Rabu, 25 Februari 2015

PMN dan Kinerja BUMN

PMN dan Kinerja BUMN

Ali Masykur Musa  ;  Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
KORAN SINDO, 24 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

Tak bisa dimungkiri, keberadaan perusahaan negara atau badan usaha milik negara (BUMN) adalah salah satu pilar perekonomian bangsa. Dengan posisi Indonesia sebagai negara yang menganut paham ekonomi semiterbuka, perekonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian dunia yang berkembang sangat pesat. Konsekuensinya adalah kebijakan pembinaan BUMN senantiasa mengalami penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan perekonomian nasional.

Berpijak pada rencana untuk memperluas dan memperkuat jaringan infrastruktur serta mewujudkan swasembada pangan, pemerintah memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada 30 BUMN terpilih. Ini terjadi setelah Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada dua pekan lalu akhirnya menyetujui pemberian PMN sebesar Rp37,276 triliun kepada 27 BUMN pada tahap pertama.

Tahap kedua, tiga BUMN yakni PT PLN (Persero), Perum Jamkrindo, dan Askrindo akhirnya mendapatkan juga dana PMN sejumlah Rp6 triliun. Dengan persetujuan itu, total PMN yang akan diberikan kepada BUMN pada APBN-P 2015 sebesar Rp43,2 triliun kepada 30BUMN.
Dalam tanggapannya, Menteri BUMN Rini Soemarno berjanji, dana sebesar itu di antaranya akan digunakan untuk membangun infrastruktur jalan tol, selain ada juga proyek pembangunan terminal di pelabuhan. Dalam keputusan itu, Komisi VI DPR RI juga memberi sepuluh catatan, baik bagi Kementerian BUMN maupun BUMN penerima PMN.

Dari sepuluh catatan, ada tiga poin utama yang pantas untuk digarisbawahi yakni 1) PMN tidak digunakan untuk membayar utang perusahaan penerima PMN; 2) BUMN penerima PMN harus menerapkan good corporate governance (GCG); 3) Dalam hal pengadaan barang dan jasa dalam menggunakan dana PMN meminta kepada Kementerian BUMN untuk mengutamakan produk dalam negeri dan sinergi antar BUMN. Pertanyaannya, apakah kebijakan PMN BUMN pada 2015 ini strategi pemerintah dalam meningkatkan kinerja BUMN?

Sudut Positif PMN

Banyak beredar pandangan miring terkait PMN ini. Itulah yang akhirnya menimbulkan prasangka negatif ketika pemerintah hendak melakukan PMN. Pertama, PMN selalu dikaitkan dengan BUMN merugi. Munculnya anggapan ini karena dalam praktiknya kita sendiri (pemerintah dan DPR) yang melanggengkan kebiasaan untuk memberikan PMN kepada BUMN merugi.

Seolah-olah PMN memang untuk BUMN merugi. Padahal, seharusnya tidak demikian. Bagi BUMN merugi justru seharusnya dilikuidasi atau diambil tindakan lain agar tidak membebani negara. Kedua, seringkali PMN disamakan dengan subsidi. Artinya, bila pemerintah memberikan PMN itu, berarti pemerintah menyubsidi BUMN.

Dalam situasi seperti saat ini, di mana pemerintah baru saja menaikkan harga BBM pada November 2014 (meskipun akhirnya diturunkan lagi), PMN ini akhirnya menjadi isu yang dapat dipolitisasi: pemerintah cabut subsidi untuk rakyat, tetapi menyubsidi BUMN. Politisasi seperti ini tidak sepenuhnya salah karena dalam praktiknya masa lalu, PMN terbukti kurang efektif mendongkrak kinerja BUMN terkait.

Karena itu, untuk mengikis berbagai anggapan negatif tentang PMN, kita membutuhkan paradigma baru dalam kebijakan PMN. Pertama, PMN jangan diberikan kepada BUMN merugi. BUMN merugi dapat diberikan PMN sepanjang ada urgensistrategisnya bagi negara.

Kedua, PMN hanya diberikan kepada BUMN yang sehat dan memiliki prospek bagus agar PMN dapat kembali melalui pembayaran dividen dan pajak yang lebih tinggi. PMN akan semakin bermakna manakala diberikan kepada BUMN yang tidak hanya sehat, tetapi juga memiliki urgensi strategisnya bagi negara.

Selain dua syarat di atas, sedikitnya ada juga lima alasan kenapa PMN perlu diberikan kepada BUMN; 1) Dengan penyertaan modal, diharapkan BUMN dapat meningkatkan leverage (daya ungkit) pendanaan; 2) Pemerintah ingin ada optimalisasi peran BUMN dalam berproduksi dan memberikan layanan publik terbaik untuk mendukung pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019; 3) Meningkatkan peran BUMN sebagai pelaku ekonomi yang akan membayar pajak dan memberikan setoran dividen kepada negara;

4) Memperkuat posisi pemerintah melalui Kementerian BUMN dalam membina dan mengarahkan BUMN sebagai agen pembangunan; dan 5) Peningkatan peran BUMN, strategis untuk membantu kehadiran negara dan tegaknya kewibawaan negara. Dengan paradigma ini, sebenarnya tidak ada yang keliru bila PMN diberikan kepada BUMN, termasuk kepada BUMN terbuka.

Menggenjot Kinerja BUMN

Penguatan eksistensi BUMN adalah konsekuensi dan amanah dari konstitusi di mana ihwal yang penting atau cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. BUMN dilahirkan dengan dua misi penting.

Misi pertama BUMN adalah sebagai pemilik profitabilitas yaitu sebagai dividen atau penerimaan bagi negara untuk dana pembangunan selanjutnya. Misi kedua, BUMN berfungsi sebagai pemilik pelayanan atau kemanfaatan publik yang mencerminkan tugas utama negara.

Dengan dua misi tersebut, jelas sudah bahwa BUMN salah satu pilar ekonomi bangsa yang harus ditingkatkan profesionalisme kinerjanya. PMN bisa kita pandang sebagai komitmen pemerintah untuk menggenjot kinerja BUMN. Karena itu, negara juga tidak boleh sekadar menyuntikkan dana, melainkan juga harus mendorong ada perbaikan birokrasi dan perbaikan pengelolaan keuangan.

PMN itu wajib dibarengi dengan peningkatan dalam sisi kinerja. Sebanyak 142 BUMN wajib dikelola secara profesional sehingga mampu menjadi pilar dan pendorong perekonomian nasional. Apalagi dengan jumlah total aset BUMN kurang lebih Rp4200 triliun, seharusnya mampu menghasilkan laba dalam jumlah yang memadai, minimal 5% dari total aset, atau kurang lebih Rp210 triliun.

Dengan modal tersebut, BUMN juga diharapkan mampu meringankan beban negara dengan mencapai usulan target setoran dividen sebesar Rp43,73 triliun untuk RAPBN 2015. Ditambah lagi pendapatan dari pajak dan program divestasi secara selektif dan transparan sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada RAPBN dan penciptaan lapangan kerja baru.

PMN memiliki urgensi untuk dilakukan. Dengan kemampuan pendanaan BUMN yang meningkat, terutama perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur dan pangan, akan menjadi roda penggerak pembangunan seiring fokus kerja pemerintah untuk membenahi kedaulatan pangan dan membangun infrastruktur.

Dari titik ini bisa kita lihat bahwa pemerintah sangat berharap BUMN mempunyai kinerja yang maksimal. Seiring pembangunan infrastruktur, BUMN dapat mendorong tercapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% dalam tiga tahun ke depan. Dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, dunia usaha akan lebih banyak menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran dan kemiskinan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Terlebih, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berjalan akhir tahun ini, jangan biarkan BUMN bertarung tanpa pertolongan negara. Bukankah uang BUMN itu juga uang rakyat?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar