Selasa, 31 Maret 2015

Defisit Transaksi Berjalan dan Stabilitas Ekonomi

Defisit Transaksi Berjalan dan Stabilitas Ekonomi

Aunur Rofiq  ;  Sekjen DPP PPP/Praktisi Bisnis Sektor Pertambangan dan Perkebunan
KORAN SINDO, 30 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

Turbulensi nilai tukar rupiah kini mereda meski belum mengalami penguatan secara signifikan. Melemahnya nilai tukar rupiah memang tidak sendirian mengingat mata uang dolar AS sedang menguat terhadap sejumlah mata uang dunia. Turbulensi rupiah di antaranya dipicu rilis data oleh The Fed mengenai membaiknya data ekonomi Amerika Serikat hingga spekulasi mengenai kenaikan suku bunga The Fed yang secara psikologis mendorong investor mengamankan portofolionya dengan memegang dolar AS.

Dari sisi domestik, fondasi ekonomi kita sesungguhnya lebih baik dari kondisi rupiah. Stabilitas ekonomi makro seperti inflasi turun secara signifikan dari 8,36% tahun lalu menuju 4% tahun ini. Pasar obligasi juga naik dan defisit transaksi berjalan cenderung mengecil.

Defisit transaksi berjalan pada 2014 menurun tipis dari sekitar 3,3% menjadi 3,02% dari produk domestik bruto. Perbaikan ini karena dukungan kebijakan makro prudensial yang ketat dan menahan laju pelemahan rupiah. Meski demikian, Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dalamtahun 2015 ini masih tetap tinggi.

Penurunan harga minyak dunia belum signifikan menekan defisit. Namun defisit transaksi berjalan 2015 akan lebih sehat karena didorong sektor produktif berupa pembangunan infrastruktur. Sementara aliran dana asing yang masuk ke Indonesia juga naik, baik lewat portofolio maupun foreign direct investment (FDI).

Indeks BEI juga masih naik karena secara akumulasi terdapat pembelian bersih (net buy) saham oleh asing. Capital inflow juga masih mengalir ke surat berharga negara maupun komitmen investasi lainnya. Meski demikian, kinerja perekonomian juga menghadapi tantangan eksternal seperti pelemahan pertumbuhan ekonomi China yang dikhawatirkan akan memengaruhi kinerja perekonomian domestik.

Ekspor utama Indonesia ke negeri itu akan menurun dan hargaharga komoditas utama ekspor kita di pasar dunia belum pulih. Stabilitas ekonomi yang perlu dijaga adalah memperbaiki kualitas neraca transaksi berjalan. Neraca transaksi berjalan masih menghadapi tantangan struktural sehingga sulit untuk dilakukan perbaikan dalam jangka pendek. Bahkan perekonomian masih bisa dibayangi ancaman defisit yang melebar manakala kinerja ekspor kita merosot dan impornya naik.

Secara garis besar terdapat tiga faktor yang memengaruhi defisit transaksi berjalan pada 2015. Pertama, penurunan harga minyak dunia yang akan berdampak positif terhadap neraca transaksi berjalan karena nilai impor minyak akan menurun.

Kedua, harga komoditas ekspor yang belum sepenuhnya membaik. Pada satu sisi terdapat penurunan harga minyak dunia sehingga menurunkan beban impor, tetapi di sisi lain kinerja harga komoditas ekspor menurun sehingga berdampak pelemahan kinerja ekspor.

Ketiga, ambisi pemerintah menggenjot proyek infrastruktur sehingga akan mendorong peningkatan impor barang modal. Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap barang modal karena kemandirian industri dalam negeri masih rendah.

Penurunan harga minyak dunia dan reformasi subsidi energi dari pemerintah dapat memperbaiki defisit transaksi berjalan sektor migas, tetapi impor nonmigas terkait proyek pemerintah di bidang infrastruktur akan menahan perbaikan defisit transaksi berjalan secara keseluruhan.

Meskipun demikian, defisit transaksi berjalan 2015 diperkirakan masih di sekitar level 3% dari PDB. Namun struktur defisit lebih sehat ketimbang 2014. Sebab defisit pada 2014 didorong konsumsi minyak yang tinggi. Sementara defisit transaksi berjalan 2015 didorong sektor yang lebih produktif, yakni pembangunan infrastruktur.

Untuk 2014, sektor nonmigas diperkirakan membaik dari defisit USD10,6 miliar di 2013 menjadi defisit USD6,1 miliar. Sementara defisit current account dari sisi migas naik dari defisit USD18,5 miliar menjadi USD19,7 miliar. Defisit transaksi berjalan tahun ini diperkirakan masih di level di atas 3% dari PDB.

Penurunan harga minyak dunia tidak akan banyak menekan defisit karena ekspor migas juga turun signifikan. Selama ini, komoditas migas mencakup 25% dari total ekspor, sedangkan ekspor nonmigas hampir 60%. Dari sisi impor, nonmigas mencakup 70% dari total impor dan sisanya adalah gas.

Kunci ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan bersumber dari permasalahan di sektor pangan, energi, rendahnya daya saing energi, ketergantungan terhadap ekspor komoditas, serta ketergantungan terhadap impor bahan baku dan barang modal. Impor bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah serta impor pangan hortikultura adalah pemicu utama terjadinya defisit neraca transaksi berjalan (current accounts) Indonesia.

Mewujudkan kemandirian energi dan pangan merupakan salah satu cara efektif untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. Sementara di industri keuangan seperti sektor asuransi, banyak digunakan perusahaan reasuransi asing. Meski perusahaan asuransi di Indonesia banyak, banyak juga yang me-reasuransi- kan asuransinya dengan menggunakan perusahaan asuransi asing sehingga devisanya tetap keluar.

Sektor jasa lainnya adalah devisa yang kita bayarkan terhadap tenaga kerja asing. Devisa yang kita bayarkan terhadap tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia jauh lebih besar daripada remitensi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Terkait dengan upaya memperbaiki defisit transaksi berjalan, saat ini yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan manajemen impor yang secara kuantitas terus meningkat. Pemerintah harus serius memverifikasi berbagai komoditas impor yang volumenya bisa dikurangi.

Apalagi menggenjot ekspor di pasar baru juga tidak mudah di tengah kinerja ekspor yang belum sepenuhnya membaik karena permintaan global turun dan harga komoditas primer masih rendah.

Salah satu sektor yang perlu difokuskan oleh pemerintah agar defisit transaksi berjalan bisa ditekan adalah mengembangkan sektor pertanian yang bertujuan mewujudkan kemandirian pangan dan meningkatkan pasokan pangan domestik disertai perbaikan tata niaga dan persaingan usaha.

Dari sisi energi juga sangat penting. Ketahanan energi kita sudah semakin merosot, sementara kita masih menjadi bangsa yang boros energi. Indonesia memiliki sumber energi terbarukan dan energi alternatif yang besar, tetapi tidak segera dikembangkan menjadi kekuatan energi yang besar untuk memutus ketergantungan impor energi.

Untuk menekan defisit transaksi berjalan, pemerintah juga harus serius mengembangkan industri manufaktur yang dapat mendongkrak kinerja ekspor sekaligus bisa menekan impor barang modal.

Akselerasi industri manufaktur ini dibutuhkan untuk menghasilkan perbaikan kinerja ekspor sehingga dapat mengompensasi impor barang modal yang digunakan pemerintah untuk membangun infrastruktur pada 2015. Pemerintah telah menjanjikan fasilitas insentif pajak bagi investor yang serius mengembangkan industri manufaktur, terutama yang berorientasi ekspor.

Fasilitas tersebut juga dijanjikan bagi investor yang serius membangun industri penunjang guna menyubstitusi kebutuhan bahan baku impor. Meski demikian, pengembangan industri manufaktur dan industri substitusi impor baru bisa dirasakan dampaknya dalam beberapa tahun mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar