Kamis, 28 Mei 2015

Makna Pengakuan Vatikan atas Palestina

Makna Pengakuan Vatikan atas Palestina

Tom Saptaatmaja  ;  Alumnus St. Vincent de Paul
KORAN TEMPO, 27 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
Vatikan secara resmi mengakui negara Palestina dalam perjanjian baru pada  Rabu, 13 Mei 2015.  Perjanjian itu merupakan dokumen hukum pertama antara Takhta Suci dan negara Palestina, serta merupakan pengakuan diplomatik resmi bahwa negara Palestina memang ada (Tempo.co,13/5).

Dengan pengakuan tersebut, Vatikan ikut bergabung dengan 135 negara lainnya yang juga telah mengakui negara Palestina. Meski membuat berang Israel, bukan berarti Vatikan mencampakkan negara itu.

Pengakuan Vatikan mengacu pada solusi yang ditawarkan PBB untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Seperti diketahui, pada 29 November 1947, PBB menerapkan resolusi 181 (II), atau yang dikenal dengan nama Partition Resolution. Resolusi ini mengatur pembagian Palestina menjadi dua  negara, yakni negara Israel dan Palestina, dengan Yerusalem sebagai "corpus separatum" kedua wilayah. Mempertimbangkan Israel sudah menjadi negara yang diakui oleh Vatikan pada 1983, sedangkan Palestina belum merdeka, Vatikan tergerak untuk memberikan pengakuan.

Apalagi, Vatikan-Palestina sebenarnya sudah lama menjalin  relasi dan komunikasi. Ketika masih bernama "Palestine Liberation Organization" atau  PLO, yang dicap sebagai organisasi teror oleh Israel dan Barat, Vatikan berani  mengakui PLO pada 1984. Pemimpin PLO, Yasir Arafat, dengan  penasihat pribadinya, pastor Ibrahim Iyad, biasa bertemu dengan  paus, dari Paus Yohannes Paulus II hingga Paus Benediktus XVI. Kini, Paus Fransiskus juga kerap bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang menjadi penggganti Arafat.

Itu makna di level politik. Pada level agama, Takhta Suci, sebagai pusat bagi 1,2 milyar umat katolik di seluruh dunia, juga sadar akan pentingnya Palestina. Sebab, Yesus lahir di Betlehem 2.000 tahun silam. Saksi pertama kelahiran itu termasuk orang-orang Palestina. Umat kristiani Palestina, yang tinggal ratusan ribu orang karena jutaan lainnya terusir dari tanah leluhurnya, punya arti signifikan bagi Vatikan.  Di Palestina juga ada gereja kelahiran Yesus (Nativity), yang sudah diakui UNESCO sebagai warisan dunia.

Seiring dengan pengakuan atas negara Palestina, Paus Fransiskus juga mengkanonisasi dua orang Palestina menjadi orang suci (santa), yakni Suster Mariam Bawardy (1846-1878) dan Suster Marie Alphonsine Danil Ghattas (1843-1927), pendiri Kongregasi Suster-suster Rosario Mahakudus. Keduanya mengarah ke Palestina (Arab).

Di atas semua itu, Vatikan juga jelas amat berkepentingan dengan Yerusalem (Al-Quds dalam bahasa Arab atau Yerushalayim dalam bahasa Ibrani) agar menjadi kota terbuka, khususnya bagi umat Kristen dan Islam. Sebab, Yerusalem adalah kota suci bagi umat Islam karena ada Dome of the Rock dan Masjid Al-Aqsa. Di  kota berpenduduk 724 ribu jiwa dengan luas 123 kilometer persegi itu, juga  ada  kompleks Makam Kudus yang disucikan umat Kristen.

Kita tahu bahwa pemerintah Israel amat ngotot menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota resminya. Sikap ngotot ini bisa saja kelak  menutup akses ke Yerusalem bagi umat Kristiani atau Islam. Padahal, PBB sudah menyatakan Yerusalem sebagai kota internasional. Kita berharap saja pengakuan Vatikan  kian mempercepat kemerdekaan penuh bagi Palestina.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar