Jumat, 27 Februari 2015

Buru Harta WNI di Kawasan Sekretif

Buru Harta WNI di Kawasan Sekretif

Dedi Haryadi ;  Deputi Sekjen Transparansi Internasional Indonesia
KOMPAS, 26 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Kementerian Keuangan berencana memburu kekayaan WNI yang ditengarai disimpan di bank-bank di Singapura. Menurut perkiraan Budi G Sadikin, Direktur Utama PT Bank Mandiri, dana individu atau korporasi WNI yang tersimpan di sana mencapai Rp 3.000 triliun.

Rencana selanjutnya, memberikan pengampunan pajak kepada warga atau perusahaan yang selama ini tidak membayar pajak karena aktivitas ekonominya menyimpan kekayaannya di luar negeri. Nilai pajak yang harus dibayarkan akan dikurangi dan dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Dengan cara itu, diharapkan mereka mau menyimpan kekayaannya di dalam negeri. 

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro padal 15 Desember 2014 menemui Menteri Keuangan Singapura Tharman Shanmugarathman. Mereka membahas upaya peningkatan kerja sama bilateral dalam bidang pertukaran informasi  tentang perpajakan dalam mengatasi kejahatan perpajakan lintas negara. Mengapa pertukaran informasi menjadi isu sentral dalam perburuan kekayaan WNI di luar negeri?

Ada dua faktor yang kait-mengait. Pertama, kekayaan tersebut biasanya disimpan di beberapa  kawasan sekretif. Kita perlu memahami lebih lanjut karakteristik dan dinamika kawasan sekretif ini. Banyak negara tak berdaya menghadapi kawasan sekretif. Kedua, karena sekretif, problem yang dihadapi pemerintah dalam relasinya dengan kawasan sekretif adalah terjadinya informasi asimetris. Pemerintah kita saat ini tak tahu siapa saja, perusahaan apa saja, di mana, berapa, dalam bentuk apa kekayaan WNI disimpan, atau disembunyikan di kawasan sekretif. Karena itu, perburuan kekayaan ini esensinya adalah menggali dan mengumpulkan data dan informasi tentang hal itu. Di sinilah letak penting dan strategisnya pertukaran informasi. Dengan adanya pertukaran informasi dalam pencegahan dan penanganan kejahatan perpajakan lintas negara, diharapkan problem informasi asimetris, yang berarti juga mengakhiri rezim kerahasiaan keuangan/perbankan, bisa diselesaikan.

Bisnis dan industri sekretif

Tax Justice Network memperkirakan kekayaan pihak swasta (perseorangan atau lembaga) yang diparkir di kawasan sekretif mencapai 32 triliun dollar AS. Kekayaan ini tidak dipajaki atau dipajaki sangat rendah.

Namun, kawasan sekretif bukan melulu soal surga pajak. Yurisdiksi kawasan sekretif sengaja dirancang untuk menggaet dana atau kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan finansial, korupsi, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, dan lain-lain. Maka, dari jasa layanan (ekonomi) yang diberikan, kawasan sekretif adalah melindungi kerahasiaan identitas nasabah, menutupi asal-usul kekayaan, mengemas kekayaan ilegal jadi legal, dan juga merelokasi kekayaan ke kawasan sekretif yang lain. Selain itu, juga memberikan layanan beking politik berupa pemberian impunitas politik.

Ada 10 kawasan paling sekretif di dunia: Swiss, Luksemburg, Hongkong, Kepulauan Cayman, Singapura, Amerika Serikat, Lebanon, Jersey, Jerman, dan Jepang. Jadi, Singapura bukan satu-satunya kawasan sekretif. Ini berarti kerja sama bilateral pertukaran informasi tak cukup dilakukan dengan Singapura, tetapi harus juga dengan kawasan sekretif  lain, seperti Swiss, Luksemburg, Hongkong, Kepulauan Cayman, dan juga Inggris. Jangan salah, Inggris itu bandarnya kawasan sekretif.

Ada lima yurisdiksi sekretif yang berada di bawah kekuasaan dan pengaruh Inggris: Kepulauan Cayman, Jersey, Bermuda, Guernsey, dan Kepulauan Virgin Britania Raya. Dengan kelima yurisdiksi sekretif ini, sebenarnya Inggris-lah yang paling top, melampaui Swiss, dalam bisnis dan industri kerahasiaan keuangan. 

Memperluas kerja sama dengan kawasan sekretif lain jadi penting karena ketika Kemenkeu berencana memburu kekayaan WNI di Singapura, bisa jadi kekayaan  tersebut sekarang sudah pindah yurisdiksi. Dalam hitungan jam, kekayaan yang diburu itu bisa jadi sudah direlokasi ke yurisdiksi sekretif lain. Demikian juga mendirikan perusahaan rahasia (shell company) untuk menyembunyikan hasil kejahatan butuh beberapa menit saja. Dengan koneksi internet dan kartu kredit, tanpa ditanya ini-itu, sebuah perusahaan baru bisa berdiri dan bisa langsung punya akun bank untuk bertransaksi.

Pada 2013, Konsorsium Jurnalis Investigatif Internasional (ICIJ) mengungkapkan, 9 dari 11 keluarga terkaya Indonesia teridentifikasi memiliki 190 perusahaan atau lembaga keuangan yang beroperasi di kawasan sekretif. Nilai kekayaan mereka mencapai 36 miliar dollar AS. ICIJ juga mengungkap skandal sebuah ”konsultan” keuangan di Singapura yang membantu berbagai praktik kecurangan transaksi keuangan, pajak dan kekayaan perusahaan asing yang melibatkan orang kaya dari Indonesia. Ditengarai ada sekitar 2.500 orang Indonesia yang memanfaatkan jasa ”konsultan” ini.

Pertukaran Informasi

Ada tiga metode pertukaran informasi antarnegara dalam bidang keuangan dan perpajakan: pertukaran informasi berdasarkan permintaan (exchange information on request/EIR), pertukaran informasi secara spontan (spontaneous information exchange/SIE), dan yang paling terkini, pertukaran informasi secara otomatis (automatic information exchange/AIE). Pengembangan mekanisme pertukaran informasi ini merupakan ikhtiar mencegah pemajakan berganda, kejahatan perpajakan lintas negara, dan menjaga integritas sistem perpajakan.

Pada EIR, pemberian informasi didahului permintaan dari pihak yang berwenang—taruhlah semacam Dirjen Pajak—satu negara ke negara lain. Pada SIE, pemberian informasi dari satu negara ke negara lain tanpa didahului permintaan. Partisipasi dan kerja sama dari otoritas pajak negara pemberi informasi jadi penting dan menentukan. Pada AIE, perolehan dan pemberian informasi dilakukan secara otomatis secara reguler (tahunan) berdasarkan format standar laporan yang sudah disepakati. SIE tak mungkin diterapkan dalam mengejar kekayaan WNI di kawasan sekretif. Karena tak mungkin otoritas dari kawasan sekretif memberi tahu kita secara spontan ada informasi perpajakan yang janggal dari warga atau perusahaan kita di sana. Lha, wong itu bisnis dan tulang punggung ekonomi mereka!

EIR sebenarnya bisa dipakai, tetapi banyak kendalanya, baik politik, hukum, maupun teknis administratif sehingga tidak efektif. Kalaupun ada permintaan dari pemerintah kita kepada Singapura atau kawasan sekretif, belum tentu dikabulkan karena kendala politik, hukum, dan teknis administratif. Secara hukum, misalnya, data dan informasi nasabah tertentu tak bisa diberikan karena tak ada perintah dari pengadilan. Dengan kendala semacam itu, sulit diharapkan EIR dan SIE bisa mengatasi problem asimetris, apalagi mengakhiri rezim kerahasiaan keuangan dari kawasan sekretif. Orang sekarang berpaling dan berharap AIE bisa mengatasi dan mengakhiri eksistensi kawasan sekretif.

Harapan dan optimisme terhadap AIE itu dimulai dari Berlin, Jerman. Oktober 2014, di kota ini terjadi penandatanganan Perjanjian Multilateral Pihak Berwenang atau Multilateral Competen Authority Agreement (MCAA). Satu kawasan sekretif, yaitu Kepulauan Cayman, dengan 51 yurisdiksi menandatangani MCAA, bersepakat mengimplementasikan AIE secara bilateral mengenai perpajakan pada September 2017. Sebulan kemudian, Swiss juga bergabung menjadi negara ke-52 yang menandatangani MCAA. MCAA dikembangkan  berdasarkan Konvensi Multilateral tentang Saling Bantu Administrasi Perpajakan (Multilateral Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters) dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). OECD yang mengembangkan standar pelaporan tentang EIA dalam informasi perpajakan.

Indonesia tidak menandatangani perjanjian ini, tetapi berkomitmen menerapkannya pada 2018. Singapura juga begitu, baru akan menerapkan ini pada 2018. Para pemimpin G-20 dalam pertemuannya di Brisbane, 15-16 November 2014, juga mendorong implementasi standar pertukaran informasi secara otomatis tentang informasi keuangan yang berkaitan dengan pajak.

Dengan lini waktu implementasi AIE seperti itu, sebenarnya tidak mungkin dalam waktu dekat ini pemerintah memburu dan berhasil mendapatkan data dan informasi tentang WNI (individu atau perusahaan) yang menyimpan kekayaannya di kawasan sekretif. Kemenkeu saat ini belum siap memburu kekayaan yang disimpan di kawasan sekretif.

Supaya tidak terkesan temporer, impulsif, dan meloncat-loncat, pemerintah sebaiknya, pertama, secara sistematis dan terencana mengembangkan kerja sama pertukaran informasi  secara otomatis. Bukan hanya dengan Singapura, juga dengan berbagai yurisdiksi kawasan sekretif, baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral.

Kerja sama itu tidak mungkin terwujud tanpa adanya kesejajaran kesiapan kerangka kelembagaan (peraturan, kebijakan, dan organisasi) dan kapasitas administratif dalam membuat standar laporan informasi perpajakan yang akan dipertukarkan. Oleh karena itu, kedua, perlu ada upaya meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam membuat standar laporan tersebut. 

Kalau kerja sama dan peningkatan kesiapan dan kemampuan ini lancar dan sukses, barulah kita akan mendapatkan informasi yang baik dan lengkap tentang identitas WNI (perseorangan dan lembaga) yang selama ini menyimpan kekayaannya di kawasan sekretif. Dari sinilah nanti kita baru bisa bicara tentang pengampunan pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar