Selasa, 24 Maret 2015

Pendidikan Islam Inklusif

Pendidikan Islam Inklusif

Mahnan Marbawi  ;  Sekjen Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia;
Guru PAI di SMPN 280 Jakarta
MEDIA INDONESIA, 23 Maret 2015

                                                                                                                                     
                                                                                                                                                           

BEBERAPA hari ini media lokal di Jombang, Jawa Timur, dan nasional dihebohkan tentang konten kumpulan lembar kerja peserta didik (KLKPD) SMA kelas XI yang menjelaskan salah satu paham radikal kelompok tertentu. Jika penjelasan tersebut dipahami secara parsial, akan mengakibatkan persepsi buku pendidikan agama Islam (PAI) mengajarkan radikalisme dan kekerasan serta tidak toleran terhadap perbedaan. Mengerikan sekali jika persepsi itu menjadi persepsi publik. Wajah pendidikan agama di Indonesia akan terpuruk dan lekat dengan label radikal. Tak pelak hal itu menarik perhatian menteri agama dan dirjen pendidikan Islam di Kementerian Agama yang akan dituding bertanggung jawab dalam urusan pencegahan paham radikal dalam pendidikan agama.Padahal, sumber referensi KLKPD tersebut diambil dari buku pendidikan agama Islam untuk SMA kelas IX yang dikeluarkan Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk).

Terlepas dari itu, tulisan ini ingin menjelaskan posisi pendidikan agama Islam di Indonesia yang seharusnya. Tulisan ini juga ingin menjelaskan penting dan strategisnya posisi guru dan posisi buku ajar sebagai aspek penunjang dalam proses pembelajaran.

Ajaran damai ialah ajaran yang bersifat universal karena terdapat dalam setiap agama dan semua peradaban. Oleh karena itu, setiap pemeluk agama dan semua manusia berkewajiban untuk selalu membangun budaya damai dalam kehidupannya. Kehidupan dan budaya damai bukan konsep semata, melainkan membutuhkan praktik secara bersama dari seluruh lapisan masyarakat. Budaya damai dapat dibangun melalui proses internalisasi budaya melalui lembaga pendidikan.

Di lembaga pendidikan yang mempertemukan anak-anak bangsa dari berbagai karakter, tidak saja ditawarkan pencerahan intelektual, tetapi juga diberikan penguatan kultur kebersamaan Lembaga pendidikan dalam semua jenjangnya mua jenjangnya merupakan tempat terbaik untuk resolusi konflik yang efektif karena mereka dimungkinkan dalam jangka waktu lama mengalami, membicarakan, merefleksikan dan--dengan bimbingan guru-mengelola konflik (Tambunan, 2008).

Sekolah sebagai lembaga pendidikan menjadi penting dalam mengajarkan dan menanamkan sebuah sikap yang berkarakter melalui sebuah sistem pembudayaan. Pokok penting dalam menanamkan karakter tersebut ialah melalui berbagai mata pelajaran yang dipelajari di sekolah, termasuk pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam sangat mengedepankan prinsip-prinsip humanisme. Prinsip tersebut memandang manusia memiliki kesamaan asal sebagai makhluk ciptaan Allah. Dengan konsep humanisme itu, pendidikan dalam Islam menekankan sekaligus mengembangkan sikap simpati dan empati, persaudaraan dan toleransi, serta nilai humanisme lainnya (Abudin Nata dkk, 2015).

Sikap tasamuh atau toleransi ialah sebuah sikap yang menghormati perbedaan dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sikap toleran dalam Islam mengharuskan sikap lemah lembut, santun, dan memaafkan.Penghargaan terhadap perbedaan agama, budaya, bedaan agama, budaya, suku adalah keharus an sebagai bagian dari sunatullah.Prinsip-prinsip itu terbaca dalam kompetensi yang harus dipelajari siswa (baca : kurikulum). Ada kompetensi yang menguatkan faktor akidah, akhlak, muamalah, dan ubudiah. Secara spesifik, kompetensi dalam PAI ada yang menjelaskan tasamuh atau sikap toleran. Inilah posisi pendidikan agama Islam di Indonesia yang secara jelas dan tegas ingin memerangi paham radikal dan mengajarkan pendidikan agama yang inklusif.

Meski demikian, sebaik apa pun rumusan kompetensi atau kurikulum yang diinginkan, itu akan sangat bergantung kepada guru sebagai penyampai pesan dari muatan kurikulum tersebut. Kemampuan guru memahami konten kurikulum, penguasaan metodologi pembelajaran, dan terutama kemampuan dalam menanamkan nilai melalui mata pelajaran yang diampunya sangatlah penting. Daya semai guru dalam menanamkan nilai kepada peserta didik merupa kan kunci utama keber hasilan sebuah pendidikan.Dalam ungkapan pesantren dikenal istilah, `Ath-Thariiqatu ahammu minal maddah..wal ustadzu ihammu minal-tthariqah..wa ruuhu ustadz ahammu.' Artinya, metode itu lebih penting daripada materi dan guru lebih penting daripada metode, tapi yang paling penting ialah jiwa pengajar itu sendiri.

Dalam konteks ini guru PAI menekankan pendidikan agama yang mengajarkan paham yang inklusif, moderat, toleran, menghargai perbedaan, dan antikekerasan dalam proses pembelajaran dan pembudayaan di lingkungan sekolah. Tidak ada niat sedikit pun dari GPAI yang ada di Indonesia ingin menyebarkan paham radikal. Bahwa ada fakta beberapa guru yang berpaham radikal dan mengajarkannya kepada siswa, inilah yang menjadi tantangan bersama.

Yang ketiga ialah soal buku ajar pendidikan agama Islam. Semua mata pelajaran pasti memiliki bahan ajar dan buku ajar. Apa yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Puskurbuk ialah menyediakan konten kurikulum dan menyiapkan buku ajarnya. Munculnya buku tersebut lebih disebabkan Puskurbuk langsung menerbitkan tanpa meminta pihak terkait seperti Kementerian Agama dan pakar independen untuk melakukan penelaahan tuntas terhadap substansi sehingga konten yang ada pada buku kelas XI tersebut lolos walaupun mungkin secara akademis tidak salah atau sesuai dengan struktur keilmuan yang bermaksud membeberkan semua paham yang muncul di abad modern ini.

Meski demikian, ketika membaca bab tersebut dan menemukan tulisan tentang ajaran yang dianggap radikal, masyarakat akan menilai buku tersebut berpaham radikal. Di sinilah butuhnya kehati-hatian dari semua pihak. Tentu kita tak menginginkan wajah Islam Indonesia sekarang dan di masa depan identik dengan kekerasan dan intoleransi yang jauh dari nilai-nilai kasih sayang yang disemaikan Nabi Muhammad, sang pembawa kedamaian.
Wa Allahu alam bi al shawab. ●


Tidak ada komentar:

Posting Komentar