Senin, 26 Januari 2015

Stabilisasi Harga Pangan

Stabilisasi Harga Pangan

Toto Subandriyo  ;   Pemerhati Masalah Sosial-ekonomi,
Alumni IPB dan Magister Manajemen Universitas Soedirman
KOMPAS, 26 Januari 2015

                                                                                                                                     
                                                

SUDAH menjadi aksioma generik di negeri ini, setiap kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak, maka serta-merta akan segera diikuti dengan naiknya harga berbagai barang kebutuhan pokok dan jasa. Ketika Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dari Rp 6.500/liter menjadi Rp 8.500/liter dan solar dari Rp 5.500/liter menjadi Rp 7.500/liter pada 17 November 2014, dampak bergandanya langsung dirasakan. Harga berbagai kebutuhan pokok dan jasa langsung ikut naik sehingga memicu inflasi bulan November dan Desember 2014 sebesar 1,5 persen, dan 2,46 persen.

Namun, aksioma itu tidak berlaku sebaliknya. Penurunan harga beberapa jenis BBM yang dilakukan pemerintah tidak serta-merta dapat ditransformasikan dalam bentuk penurunan harga kebutuhan pokok dan ongkos transportasi yang sudah telanjur naik. Meski Presiden Joko Widodo sudah dua kali mengumumkan penurunan harga premium dan solar (terakhir tanggal 19 Januari), harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat tidak serta-merta ikut turun, bahkan masih tetap stabil tinggi.

Harga beras, misalnya. Di sejumlah daerah, harga beras kualitas medium masih dalam kisaran Rp 9.500-Rp 10.000 per kilogram. Padahal, untuk stabilisasi harga beras, pemerintah melalui Surat Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor B.1865/Dept.II/PMK/XII/2014 tanggal 17 Desember 2014 menginstruksikan kepada gubernur/bupati/wali kota seluruh Indonesia untuk melakukan operasi pasar khusus beras menggunakan cadangan beras pemerintah.

Sejak minggu terakhir Desember 2014 hingga 20 Januari 2015 telah digelontorkan tidak kurang dari 230 ribu ton beras kepada sekitar 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). Setiap  RTS mendapatkan alokasi 15 kg dengan harga tebus layaknya harga tebus beras untuk rakyat miskin (raskin) Rp 1.600 kg. Pertanyaannya, mengapa harga beras dan harga kebutuhan pokok lainnya tak juga kunjung turun?

Konsumen neto

Khusus untuk komoditas pangan, terutama beras, selain karena dampak berganda dari kebijakan kenaikan harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik, serta kenaikan harga elpiji, juga ada beberapa faktor lain yang memengaruhi lonjakan harga beras. Di antaranya, juga dipicu oleh adanya defisit pasokan beras ke pasar karena masih berlangsungnya musim paceklik. Di sisi lain, alokasi raskin  November dan Desember 2014 sudah disalurkan menjelang Lebaran, dan keberlanjutan program raskin Januari 2015 hingga kini belum ada kejelasan.

Dalam benak orang awam mungkin tebersit pikiran bahwa lonjakan harga beras ini sangat menguntungkan petani. Pemikiran seperti itu tidak benar, mengapa? Beras hasil panen para petani gurem (penggarap sawah kurang dari 0,5 hektar) yang merupakan bagian terbesar dari entitas petani negeri ini, telah habis dikonsumsi keluarga. Dalam istilah lain, mereka telah menjadi net consumer beras.  Untuk keperluan makan sehari-hari mereka harus membeli beras seperti konsumen lainnya.

Di tengah impitan hidup karena melonjaknya harga berbagai kebutuhan pokok pangan sekarang ini, masyarakat membutuhkan kehadiran pemerintah dalam bentuk stabilisasi harga. Beberapa waktu terakhir kehadiran pemerintah dirasakan nyaris nihil akibat situasi sosial politik dalam negeri yang amat gaduh. Seluruh energi pemerintah nyaris habis terkuras untuk mengurusi permasalahan sosial politik.

Situasi seperti sekarang ini mengingatkan kita tentang arti pentingnya segera membentuk badan otoritas pangan, seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dibentuknya sebuah lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan guna mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan nasional. Lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden ini mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan, dan/atau distribusi pangan pokok dan pangan lainnya yang ditetapkan pemerintah.

Pilihan paling realistis untuk mengemban peran tesebut ada pada Perum Bulog. Revitalisasi tugas pokok dan fungsi Perum Bulog diharapkan dapat menjelma menjadi badan otoritas pangan yang kuat dan tangguh dengan dua misi besar yang harus diemban.

Jangka panjang

Paling tidak ada lima langkah operasional dalam manajemen pangan nasional harus dijalankan kembali oleh Bulog sebagai badan otoritas pangan. Pertama, perlu menetapkan harga dasar (floor price) beberapa komoditas pangan strategis, seperti gabah/beras, jagung, gula, daging sapi, kedelai, dan lain sebagainya. Harga dasar yang memadai merupakan insentif  utama bagi petani untuk meningkatkan produksi.

Kedua, perlu menetapkan harga maksimum (ceiling price) komoditas pangan strategis tersebut. Mekanisme ini bertujuan melindungi konsumen dari kenaikan harga pangan yang tak terkendali. Ketiga, perlu diberlakukan selisih harga dasar dan harga maksimum yang memadai untuk merangsang  perdagangan oleh swasta. Keempat, perlu diupayakan relasi harga antardaerah dan isolasi terhadap pasar dunia dengan fluktuasi yang lebar. Mekanisme ini ditujukan agar turbulensi harga komoditas pangan di pasar dunia mudah diredam. Kelima, penguatan stok pangan penyangga (buffer stock) yang dikuasai oleh pemerintah untuk kebutuhan stabilisasi harga pada waktu tertentu, seperti pada saat Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, serta musim paceklik.

Agar menjadi badan otoritas pangan yang kokoh, maka Bulog harus diberi kewenangan mengelola stok semua jenis pangan strategis.

Bukan hanya itu, lembaga ini harus diberi kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan stok pangan. Salah satunya dalam hal importasi komoditas pangan dengan porsi lebih  besar dibanding pelaku pasar lain agar lembaga ini mampu mematahkan dominasi kartel pangan yang kini sudah menggurita. Pendek kata, semua ini diharapkan menjadi kebijakan solutif jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar