Rabu, 25 Februari 2015

Membangun Kota dalam Pengembangan Wilayah

Membangun Kota dalam Pengembangan Wilayah

Tommy Firman  ;  Guru Besar ITB
KOMPAS, 23 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Telah sangat dipahami bahwa pembangunan kota tidak dapat dilepaskan dari pengembangan wilayah—kota berada dalam skala yang lebih luas, apakah lokal, nasional, atau global—karena keduanya saling berinteraksi dan memengaruhi.

Harian Kompas, 28 Januari 2015, menurunkan artikel menarik berjudul ”Membangun Kota yang Menguntungkan Si Miskin”, ditulis Alex van Trotsenburg, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik. Artikel tersebut ditulis berdasarkan Laporan Bank Dunia (2015) dengan tajuk ”East Asia’s Changing Urban Landscape: Measuring a Decade of Spatial Growth”, sebuah studi yang sangat komprehensif mengenai perkembangan fisik dan penduduk kota-kota di Asia belahan timur, termasuk Indonesia.

Perkembangan fisik kota-kota besar di Asia Timur banyak yang telah melampaui batas wilayah kewenangannya, memasuki wilayah administratif otoritas pemerintah lokal tetangganya, yang kemudian menciptakan fragmentasi dalam pengelolaan perkotaan, seperti yang dicontohkan Kota Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek).

Artikel itu menganggap bahwa perkembangan kota-kota besar di Asia, di antaranya Tokyo, Shanghai, Jakarta, Seoul, dan Manila, diakibatkan oleh urbanisasi penduduk ke kota, yang berimplikasi pada berbagai masalah, seperti perumahan, sarana-prasarana, kesempatan kerja, dan kesehatan pendidikan.

Pandangan ini tidak keliru, tetapi juga tidak lengkap menggambarkan tren kontemporer perkembangan kota di Asia, termasuk Indonesia, dengan terbitnya perkembangan ”kota-kota” tanpa terkait dengan mobilitas penduduk yang signifikan.

Fenomena ini dikategorikan sebagai in-situ urbanization, di mana pusat-pusat pedesaan atau permukiman tumbuh menjadi perkotaan karena perkembangan kegiatan sosial ekonomi di dalamnya. Data juga menunjukkan bahwa laju pertambahan penduduk pada banyak kabupaten di Indonesia jauh lebih tinggi dari laju pertambahan penduduk di kota-kota besar.

Yang juga menarik untuk disimak dalam artikel yang ditulis oleh Van Trotsenburg adalah implikasi kebijakan yang diusulkan, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai urbanisasi (perkembangan kota) yang efisien dan mendorong peluang ekonomi inklusif: antara lain kebijakan akses kepada lahan, perencanaan pengembangan kawasan padat penduduk menjadi kawasan layak huni, dan peningkatan layanan perkotaan.

Pengembangan wilayah

Perlu digarisbawahi bahwa pendekatan pembangunan kota sangat bias pada kota-kota besar, sementara telah diketahui bahwa kota-kota besar di Asia, termasuk di Indonesia, seperti Jakarta dan Surabaya, sebenarnya telah terintegrasi kepada sistem kota-kota dunia (global cities) yang cenderung melayani kepentingan investasi pada berbagai kegiatan ekonomi skala global, baik dalam ranah produksi (manufaktur), konsumsi termasuk, misalnya, Coca-Cola dan KFC, maupun pada kegiatan jasa-jasa, khususnya jasa keuangan dan asuransi. Hal ini akan semakin terbuka dengan globalisasi ekonomi, termasuk pasar bebas ASEAN.

Kecenderungan juga memperlihatkan semakin melemahnya keterkaitan (linkages) ekonomi antara kota-kota besar dan wilayah sekitarnya, termasuk dengan kota-kota menengah dan kecil.

Dengan kata lain, perkembangan kota-kota besar dengan orientasi ekonomi global tersebut berdampak kurang kondusif bagi perkembangan kota-kota menengah dan kecil karena meningkatkan disparitas antarkota. Berbagai studi memperlihatkan ini tidak terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di berbagai negara lain, seperti Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Kebijakan pengembangan kota-kota secara individual seperti yang dikemukakan dalam artikel Van Trotsenburg tidak keliru apabila sasarannya adalah hanya untuk meningkatkan efisiensi kota besar semata. Kenyataannya, salah satu tantangan pengembangan kota di Asia adalah mengurangi disparitas antara kota besar dengan kota kecil dan menengah.

Kebijakan perkotaan seharusnya juga berorientasi pada pengembangan wilayah yang lebih luas, dengan memperhatikan fungsi dan peran serta interaksi masing-masing kota sehingga dapat dialokasikan peran dan fungsi masing-masing. Hal ini pun sebenarnya prinsip dasar pengembangan wilayah dan kota yang telah dikenal luas. Meski demikian, itu tidak pernah diterapkan secara konsisten.

Pembangunan kota-kota di negara Asia, termasuk di Indonesia, memang sangat bias pada pembangunan kota besar, yang tentu saja sangat mengukuhkan fungsi dan peran kota-kota besar tersebut sebagai pusat-pusat kegiatan ekonomi nasional dan regional jauh meninggalkan fungsi dan peran kota-kota kecil dan menengah. Ini akan menarik para pendatang yang akhirnya memperparah kondisi sosial, ekonomi, serta fisik dan lingkungan kota-kota besar.

Kesimpulan

Kebijakan pengembangan kota besar untuk tujuan efisiensi seperti yang disarankan Van Trotsenburg adalah suatu hal yang sangat penting untuk meningkat daya saing kota-kota itu. Akan tetapi, tanpa ada landasan pengembangan wilayah, hal itu bisa menciptakan kota-kota yang seolah-olah hidup sendiri tanpa berdampak pada pengembangan wilayah, khususnya kota-kota kecil dan menengah serta pedesaan di sekitarnya. Hal ini memicu disparitas wilayah yang justru mendorong semakin derasnya mobilitas penduduk ke kota.

Munculnya pusat-pusat perkotaan baru yang tumbuh melalui proses in-situ urbanization perlu mendapat perhatian, sejauh mana pusat-pusat baru itu dapat dikembangkan untuk berbagai kegiatan ekonomi, yang jangan terlalu banyak dilokasikan pada kota-kota besar dan berada pada sirkuit perekonomian global yang tidak terkait dengan perekonomian lokal.

Pengembangan wilayah juga harus dapat mengalokasikan fungsi dan peran, baik kota besar, menengah, maupun kecil, secara komplementer serta menciptakan keterkaitan agar pertumbuhan sosial-ekonomi lebih merata, tidak hanya terpusat hanya pada kota besar saja.

Di sinilah letak perlunya pendekatan pengembangan wilayah dalam pembangunan kota-kota, tidak semata-mata memacu tingkat efisiensi kota-kota besar yang justru sudah sangat dominan sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar