Jumat, 24 April 2015

Darurat Pengesahan RUU Advokat yang Baru

Darurat Pengesahan RUU Advokat yang Baru

Frans H Winarta  ;   Ketua Umum PERADIN dan Anggota Dewan Penyantun YLBHI
KORAN SINDO, 23 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Saat ini negara kita bisa dibilang sedang dalam keadaan darurat, di mana profesi advokat sedang disorot akibat banyak kejadian yang cukup mencoreng dunia profesi advokat.

Beberapa waktu terakhir, banyak advokat yang tertangkap tangan melakukan suap dan turut serta dalam korupsi yudisial. Tentunya perbuatan yang dilakukan oleh segelintir oknum ini sangat merugikan dunia profesi advokat pada umumnya. Padahal budaya suatu bangsa tecermin dari perilaku para advokatnya.

Generasi advokat saat ini sangatlah berbeda dengan generasi awal advokat Indonesia yang memegang teguh kode etik profesi dan kepentingan klien. Terlihat dengan jelas bahwa generasi advokat saat ini belum memahami dengan jelas kode etik profesi yang digelutinya. Padahal fungsi, tugas, dan status advokat telah diatur dengan tegas dan jelas, namun belum dapat dilaksanakan dengan baik.

Profesi advokat memiliki idealisme di mana ada nilai keadilan dan kebenaran yang diperjuangkan, jadi bukan semata- mata mencari nafkah saja seperti yang terjadi saat ini dalam dunia profesi advokat. Di sinilah kehadiran organisasi advokat sangat dibutuhkan untuk menjaga mutu dan kualitas dari seorang advokat.

Pada awalnya, ide wadah tunggal organisasi advokat dicetuskan agar organisasi advokat bersatu, solid, dan berwibawa, dan tidak ada campur tangan dari pihak mana pun termasuk pemerintah terhadap organisasi advokat karena profesi advokat adalah profesi yang bebas dan mandiri.

Namun semakin lama, ide wadah tunggal profesi advokat menjadi disalahgunakan dalam misi dan visinya. Sudah merupakan rahasia umum bahwa monopoli organisasi advokat dalam wadah tunggal belum dapat mencetak advokat tangguh dan profesional serta jujur dan bersih seperti advokat era jaman dulu.

Di mana yang dikejar adalah kepentingan materi dan memenangkan kasus dengan berbagai cara yang melanggar etika dan hukum. Persaingan sehat antar advokat adalah yang dibutuhkan di era sekarang, di mana idealnya semua dapat diwujudkan dalam sistem wadah jamak atau biasa disebut dengan sistem multi-bar association.

Dalam sistem multi-bar association, persaingan bebas yang sehat antar organisasi advokat dapat lebih dijaga karena sifat masyarakat Indonesia yang pluralis. Mengingat banyaknya organisasi advokat saat ini dengan berbagai karakteristik advokat di dalamnya, maka advokat-advokat Indonesia tidak dapat dipaksakan berada di bawah naungan satu organisasi advokat wadah tunggal yang pada faktanya saat ini juga sudah terpecah belah.

Persaingan bebas yang sehat antar organisasi advokat diharapkan dapat mencetak advokat yang berkualitas, independen, dan profesional. Ke depannya diharapkan semakin banyak advokat yang berkualitas, jujur, berintegritas tinggi, dan bermutu dalam rangka memberikan jasa hukum kepada masyarakat.

Apalagi saat ini negara-negara sedang memasuki era pasar bebas dan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), di mana sumber daya manusia dituntut untuk bersaing dengan sumber daya manusia internasional. Diharapkan advokat Indonesia mampu bersaing secara fair pula dalam dunia internasional.

Hal-Hal Penting

Di dalam RUU Advokat yang baru, ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan dalam rangka perbaikan mutu advokat ke depan, antara lain pendidikan khusus profesi advokat yang dapat diselenggarakan sendiri oleh organisasi advokat, namun standar pendidikan khusus profesi advokat ditetapkan oleh Dewan Advokat Nasional.

Hal ini tentunya merupakan hal baik. Karena untuk dapat menghasilkan advokat yang mandiri, terampil, profesional, tangguh, dan memenuhi kebutuhan akan pemberian jasa hukum yang berkualitas bagi masyarakat, khususnyapara pencari keadilan (justitiabelen) di dalam era globalisasi yang sarat dengan persaingan,

dapat dilakukan melalui pendidikan advokat dan ujian advokat yang terarah dan bermutu yang diselenggarakan secara nonkomersial melalui kurikulum yang disusun oleh organisasi advokat bekerja sama dengan negara c.q Menteri Hukum dan HAM RI dan Mahkamah Agung RI serta universitas-universitas negeri atau yang disetarakan dengan itu.

Pendidikan dan pelatihan advokat yang diselenggarakan tersebut sebaiknya juga diarahkan kepada kebutuhan praktik dan era globalisasi. Hal ini didukung dengan penentuan standar pendidikan khusus oleh Dewan Advokat Nasional yang terdiri dari unsur praktisi hukum, akademisi, dan anggota masyarakat.

Selain itu, organisasi advokat juga harus berbadan hukum, dan memiliki kepengurusan 100% dari jumlah provinsi, paling sedikit 30% dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan. Jika ditilik secara kritis, harus dipertimbangkan lagi apa maksud dan tujuan dari pasal ini. Apalagi organisasi advokat bukanlah organisasi masyarakat yang bersifat massal, di mana harus memiliki anggota yang ditentukan dari kuantitas, bukan kualitas.

Organisasi advokat tidak bertujuan untuk menarik simpati dan suara dari konstituen sebanyak mungkin (vote getters). Lebih lanjut, dalam RUU Advokat ditegaskan dengan jelas bahwa anggaran pendapatan dan belanja organisasi advokat bersumber dari iuran anggota dan sumbangan yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ini penting, karena sudah seharusnya suatu organisasi advokat tidak mengomersialisasikan organisasinya dalam bentuk apa pun. Sehingga tujuan organisasi advokat untuk dapat menghasilkan advokat yang berkualitas, independen, mandiri, terampil, profesional, tangguh, jujur, dan memberikan jasa hukum yang berkualitas bagi masyarakat, bisa terwujud.

Yang terpenting adalah ketentuan konsep wadah tunggal yang telah dihilangkan di dalam RUU Advokat, sehingga kekuasaan tunggal yang dihasilkan dari wadah tunggal yang berakibat untuk tujuan komersialisasi tersebut juga akan lenyap dalam UU Advokat yang baru nanti.

Apalagi konsep wadah tunggal ini juga tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin hak masyarakat (dalam hal ini termasuk advokat) untuk mendapat perlakuan yang sama (persamaan di hadapan hukum) serta kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul dan mengemukakan pendapat.

Pengembangan Mutu Advokat

Pro dan kontra mengenai pengesahan RUU Advokat yang berada di DPR saat ini terus berlanjut di kalangan advokat Indonesia. Namun yang perlu diperhatikan demi kepentingan profesi advokat adalah bagaimana mengembangkan mutu advokat Indonesia ke depan. Bukan lagi masalah kepentingan pribadi atau golongan demi komersialisasi organisasi advokat.

Untuk itu, harus ada revolusi moral. Ke depannya organisasi advokat harus menjalankan prinsip ”good governance ” dan bersaing secara sehat dalam sistem multi-bar association . Pendidikan berkelanjutan atau continuous legal education harus diimplementasikan dengan baik dalam pengembangan mutu advokat Indonesia. Pelatihan dan training juga harus terus dilaksanakan agar advokat mendapatkan ilmu terbaik di bidangnya.

Seminar atau workshop mengenai kode etik juga penting. Terlebih lagi kode etik profesi advokat harus ditegakkan dan pengaduan pelanggaran kode etik harus diperiksa dan diputus. Kesemuanya itu saat ini tergantung pada pengesahan RUU Advokat di DPR.

Oleh karena itu, DPR harus cepat mengesahkan RUU Advokat dengan sistem multi-bar association karena dengan persaingan bebas nantinya yang diuntungkan adalah pencari keadilan (justitiabelen) dan masyarakat karena akan memperoleh pelayanan hukum secara profesional, jujur, bersih, mengedepankan kepentingan klien, ahli dan memahami hukum dan fungsinya sebagai advokat dengan baik dan luas.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar