Rabu, 25 Maret 2015

Abdee Slank dan Keajaiban Ginjal

Abdee Slank dan Keajaiban Ginjal

Djoko Santoso  ;  Guru Besar Unair; Ahli Ginjal RSUD dr Soetomo Surabaya
JAWA POS, 23 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

PENGGEMAR Slank tentu sedih ketika mendengar kabar bahwa Abdi Negara Nurdin alias Abdee terpaksa minggir dari kegiatan panggung. Gitaris yang memberikan warna kuat pada lagu-lagu Slank itu harus berfokus mengurusi gangguan ginjalnya. ”Udah empat tahun saya coba bertahan tanpa cuci darah atau transplant, tapi berat ya. Harus setiap hari pusing, mual, lemes, stadiumnya udah akhir,” kata Abdee seperti dikutip detikcom (17/3).

Selama ini, dia harus bolak-balik ke dokter untuk mengurangi penderitaannya, termasuk ke pengobatan alternatif, apa pun artinya itu. ”Memang harus transplant,” kata dia pada akhirnya. Semakin kronis penyakit ginjal, memang makin sempit pilihan pengobatannya. Kalau dua ginjal sudah benar-benar tak berfungsi, apa boleh buat, harus diganti.

Kabar dari dunia panggung itu menjadi kado sedih sekaligus pengingat bagi Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day/WKD) Ke-10 yang baru diperingati 12 Maret lalu. Lebih dari 150 negara menggarisbawahi pentingnya kesadaran kesehatan sepasang organ yang kadang disebut sebagai buah pinggang itu.

Tema WKD, Kesehatan Ginjal untuk Semua, sangat serius meski terasa klise. Penyakit ginjal kronis (PGK) bisa menyerang segala usia, segala kelompok pendapatan, dan etnis seluruh belahan dunia. Namun, penyakit penyerta PGK jauh lebih kompleks pada negara berkembang, termasuk angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian). Layanan publik yang belum memadai serta kurangnya jumlah dokter, termasuk di negeri kita, turut mempersakit pengidap PGK.

PGK juga sangat memukul rencana hidup. Terlebih bila yang terkena PGK adalah tiang nafkah keluarga. Kondisi itu akan berat bagi suami/istri dan anak-anak mereka. Seperti halnya Abdee yang tak bisa melanjutkan profesinya dengan normal, begitulah yang dialami banyak penderita PGK.

Mengacu pada pengakuan Abdee yang menghadapi PGK empat tahun tanpa cuci darah (hemodialisis) dan transplantasi, artinya pertahanan tubuh Abdee cukup kuat. Racun yang menumpuk di tubuh karena tak tercegat ginjal belum membuat mual, muntah, dan koma. Air yang tergenang di tubuhnya belum membuat sesak di paru. Tubuh belum terkena hipokalsemia (kadar kalsium darah begitu rendah sehingga bisa kejang).

Selain itu, tubuh Abdee belum mengalami problem hiperkalemia. Yakni, kadar kalium darah tinggi sekali sehingga membuat otot tubuh setengah lumpuh, kaki tidak bisa digerakkan, pompa otot jantung tidak efektif, hingga paru-paru tergenang air sehingga sesak hebat, bahkan henti jantung mendadak yang dikenal sebagai heart attack.

Tetapi, tentu saja dengan ginjal yang tak berfungsi, pertahanan tubuh itu lama-lama sampai ke batas. PGK lazimnya terpaksa bersahabat dengan dialisis (cuci darah dengan mesin/hemodialisis atau kantong perut/CAPD) yang mahal itu. Di Indonesia, yang rata-rata berpenghasilan USD 3.500 per kapita per tahun, biaya cuci darah USD 6.500–USD 10.000 per tahun. Lebih dari dua kali pendapatan. Bukan berarti negara maju lebih ringan. Untuk Amerika Serikat dengan pendapatan USD 20.000 per kapita per tahun, biaya cuci darah USD 60.000. Malah tiga kali lipat pendapatan.

Peta Jalan Termurah

Problem PGK itu harus dijawab. Apa yang dialami Abdee itu ”mewakili” ratusan ribu kasus serupa di Indonesia. Jauh lebih banyak pengidap PGK yang menderita dalam kesendirian, jauh dari sorotan. Mereka mengatasi PGK dengan pilihan mereka sendiri, sesuai dengan kemampuan. Kalaupun sekarang ada BPJS Kesehatan, selain belum bisa meng-cover semua pasien PGK, problem ginjal itu bisa membuat jebol pendanaan BPJS.           

Tetapi, bukan berarti jalan sudah buntu. Saatnya kita lebih serius menyambut panggilan nurani untuk mengurangi beban tumbuhnya PGK. Langkah termurah tetaplah menelusuri peta jalan rasional via pencegahan (preventif). Itu dibarengi deteksi dini dan pengobatan serta tindak lanjut yang memadai agar tak sampai jadi PGK.

Penting mengingatkan siapa pun untuk selalu sadar sesadar-sadarnya bahwa ”ginjal itu menakjubkan”. Organ yang besarnya hanya sekepal tangan tersebut tetap jauh lebih ajaib dan unggul ketimbang tiruannya, yakni mesin cuci darah yang sebesar kulkas kecil itu. Ginjal mengandung sejuta gelung darah, mampu melakukan banyak tugas penting untuk membuat kita tetap sehat. Di antaranya, menyeimbangkan air tubuh, menyingkirkan limbah tubuh, menghasilkan hormon, mengatur tekanan darah, berfungsi dalam pembuatan sel darah merah, dan menjaga kesehatan tulang.

Hebatnya lagi, dari 1.000 liter darah yang disaring, dihasilkan 100 liter cairan yang semuanya dikembalikan ke tubuh dan hanya sisa 1,5 liter yang jadi air seni beracun setiap hari!

Cermati pula, diabetes dan tekanan darah tinggi menjadi faktor risiko utama terjadinya PGK. Abdee juga menyebut penyakitnya disebabkan tekanan darah tinggi. Hindari faktor-faktor gaya hidup yang dapat meningkatkan risiko pengembangan penyakit kronis.

Sisi pencegahan lainnya adalah perlu mendidik semua kalangan profesional medis tentang peran utama mereka dalam mendeteksi dan mengurangi risiko PGK. Terutama pada orang berisiko tinggi. Perlu mendorong program skri- ning sistematis akan ancaman PGK pada semua pasien dengan diabetes dan hipertensi.?

Para pihak seperti otoritas kesehatan, para profesional kesehatan, NGO, ulama, pastor, hingga aktivis sosial harus terlibat aktif dalam program itu. Khususnya otoritas pemerintah kita dorong untuk mengambil tindakan dan berinvestasi dalam skrining ginjal lebih lanjut untuk mengendalikan epidemi PGK.

Adapun pesan sentral di Hari Ginjal Sedunia, gagal ginjal kronis memang penyakit umum dan berbahaya, tapi dapat dicegah dan diobati. Hari Ginjal Sedunia mengingatkan bahwa kita harus merawat anugerah Allah SWT di dalam pinggang kita itu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar