Minggu, 30 November 2014

Parodi Buka Mata

                                                    Parodi Buka Mata

Samuel Mulia  ;   Penulis kolom “PARODI” Kompas Minggu
KOMPAS,  30 November 2014

                                                                                                                       


Di sebuah rapat pagi dengan sebuah perusahaan, saya menyarankan bahwa produk yang ditawarkan sudah waktunya untuk diberikan sentuhan kekinian. Saya katakan bahwa tindakan itu diperlukan karena melihat perubahan yang terjadi, baik perubahan tren sampai pada perubahan perilaku manusia di abad sekarang ini.

Dulu dan kini

Kemudian saya memberi contoh-contoh yang ada yang saya lihat dengan mata dan kepala sendiri. Kalau dulu tak ada istilah blogger, sekarang keberadaan blogger seperti pasir di lautan dan di gurun. Sejuta banyaknya bahkan tak terhitung.

Kalau dahulu tak ada media sosial, sekarang siapa yang tak menggunakan itu untuk segala rupa kebutuhan. Satu teman yang senangnya ”bernyanyi”, membutuhkan lima jenis media sosial untuk mendendangkan suara hatinya agar didengar orang lain.

Media sosial dimanfaatkan untuk menunjukkan eksistensi diri sampai kepada mempromosikan produk. Keberadaan media sosial, internet, menjadikan dunia itu begitu kecil dan mudahnya dijangkau. Mengelilingi dunia dan mengetahui isinya sekarang ini, bisa dilakukan dengan duduk-duduk tenang di rumah sambil menyantap keripik.

Contoh-contoh di atas yang saya berikan, juga termasuk cara manusia sekarang ini berpakaian, busana-busana yang mereka pilih untuk dikenakan, cara mereka menampilkan diri sampai kepada bagaimana mereka memamerkan kekayaan tanpa tedeng aling-aling. Sehingga saya sendiri sampai bingung, apakah memamerkan kekayaan itu bukan sebuah kekeliruan tetapi adalah hak seseorang tanpa harus dihakimi tinggi hati.

Semuanya berbeda tak seperti di masa saya dan klien saya muda dahulu. Bukan hanya masanya yang berbeda, tetapi cara berpikir mereka yang berbeda, kebutuhan mereka berbeda.

Setelah rapat itu berakhir, saya kembali ke rumah.

Dalam perjalanan pulang, salah satu anak buahnya menghubungi saya dan mulai menumpahkan curahan hatinya. Singkat ceritanya, klien saya itu tahu kalau perubahan sudah terjadi, tetapi susahnya untuk berubah sehingga produk yang dihasilkan dan eksekusi di lapangan juga selalu berakhir dengan yang itu-itu saja.

”Produk kami itu enggak modern gitu, Mas. Masak kemarin itu milih pembicara yang sudah enggak zamannya lagi, saya sebagai anak sekarang ini aja enggak kenal siapa dia,” kata salah satu anak buahnya itu. Kemudian ia melanjutkan lagi. ”Yang bisikin dia tu juga banyak, Mas, dan yang bisikin itu juga sama kunonya. Susah deh, Mas.”

Melepas jangkar

Setelah sesi curhat itu selesai, saya senyum-senyum sendiri. Sebagai seorang pemberi saran, saya memang dengan mudah dapat menyodorkan fakta dan data. Tetapi semua itu hanya benda mati. Fakta dan data itu berguna hanya kalau dijalankan oleh manusia yang mau menerima, membaca, dan kemudian dengan bijaksana mengeksekusinya.

Dengan pengalaman hidup yang sudah saya jalani ini, mengeksekusi itu memiliki bobot yang besar di dalam diri eksekutornya, bukan dalam fakta dan datanya. Saya termasuk orang zaman dahulu, memiliki nilai-nilai dahulu. Ketika saya memasuki abad yang serba modern dan cepat ini, saya membutuhkan waktu yang lama bahkan sampai sekarang saya masih terengah- engah dibuatnya.

Saya bisa membuka mata. Artinya, saya melihat dan membaca akan keadaan yang terjadi di kehidupan saya dan dunia. Tetapi mulut saya itu saya tutup dari bersuara dan menyuarakan akan apa yang dilihat mata saya sekarang ini. Sehingga di ruang rapat, yang saya suarakan adalah apa yang dilihat mata saya puluhan tahun lalu.

Nah, yang puluhan tahun itu ada yang masih cocok, ada yang juga sudah ketinggalan zaman. Masalah terbesarnya adalah, saya menyadari kalau itu sudah tidak cocok lagi, saya harus mencocokkannya dengan yang cocok sekarang ini.

Maka saya teringat akan ungkapan ini. Birds with same feather flock together dan teringat akan anak buah klien saya yang mengatakan bahwa orang-orang yang dekat dengan bosnya itu sama kunonya.

Sejujurnya penjelasannya itu yang membuat saya tersenyum sendiri setelah mendengar sesi curhatnya. Saya ini orang kuno, senangnya yaa... kumpul sama manusia yang sama seperti saya. Kalau dipindahkan ke anak-anak zaman sekarang, saya hanya bertahan beberapa jam, setelah itu pembicaraan akan berhenti dan berakhir dengan menjadi garing.

Nah, susahnya kalau pembisik di kantor dalam urusan memajukan perusahaan, juga sama kunonya, sama cara pandangnya. Bisa jadi, pembisik-pembisik ini seperti batu yang menjadi beban yang saya ikatkan di kaki sehingga saya menjadi susah untuk maju.

Saya membutuhkan kenyamanan dengan mereka yang bulunya sama, saya mendapatkan bisikan yang tak hanya nyaman tetapi yang bisa saya terima karena saya bisa mengerti. Tetapi saya juga harus mengakui, situasi nyaman itu juga seperti batu yang diikatkan ke kaki kemudian saya diterjunkan ke dalam laut. Jadi seperti jangkar yang membuat kapal tak bisa pergi ke mana-mana.

Sebagai manusia lama, sekarang ini, saya sedang berusaha melepaskan jangkar dan membiarkan kapal saya mengarungi samudra kekinian dengan nakhoda yang bijak. Bijak itu menginikan kekunoan saya ketimbang saya mengunokan kekinian mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar