator semakin meningkat jumlah koperasi yang aktif atau menurun koperasi yang matisuri, meningkat pelaksanaan RAT koperasi dan terjadi pertumbuhan volume usaha koperasi.

Hal ini dapat dimaklumi, karena pengalaman emperis sebelumnya gairah membentuk koperasi baru melonjak tinggi, tetapi memeliharnya agar tetap hidup masih kurang. Padaawal KIB II (2009), jumlah Koperasi ada 170.411 unit, lalu pada akhir 2013 menjadi 203.701 unit seperti table berikut: Dari table diatas, nampak angkaangka yang umumnya meningkat dari tahun ketahun, kecuali jumlah koperasi yang menyelenggarakan RAT dan volume usaha menurun tahun 2009-2010.

Menjadi pertanyaan lanjutan apakah gerak angka diatas sudah mencerminkan adanya peningkatan kwalitas koperasi di Indonesia? Untuk itulah kita perlu membandingkan kwalitas koperasi setiap tahun sebagaimana pada table berikut. Dari table tersebut, dapat dibuktikan bahwa kendati secara angka absolut seolah-olah ada berita positif, namun ternyata target indikator kwalitas koperasi dalam RPJM belum terealisir.

Lihat saja realisasi jumlah koperasi yang aktif setiap tahun rata-rata hanya 70,3%, artinya selama ini tidak terasa upaya-upaya penanganan koperasi-koperasi yang sudah tidak aktif lagi, bayangkan aja ada sekitar 60.584 unit koperasi yang sudah matisuri, bagaikan mayat yang gentayangan di bumi persada ini.

Lebih lanjut indikator pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT), rata-rata hanya 47,3% dari koperasi yang aktif, padahal salah satu karakteristik koperasi yakni setiap anggota mempunyai hak suara yang sama yang disalurkan dalam forum rapat anggota, bahkan dalam struktur koperasi tergambar kekuasaan tertinggi ada pada lembaga RAT. Sebagai catatan data tahun 2014 belum dapat diisi, karena gambarannya diperoleh kelak akhir 2014 yang akan datang.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Koperasi selaku badan usaha tentu akan melakukan kegiatan usaha sesuai dengan aspirasi anggota dan peluang bisnis yang dihadapai. Untuk itulah gerakan koperasi bisa terlibat dalam aneka kegiatan seperti: investasi, perdagangan dan jasa keuangan, yang kelak akan menimbulkan omzet usaha setiap saat dan untuk itulah dalam RPJM dicantumkan harapan pertumbuhan volume usaha setiap tahun 20% saja.

Namun realiasinya hanya 2 tahun aja yang dapat melampaui target pertumbuhan omzet, sedangkan dua tahun lainnya sangat jauh dibawah, bahkan sampai minus dan jika dibuat rata-rata pertumbuhan volume usahanya 13,6% per tahun. Tidak dipungkiri bahwa data tersebut mencakup pukul rata dari seluruhkoperasi, sedangkan dalam kenyataannya cukup banyak juga gerakan koperasi yang meningkat omzet bisnisnya seperti koperasi Sejahtera Bersama Bogor, Kospin Jasa Pekalongan, GKSI dll.

Bahkan sangat membanggakan baru pertama kali ada satu koperasi Indonesia (Koperasi Warga Semen Gresik) yang masuk dalam 300 koperasi besar skala dunia. Selainitu ada sekitar 70 ribu unit simpan pinjam yang menggurita melayani lapisan masyarakat bawah dengan jumlah pinjaman sekitar 40 trilyun rupiah, sehingga ada pandangan bahwa ksp itu sejatinya dapat sebagai lembaga keuangan terdepan untuk menumbuhkan ekonomi rakyat.

Secara umum kondisi Koperasi di Indonesia per 2013 yakni: pertumbuhan koperasi baru sebesar 5,7%/tahun, persentase koperasi aktif sekitar 70,3%, persentase koperasi yang selenggarakan RAT sebesar 47% dan pertumbuhan volume usaha sekitar 13,6% saja. Sedangkan indikator UKM disebutkandalam RPJM adanya pertumbuhan nilai eksporya rata-rata 15%, namun hingga kini laporan realisasinya rata-rata mencapai 7% saja.

Harus diakui bahwa gairah melakukan usaha semakin bertumbuh dalam bentuk UMKM, dewasa ini mencapai sekitar 57,8 juta unit dari sebelumnya sekitar 54,2 juta dan kontribusinya terhadap PDB juga naik dari sekitar 55,6% menjadi 57,12%.

Memperhatikan entitas UMKM yang begitu besar, maka seorang temanmengatakan, tatkala kita memandang kearah depan dan arah belakang serta menoleh ke arah kiri maupun kearah kanan, maka akan tampak para pelaku UMKM baik di pelosok daerah maupun di perkotaan, yang bergerak dalam aneka usaha seperti usaha pertanian hortikultura, pangan padi, ternak, dagang, industry, jasa, ekonomi kreatif, perikanan dll.

Disisi lain yang merisaukan adanya- Pekerjaan Rumah yang belum dapat dituntaskan pada akhir KIB II ini yakni penyelesaian tunggakan Kredit Usaha Tani (KUT) dan Sarana Gudang Lantai Kios (GLK) sebanyak 5.000 an unit yang semula bantuan pemerintah kepada KUD, tapi tidak jelas status hukumnya.

Menoleh kebelakang, sebenarnya Presiden SBY pada periode KIB I yang lalu, sudah pernah menyatakan penghapusan KUT, namun hingga kini belum ada keputusan formalnya. Akibat dari berlarut-larutnya masalah KUT ini, cukup banyak KUD yang terkena black list dikalangan perbankan dan banyak LSM yang terkena kasus hukum, karena menyalah gunakan kreditnya dan tidak mau membayar sama sekali.

Indikator kedepan?

Melihat fakta diatas, nampak tidak mudah mewujudkan substansi RPJM KUKM di Indonesia; yang sudah barang tentu perlu diperbaiki disana-sini, dilanda prinsip bukan hanya berlomba pada kwantitas Koperasi tetapi perlu diimbangi dengan peningkatan kwalitasnya.

Selanjutnya timbul pertanyaan bagaimana kedepan? Apakah indikator RPJM pembangunan KUKM itu perlu ditinjau lagi, misalnya lebih fokus pada kemampuan dalam menggapai pangsa pasar dalam berbagai aktivitas bisnisnya atau target kwntitatifnya masing-masing indikatornya yang dikurangi?

Sebagai renungan,meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu tinggi dan positif tapi harus diakui masih terdapat kesenjangan dalam berbagai hal yang ditandai dengan angka gini ratio mencapai 0,41; ada kesenjangan dalam aktivitas ekonomi antar wilayah, ada kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat, ada kesenjangan kepemilikan sumber daya ekonomi, ada kesenjangan tingkat kewirausahaan kelompok masyarakat; maka disitulah pentingnya keberadaan gerakan Koperasi dan UMKM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar