Jumat, 24 April 2015

Orang-Orang Berani

Orang-Orang Berani

Rhenald Kasali  ;   Pendiri Rumah Perubahan
KORAN SINDO, 23 April 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Bagi kita nama Muhammad Iqbal mungkin tak punya arti apa-apa. Itu nama yang umum di negara kita, setidak-tidaknya sampai ia menjadi korban penganiayaan. Iqbal adalah petugas satpam stasiun kereta di Pondok Jati, Matraman, Jakarta Timur.

Senin (20/4), saat bertugas jaga, Iqbal melihat seseorang merokok di peron. Ia menegur orang itu. Peron dan stasiun adalah kawasan bebas dari asap rokok–meski tak ada pengumuman resmi di sana. Bukannya berterima kasih, orang yang ditegur tadi malah tersinggung. Iqbal pun ia hujani dengan bogem mentah. Kepalanya dibenturkan dengan tembok peron. Akibatnya, Iqbal terluka parah. Ia dirawat di Instalasi Gawat Darurat RS Cipto Mangunkusumo. Kondisinya sempat kritis.

Kini ia berangsur-angsur pulih dan sudah menjalani rawat jalan. Kalau melihat kondisinya, mungkin sebagian kita akan menganggap Iqbal sebagai pecundang. Buktinya ia babak belur dan bahkan dirawat di rumah sakit. Tapi bagi saya tidak. Sebaliknya Iqbal adalah seorang pemberani. Ia sama sekali bukan pecundang. Malah sebaliknya dialah pemenangnya.

Sekarang saya ajak untuk membayangkan kalau Anda berada pada posisi seperti Iqbal. Anda petugas satpam stasiun dan menemukan seseorang merokok di sana. Beranikah Anda menegur orang itu? Dugaan saya, sebagian kecil mungkin berani.

Tapi, sebagian besar lainnya saya yakin akan memilih bersikap pura-pura tidak tahu atau tahu dan membiarkan orang itu terus merokok. Persis seperti yang saya lihat di Pasar Tanah Abang yang ber-AC. Waktu saya tanya mengapa mereka merokok, mereka hanya pura-pura tidak tahu ada larangan. Lagipula petugasnya juga mendiamkan saja, padahal beberapa menit sekali larangan merokok diucapkan lewat pengeras suara.

Orang Baik Jangan Diam

Saya beri contoh lagi tentang orang-orang yang berani. Anda mungkin lupa-lupa ingat dengan Hubert A Wenas. Dia pernah memodifikasi mobilnya sehingga terlihat kokoh dan kuat. Hubert menamai mobilnya Ichiro. Dengan Ichiro-nya Hubert menertibkan secara paksa para pengendara yang tidak tertib berlalu lintas di jalan raya. Caranya, ia menegur para pengendara tersebut. Kalau masih membandel, ia menyenggolkan Ichiro-nya. Kalau masih membandel juga, ia akan menabrakkan kendaraannya. Mengapa Hubert melakukan itu? Pertama, ia jengkel dengan para pengendara yang berlalu lintas seenaknya sendiri.

Seakan-akan jalan raya adalah milik nenek moyangnya. Kedua, ia jengkel dengan aparat penegak hukum yang terkesan enggan menertibkan para pengendara tadi. Maka, jadilah ia main hukum sendiri. Kita tentu tak sepenuhnya setuju dengan langkah Hubert. Tapi, terlepas dari masalah itu, saya nilai Hubert adalah orang yang berani.

Anda tentu pernah mendengar ungkapan bahwa suatu negara bisa rusak bukan karena banyaknya orang jahat. Di negara ini jumlah orang jahat selalu lebih sedikit ketimbang orang baik. Tapi, mengapa suatu negara bisa rusak? Itu karena orang baik, yang jumlahnya lebih banyak tadi, memilih bersikap berdiam dan membiarkan orang jahat merajalela di depan matanya.

Sekarang saya ajak Anda untuk melihat orang-orang yang berani tadi dalam perspektif yang lain. Lufa Farms bagi Anda mungkin terdengar asing. Perusahaan yang bergerak dalam bidang agroindustri ini didirikan pada 2009 oleh Mohamed Hage dan beberapa koleganya. Visi bisnis Lula Farms adalah ”We grow food where people live and grow it more sustainably.” Bisnis Lufa Farms terbilang unik, yakni pertanian organik tanpa lahan di kawasan perkotaan.

Persisnya di Montreal, Kanada. Hage menyebutnya revolutionizing urban agriculture. Lalu, di mana Hage menanam tanamannya? Ia memanfaatkan atap bangunan (roof top) untuk budi daya tanaman hortikultura. Lokasi di atap ia pilih karena lahan di perkotaan di Montreal sudah sangat terbatas.

Pertimbangan lain, atap menghasilkan panas yang diserap dari aktivitas yang ada pada bangunan di bawahnya. Panas itulah yang ia manfaatkan untuk menghangatkan tanaman, terutama pada saat musim dingin. Uniknya lagi, Lufa Farms memasarkan produknya secara online. Sayur-mayur produksi Lufa Farms dijamin kesegarannya, karena hasil panen pada hari itu juga langsung ia kirimkan ke pembeli.

Saat ini Lufa Farms mampu memasok lebih dari 10% kebutuhan sayur-mayur untuk warga Montreal. Apa yang membuat Hage saya nilai sebagai orang yang berani? Anda tahu, menjadi pengusaha itu tidak mudah. Silakan baca semua referensi. Kesimpulannya kurang lebih akan sama, yakni dari 10 orang yang ingin menjadi pengusaha, 9 di antaranya gagal.

Jadi hanya 1 yang berhasil. Konsep yang Hage tawarkan bercocok tanam di atas atap membuat pilihannya menjadi semakin sulit. Atau setidak-tidaknya membutuhkan modal yang lebih besar. Tapi toh Hage berani mengeksekusi konsep bisnisnya.

Berani, Bukan Nekat

Di dunia ini pengusaha yang seperti Mohamed Hage jumlahnya tidak banyak. Selain mencari keuntungan biar bagaimana Hage seorang pengusaha ia juga menawarkan visi yang lain. Di antaranya konsep pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dunia kita, juga negara kita, membutuhkan banyak orang seperti Hage. Kita membutuhkan banyak orang yang berani.

Kita membutuhkan orangorang yang berani meninggalkan zona nyaman untuk menerobos masuk ke area-area baru yang serba-tidak menentu. Kalau tidak ada orang-orang seperti ini, inovasi akan mandek dan dunia kita berhenti bergerak maju. Inilah yang saya sebut sebagai learning zone. Jadi kita harus keluar dari zona ketakberdayaan yang rutin dan nyaman itu atau perluas zona lama kita dengan belajar hal-hal baru dengan berani.

Belajar hal baru itu butuh keberanian, bukan? Kita juga membutuhkan orang-orang yang berani bersikap tidak populis seperti berani menaikkan harga BBM ketika sebagian besar masyarakat justru ingin harga BBM terus turun. Padahal kita harus berhemat dan mencari alternatifnya, bukan berfoya-foya.

Kita juga membutuhkan orang yang berani mundur dari jabatannya kalau ternyata kinerjanya tidak sesuai dengan harapan. Berani berbeda dengan nekat. Orang berani masih mengenal takut. Orang nekat tidak. Kata Bear Grylls, presenter TV untuk acara-acara yang berbau petualangan, ”Being brave isn’t the absence of fear. Being brave is having that fear but finding a way through it.”

Kita membutuhkan orang yang berani, bukan yang nekat. Orang nekat itu meski gagal mengemban tugasnya, dia tetap saja ngotot ingin bercokol di posisinya. Sudah tahu apa yang dilakukannya salah, tetap saja dia mencari sejuta argumentasi untuk dijadikan pembenar. Benar-benar tidak tahu malu. Anda tahu bukan mereka yang saya maksud. Negara kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang berani. Bukan yang nekat. Apalagi yang tidak tahu malu.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar