Sabtu, 31 Januari 2015

Senja Kala Bulan Madu Jokowi-Netizen


100 Hari Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla

Senja Kala Bulan Madu Jokowi-Netizen

Amir Sodikin  ;  Wartawan Kompas
KOMPAS, 30 Januari 2015

                                                                                                                                     
                                                

DUKUNGAN dari media sosial menjadi salah satu kekuatan Joko Widodo saat yang bersangkutan memenangi pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012 dan saat Pemilu Presiden 2014. Pada saat sama, Jokowi diduga juga meyakini kekuatan media sosial.

Kondisi ini membuat perkembangan percakapan tentang Jokowi di media sosial menjadi salah satu bahan analisis menarik lembaga-lembaga pemantau penganalisis media sosial, seperti Awesometrics.

Dari kantornya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, analis media sosial Awesometrics, Yustina Tantri, terus memelototi pergerakan kurva yang merekam percakapan terkait Jokowi. Yustina memulai analisis sejak tiga hari sebelum Jokowi dilantik sebagai presiden hingga kini.

Dengan menggunakan pustaka Awesometrics, belakangan ini Yustina tertegun melihat pergerakan grafik percakapan yang dihimpun dari ratusan media massa dan media sosial. Dia melihat, sesuatu yang besar sedang terjadi.

Yustina melihat sentimen negatif terhadap Jokowi terus meningkat di media sosial. Sentimen negatif ini mulai mendominasi sejak bulan ketiga kepemimpinan Jokowi.

Lebih tepat lagi, kenaikan sentimen negatif dimulai 8 Januari 2015 dengan 2.784 percakapan, 10 Januari berlipat menjadi 4.868 percakapan, naik lagi pada 13 Januari sebanyak 6.911 percakapan, dan tertinggi 15 Januari sebanyak 9.967 percakapan.

”Sentimen negatif meningkat tajam pada 15 Januari karena ada kabar Jokowi akan melantik (Komisaris Jenderal) Budi Gunawan sebagai Kepala Polri, padahal dia sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 13 Januari,” kata Yustina.

Total selama 100 hari, sentimen negatif untuk Jokowi mencapai 74.346 percakapan, sentimen positif 71.048 percakapan, dan 627.652 posisi netral. Padahal, pada 17 Oktober–18 November 2014, sentimen negatif hanya 66.526 berbanding 155.212 sentimen positif, dengan sentimen netral 2 juta.

Pendiri Provetic, Iwan Setyawan, juga menemukan hasil serupa. Dia juga menemukan, untuk pertama kali dalam tiga bulan terakhir sentimen negatif Jokowi lebih tinggi daripada yang positif, pada 15 Januari lalu.

Sebelum memasuki 15 Januari, rata-rata dalam tiga bulan terakhir sentimen positif selalu lebih tinggi daripada sentimen negatif, berkisar 25 persen berbanding 17 persen.

Topik pembicaraan yang paling menyumbangkan sentimen negatif selama bulan Januari 2015 adalah terkait Kepala Polri (22.497) dan disusul topik bahan bakar minyak (8.088). ”Perbincangan Jokowi juga dikaitkan dengan KPK (14.756) dan (Ketua Umum PDI-P) Megawati (6.782),” kata Iwan.

Penurunan sistematis

Penurunan sentimen positif Jokowi di media sosial sebenarnya tak terjadi tiba-tiba. Jika dilihat selama tiga bulan pertama pemerintahan Jokowi, penurunan reputasi dan popularitas Jokowi di mata netizen akan terlihat terjadi secara sistematis. Kondisi ini sebenarnya membahayakan Jokowi.

Yustina mencatat, selama tiga bulan pemerintahan, percakapan total tentang Jokowi mencapai 4,1 juta dari berbagai kanal media. Puncak percakapan pada 20 Oktober 2014 saat pelantikannya sebagai presiden, menunjukkan harapan baru.

Jika dibagi dalam tiga bulan, pada bulan pertama jumlah percakapan Jokowi tertinggi, mencapai 2,3 juta di berbagai kanal. Penghargaan netizen terhadap Jokowi dengan sentimen positif sebenarnya mudah ditebak dan Jokowi menyadari potensi ini.

Misalnya, kata Yustina, tiga hari jelang dilantik, Jokowi mengunjungi Prabowo Subianto pada 17 Oktober 2014 saat ulang tahun Prabowo. ”Ini mengundang simpati, termasuk dari pendukung Prabowo dan berdampak positif buat Jokowi. Favorabilitas (sentimen positif lebih tinggi dari negatif) terhadap Jokowi saat itu meningkat di media sosial,” kata Yustina.

Antusiasme masih meningkat saat pelantikan menteri, 27 Oktober 2014. Namun, sentimen negatif tumbuh ketika dia tetap melantik nama-nama yang mendapat rapor merah KPK.

Saat Jokowi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak, 17 November 2014, sentimen negatif menguat. Tagar bersentimen negatif mulai menjadi topik tren Twitter, seperti #SalamGigitJari. ”Namun, sentimen masih netral (51 persen), positifnya pun masih lebih tinggi, yakni 26 persen dari negatifnya yang 22 persen,” kata Yustina.

Pada bulan kedua, periode 17 November hingga 17 Desember 2014, popularitas Jokowi turun hingga 50 persen dibandingkan dengan bulan pertama. Percakapan tentang Jokowi hanya 1,1 juta di berbagai kanal. Awesometrics mencatat, pada 21 November 2014 Jokowi mengangkat HM Prasetyo, anggota DPR dari Partai Nasdem sebagai Jaksa Agung.

Pengangkatan Prasetyo memperburuk reputasi Jokowi. Aktivis Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, dalam kicauannya di Twitter menilai, pemilihan Prasetyo merupakan titipan partai sehingga kejaksaan rawan diintervensi.

Itulah awal mengkristalnya kekesalan netizen terhadap Jokowi. Tinggal menunggu momentum buruk, Jokowi bisa kehilangan kepercayaan pada bulan berikutnya. Tepatnya bulan ketiga 17 Desember 2014-17 Januari 2015, popularitas Jokowi merosot tajam dengan jumlah percakapan hanya 773.046 dari berbagai kanal.

Kebijakan Jokowi yang memilih Budi Gunawan sebagai calon Kepala Polri dianggap netizen sebagai pilihan sadar hingga semakin mengikis reputasi dan sentimen positif atas dirinya di media sosial.

Netizen marah kepada Jokowi yang dilampiaskan dengan gerakan #SaveKPK dan juga petisi daring di www.change.org/bebaskanbw.

”Dulu Jokowi adalah kita. Sekarang jika Jokowi tetap melantik tersangka korupsi sebagai Kapolri, maka Jokowi adalah mereka,” kata Denny JA dengan akun @dennyJA_World.

”Ini komitmen kita untuk menarik dukungan setelah pilpres dan membentuk parlemen jalanan,” kata Marzuki Mohamad, pemilik akun @killthedj yang dikutip akun @jejakpelamun. Penggiat media sosial Ulin Yusron, Denny JA, dan Marzuki ”Kill the DJ” adalah beberapa contoh pendukung Jokowi yang kini mengkritik keras Jokowi.

Abdee Negara, sukarelawan konser ”Salam 2 Jari”, bersama rekan-rekannya memprotes Jokowi karena pengangkatan Budi Gunawan. Abdee juga mengirimkan tagar #SaveKPK dari akun @AbdeeNegara. Namun, karena dia masih sakit, gerakan memprotes situasi terakhir belum tampak signifikan dari seorang Abdee ”Slank”.

Rekan Abdee, Melanie Subono, dengan akun @melaniesubono, lebih dulu meluapkan kemarahan. ”Menanti seorang presiden bertindak sebagai presiden. Penangkapan (Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Polri) ini adalah upaya mendelegitimasi kewenangan KPK dalam mengusut kasus Budi Gunawan,” kata Melanie terkait penangkapan dan penetapan Bambang Widjojanto sebagai tersangka pada Jumat (23/1) lalu.

Situasi politik saat ini mungkin jauh lebih rumit bagi Jokowi. Namun, bagi para netizen, jauh lebih mudah mengidentifikasi siapa lawan siapa kawan.

Saat pemilu presiden lalu ”Jokowi adalah Kita” menjadi slogan amat terkenal. Kini, agaknya Jokowi perlu lebih tegas memilih antara ”mereka” dan ”kita”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar