Sabtu, 30 Mei 2015

Bersama Memperebutkan Kebenaran

Bersama Memperebutkan Kebenaran

Karyudi Sutajah Putra ; Pegiat Media, tinggal di Jakarta
SUARA MERDEKA, 29 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
PENGAMAT ekonomi Faisal Basri menuduh mantan menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa sebagai biang keladi kekacauan industri bauksit nasional saat ini. Dalam seminar di Jakarta, Senin (25/5/15), mantan ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas itu bahkan menuding yang dilakukan Hatta saat menjabat Menko Perekonomian ada kaitannya dengan langkahnya maju sebagai calon wapres pada Pemilu 2014.

Menurut Faisal, awal 2014 peranan Hatta melarang ekspor mineral mentah, termasuk bauksit, sangat besar. Berbagai pembahasan aturan pelarangan ekspor bauksit dibahas dengan berbagai menteri terkait di kantor Menko Perekonomian. Akhirnya, Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2014 terbit pada 12 Januari 2014. Aturan ini membuat industri bauksit nasional hancur lantaran semua perusahaan bauksit tak lagi diperbolehkan mengekspor sebagai bahan mentah pembuatan aluminium. Pelarangan ekspor bauksit itu, menurut Faisal, merupakan permintaan perusahaan aluminium terbesar Rusia, UC Rusal, yang saat itu berencana investasi di Indonesia membuat pabrik pengolahan bauksit (smelter alumina) di Kalimatan. Akibat pelarangan ekspor bauksit itu, pasokan 40 juta ton bauksit dari industri nasional untuk dunia internasional menghilang. Dampaknya, harga alumina UC Rusal di dunia internasional melonjak.

Sebaliknya, industri bauksit nasional kehilangan potensi devisa Rp 17,6 triliun per tahun, penerimaan pajak Rp 4,09 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 595 miliar. Namun, tuduhan Faisal Basri dibantah Hatta Rajasa. Mantan ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menilai tudingan Faisal itu sebagai fitnah. Melalui akun Twitter-nya, @hattarajasa, Senin (25/5/15), ia menjelaskan pelarangan ekspor mineral mentah merupakan perintah UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.

UU ini memerintahkan semua pelaku usaha pertambangan, dalam 5 tahun berlakunya UU ini, agar ekspor hasil tambang harus sudah dimurnikan dulu di Tanah Air. Sebelum ini, Menteri ESDM Sudirman Said juga menyerang Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke-6 yang juga besan Hatta Rajasa. Sudirman munuding pemberantasan mafia minyak dan gas (migas), termasuk rencana pembubaran Petral, anak perusahaan Pertamina, selalu berakhir di meja SBY.
Namun, SBY membantah tudingan itu. Para loyalis SBY bahkan mengancam melaporkan Sudirman ke polisi dengan tuduhan mencemarkan nama baik dan fitnah sebagaimana dimaksud Pasal 310 dan 311 KUHP.

Asas Kesetaraan

Mengapa orang-orang di lingkaran kekuasaan Presiden Joko Widodo menyerang dan mencari-cari kelemahan pemerintahan sebelumnya? Apakah ini untuk menutup-nutupi kelemahan pemerintahan saat ini dengan mencari kambing hitam?

Inilah pertanyaan yang kerap disampaikan pendukung SBY. Maka, demi kebenaran, tanpa mengurangi bobot SBY dan Hatta sebagai negarawan, langkah hukum kiranya perlu mereka tempuh. Bila tidak, tudingan terhadap mereka dianggap sebagai kebenaran. Ingat, kebohongan yang disampaikan berulang-ulang akan dianggap sebagai kebenaran. Sebaliknya, bila memang Faisal dan Sudirman merasa benar, plus punya data maka jangan sampai surut. Teruslah menyampaikan kebenaran kendati berisiko pahit. Jeratan hukum adalah risiko perjuangan. Sebaliknya, bila Faisal dan Sudirman tidak membongkar tuntas apa yang mereka tuduhkan maka bisa dianggap sekadar pencitraan, bahkan ujung-ujungnya bisa dianggap memfitnah dan mencemarkan nama baik.

Keduanya juga bisa dituduh melakukan kebohongan publik. Faisal dan Sudirman tidak boleh terjebak falsafah mikul dhuwur mendhem jero yang kadang diterapkan tidak pada tempatnya. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada SBYdan Hatta, kalau memang kedua tokoh ini melakukan kesalahan, harus diminta pertanggungjawaban, sesuai prinsip kesetaraan di muka hukum.

SBY merasa gerah. Bukan kali ini saja SBY disalahkan. Soal harga BBM, Ketua Umum Partai Demokrat ini juga disalahkan lantaran tidak mau menaikkannya, dan hal itu dituding demi pencitraan. Sebab itu, tuduhan yang dilontarkan Faisal dan Sudirman hendaknya dijadikan momentum bagi SBY dan Hatta untuk membersihkan nama baik. Keduanya tidak boleh berpangku tangan dengan berprinsip becik ketitik ala ketara.

Kebenaran harus ditegakkan, dan tak jarang harus diperebutkan. Pun, tulisan ini disajikan bukan untuk memprovokasi pihak-pihak yang bertikai, melainkan semata-mata demi mengungkap kebenaran agar ke depan negeri ini diurus dengan benar. Langkah hukum adalah cara paling beradab untuk menyelesaikan pertikaian dan memperebutkan kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar