Jumat, 29 Mei 2015

Ijazah Palsu dan Pembajakan UUD 1945

Ijazah Palsu dan Pembajakan UUD 1945

Siti Muyassarotul Hafidzoh  ;  Peneliti pada Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
MEDIA INDONESIA, 28 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
KASUS ijazah palsu masih menjadi batu sandungan dalam proses kemajuan pendidikan di Indonesia. Kasus terbaru terungkap dari razia Menristek Dikti, M Nasir. Ia yang menemukan kasus ijazah abal-abal dalam suatu perguruan tinggi baru-baru ini. Tragedi ijazah palsu sebenarnya bukan `lagu' baru dan sudah menjadi bisnis dalam dunia pendidikan. Ternyata, kasus ijazah palsu sudah banyak beredar dengan gamblang di berbagai situs di internet. Sebuah situs yang bermain dalam bisnis itu mengaku bisa membuat ijazah palsu untuk level S-1, S-2, Akta IV, dan Toefl. Iklannya pun sangat bombastis.

Banderol harga yang diberikan pelaku bergantung pada tingkat pendidikan yang di minta. Semakin tinggi level gelar, makin banyak pula si pemesan ijazah abal-abal itu dalam mengorek isi kantongnya. Level S-1, misalnya, dipatok harga Rp12,5 juta-Rp17,5 juta, bergantung pada nama universitas dan jurusan yang diinginkan. Sementara itu, untuk S-2 berkisar Rp18 jutaRp27,5 juta.
Berbagai situs di internet juga menyajikan banyak pilihan, sesuai dengan selera pemesan. Semua disajikan secara gamblang tanpa ditutuptutupi sedikit pun.

Pendidikan bukan pasar

Ijazah abal-abal sudah diperjualbelikan untuk memenuhi selera nafsu dan mencederai hakikat pendidikan kita. Itu merupakan bentuk nyata pembajakan UUD 1945. Pendidikan menjadi ajang `jual beli' persis seperti di pasar. Yang ditawarkan di situ sesuai dengan selera setiap orang, bukan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional kita. Karena terjebak dalam proses `jual beli', pendidikan menjadi pasar yang menghalalkan segala cara untuk menyukseskan hal yang diinginkan.

Pendidikan kita bukanlah pasar. Tragedi jual beli ijazah saja sudah terlarang, apalagi itu ijazah palsu alias abal-abal.Komersialisasi atau praktik jual beli ijazah palsu benarbenar telah merusak tatanan pendidikan kita. Bukan itu saja, jual beli ijazah palsu juga merusak mental masyarakat Indonesia. Praktik demikian itulah yang merusak karakter bangsa sehingga bangsa ini selalu dihinggapi berbagai keraguan dan kepalsuan dalam tingkah laku berbangsa dan bernegara.

Menurut Prof Irwan Prayitno (2010), prinsip pendidikan kita ialah prinsip nirlaba. Prinsip nirlaba mestinya menjadi ruh dalam penyelenggaraan pendidikan nasional sehingga diharapkan bisa mencegah terjadinya praktik komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan. Prinsip nirlaba dalam penyelenggaraan pendidikan menekankan bahwa kegiatan pendidikan tujuan utamanya tidak mencari laba, tetapi sepenuhnya untuk kegiatan meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.

Peraturan perundang-undangan dalam sistem pendidikan nasional mestinya dapat mengatur bahwa segala kekayaan dan pendapatan dalam pengelolaan pendidikan lembaga pendidikan dan satuan pendidikan dilakukan secara mandiri, transparan, dan akuntabel, serta digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kepentingan peserta didik dalam proses pembelajaran, pelaksanaan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat bagi satuan pendidikan tinggi, dan peningkatan pelayanan pendidikan.

Menegakkan UUD 1945

Jelas sekali bahwa praktik jual beli ijazah mencederai UUD 1945. Simak saja ketegasan UUD 1945 (versi amendemen), Pasal 31 Ayat 3 yang menyebutkan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.“ Pasal 31 Ayat 5 UUD 1945 juga menyebutkan “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.“

Penjabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Pasal 3 UU itu menyebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.“

Saatnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan koordinasi yang tepat dengan kepolisian RI untuk mengusut tuntas berbagai tragedi jual beli ijazah palsu. Pemerintah butuh terobosan-terobosan spektakuler sehingga kasuskasus yang mencederai spirit UUD 1945 itu segera berakhir dan pendidikan nasional kita bersegera mencetak kaderkader unggul yang akan membawa perubahan mendasar untuk Indonesia.

Penegakan tujuan pendidikan dalam UUD 1945 menjadi agenda serius bagi Kemendikbud. Hal itu disebabkan bukan kasus jual beli ijazah palsu saja yang merusak pendidikan kita, melainkan banyak kasus lain yang juga sangat serius, misalnya, banyaknya korupsi yang dilakukan kaum berdasi. Penegakan pendidikan karakter harus segera dijadikan kampanye besar-besaran di semua lembaga pendidikan dan perguruan tinggi. Pendidikan karakter akan menjadikan bangsa ini kembali bermartabat sesuai dengan spirit Pancasila dan UUD 1945.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar