Jumat, 24 Oktober 2014

Presiden dan Musik

Presiden dan Musik

Denny Sakrie  ;  Pengamat Musik
KORAN TEMPO, 22 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


Belakangan ini, banyak yang berceloteh bahwa kesukaan Jokowi terhadap musik rock adalah skenario pencitraan belaka, seperti yang dilakukan Stan Greenberg, sosok yang menjadi konsultan yang memoles sosok Bill Clinton, Presiden Amerika Serikat yang kerap ditampilkan piawai bermain saksofon. Jokowi pun kabarnya dipoles sedemikian rupa oleh Greenberg sebagai sosok penggemar musik rock sejati.

Seperti yang kita ketahui, sesungguhnya, sejak menjabat Bupati Solo, Jokowi memang telah sering terlihat dalam berbagai konser rock, baik skala lokal maupun internasional. Jokowi terlihat di antara kerumunan penonton konser Lamb of God, Judas Priest, Sting, Guns N Roses, dan Metallica.

Sosok Jokowi sebagai seorang metalhead merupakan pemandangan baru di Indonesia ataupun dunia, karena tak lazim seorang pejabat menyukai musik rock, yang selalu dikaitkan dengan kredo kebebasan dan anti-kemapanan. Tak mengherankan, ketika Jokowi dinyatakan menang dalam pilpres 2014, ucapan selamat pun berdatangan dari para pemusik rock dunia di jejaring sosial, dari Facebook hingga Twitter, seperti Sting, gitaris Guns N Roses Ron Thal, band Arkarna, dan banyak lagi.

Tapi Jokowi tak sendiri. Di belahan dunia sana, ada Perdana Menteri Rusia Dmitri Medvedev yang juga menggemari musik rock. Ia menggemari band yang nyaris sama dengan yang disukai Jokowi, yaitu Black Sabbath, Deep Purple, dan Led Zeppelin. Kesamaan lain, keduanya generasi yang dilahirkan pada era 1960-an, yang kemudian mengisi masa remaja pada era 1970-an dengan musik-musik rock 1970-an. Keduanya pun punya tekad yang nyaris sama: memberantas korupsi dan ingin melakukan perubahan.

Sejak duduk di bangku SMP, Jokowi kerap terlihat menyambangi markas Trenchem, band rock era 1970-an di Solo. Dalam buku Pemimpin Rakyat Berjiwa Rocker yang ditulis Yon Thayrun, Jokowi pun berucap, "Musik rock adalah kebebasan. Musik rock itu liriknya liar, tegas semangat, dan mampu mendobrak perubahan."

Tentunya ada sebersit harapan yang menguak saat Jokowi yang menggemari musik rock ini akhirnya terpilih sebagai presiden. Saya sendiri memang menaruh harapan terhadap para pemimpin yang memiliki ketertarikan kepada dunia musik. Sebagai cabang seni yang merepresentasikan ekspresi, musik boleh jadi akan menginspirasi para pemimpin dalam menjalankan konsep dan pola kepimpinannya.

Beberapa presiden Indonesia yang memerintah sebelum Jokowi juga memiliki keterkaitan dengan musik. Presiden Sukarno, yang dengan semangat berkobar hendak membangkitkan supremasi budaya kita, adalah seorang pianis dan penggubah lagu Bersuka Ria dalam album Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso (1965) serta membentuk grup musik The Lensoist dan melakukan muhibah ke beberapa negara. Presiden Gus Dur menyukai musik klasik dan menggemari ratu blues rock Janis Joplin.

Dan, yang paling menyita perhatian adalah Presiden SBY, yang di masa pemerintahannya masih sempat meluangkan waktu menulis lagu serta menghasilkan lima album rekaman. SBY, yang di masa mudanya pernah menjadi pemain bas, kerap menuai kritik karena merilis album begitu banyak dalam kondisi yang tidak tepat.

Lalu bagaimana dengan Jokowi yang oleh para penikmat musik dikukuhkan sebagai seorang penggemar musik metal? Harapan memang banyak digantungkan pada pundak Jokowi sesuai dengan perangai musik yang digandrungi: tegas, lugas, dan anti-kemapanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar