Minggu, 24 Mei 2015

Menanti Lahirnya UU Perbukuan

Menanti Lahirnya UU Perbukuan

Maman Suryaman ;  Dosen pada Universitas Negeri Yogyakarta
MEDIA INDONESIA, 23 Mei 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

DUA puluh tahun lalu, tepatnya saat Kongres Nasional I 1995 tentang perbukuan, telah diluncurkan rekomendasi akan pentingnya pengaturan sistem perbukuan nasional. Kini, kita dihadapkan betapa negeri ini masih rabun dan buta. Gejolak politik, sosial, ekonomi, birokrasi, kelautan, pertanian, pertahanan, kemanusiaan, hukum, dan entah apa lagi, menjadi penyakit yang akut menimpa bangsa. Semua elemen bangsa seakan menghadapi masa suram dengan menafsirkan sendirisendiri kata dan wacana tanpa landasan yang benar.

Kita masih tidak yakin bahwa buku merupakan landasan itu. Buku dipandang sebagai salah satu komponen penting bagi terciptanya kecerdasan bangsa. Keberaksaraan, budaya baca-tulis, kompetensi berpikir, dan kecerdasan rohani akan tumbuh melalui buku.

Pertanyaannya ialah ”Apakah buku sudah diintegrasikan ke sistem nilai budaya berbagai kelompok di Indonesia, atau barangkali masih menjadi unsur asing yang sekadar ditimpakan ke atas kebudayaan-kebudayaan di Indonesia?” 

Tentulah hal demikian harus diciptakan agar buku secara sosial kemasyarakatan dapat menjadi produksi budaya, tingkah laku budaya, dan proses produksi budaya dengan menumbuhkan budaya keberaksaraan.

Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia

Indonesia merupakan negara yang dipersiapkan menjadi bangsa cerdas. Amanat itu sangat penting diimplementasikan sehingga masyarakat dapat belajar sepanjang hayat dan keberaksaraan dapat diwujudkan. Syaratnya, buku harus menjadi kebutuhan masyarakat. Bangsa-bangsa di dunia telah menyadarinya sepenuh hati sehingga lahir kesepakatan Dakar (Global Monitoring Report 2006) tentang literacy for life, yaitu keberaksaraan dan belajar sepanjang hayat merupakan hak seluruh umat manusia, tidak hanya karena alasan moral, tetapi juga untuk menghindari hilangnya potensi manusia dan kapasitas ekonomi.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, peran dan kedudukan buku akan menjadi landasan yang kuat bagi terealisasinya visi Indonesia 2030 (lima besar ekonomi dunia, sedikitnya 30 perusahaan Indonesia akan masuk daftar 500 perusahaan besar dunia, pengelolaan alam yang berkelanjutan, dan terwujudnya kualitas hidup modern yang merata).

Visi Indonesia 2030 tanpa didukung sumber daya manusia yang tangguh serta sarana dan prasarana yang memadai amatlah sulit. Menurut prediksi IMF, pada 2040 Indonesia belum dapat masuk ke dalam 10 besar ekonomi dunia. Penyebabnya ialah sistem pendidikan kita yang tanpa buku.

Sistem pendidikan yang demikian tidak dapat diharapkan menunjang pembangunan bangsa, tetapi hanya akan melahirkan masalah-masalah baru, seperti unprepared and unskilled educated young. Bahkan, pada 1965, F. Harbinson dan C.A. Myers, melalui bukunya Manpower and Education, menyimpulkan bahwa “Bila suatu negara tidak dapat mengembangkan sumber daya manusianya, negara itu tidak akan dapat mengembangkan apapun, baik sistem politik yang modern, rasa kesatuan bangsa, maupun kemakmuran.”

Hal tersebut benar adanya. Para pemimpin negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, India, dan Tiongkok betul-betul meletakkan fondasi pendidikan (dengan buku sebagai komponen utama) sebagai dasar pembangunan di abad ke-21 ini.

Pada kenyataannya, sering kali buku hanya dipandang sebelah mata. Sebagai ilustrasi, UNESCO menetapkan parameter, yaitu menyangkut jumlah buku yang diterbitkan per 1 juta orang penduduk suatu negara jika dibandingkan dengan keseluruhan jumlah penduduk. Angka rata-rata judul buku baru per 1 juta orang ialah 55 judul untuk negara berkembang dan 513 judul untuk negara maju. Jika dikaitkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai kurang-lebih 250 juta jiwa, seharusnya telah tersedia buku baru sebanyak 9.250. Indonesia baru mencapai 6.000 judul. Artinya, hanya ada 19 judul buku baru per 1 juta penduduk.

Produksi buku kita belum seperti yang diharapkan meskipun telah lahir jutaan sarjana dalam berbagai bidang. Kualitas dan kuantitas buku kita masih menduduki ranking bawah bila dibandingkan dengan produksi buku-buku di ASEAN. Apalagi, bila dibandingkan dengan negara-negara maju.

Mari kita lihat pengalaman India di dalam mengelola perbukuannya. India merupakan salah satu negara di Asia yang diprediksi akan menjadi raksasa baru Asia dan calon pemain utama dunia. Dalam berbagai laporan global, India diprediksi akan menempati urutan ke-3 besar ekonomi dunia pada 2040. Salah satu fokus yang telah dikembangkan India ialah industri perbukuan. Upaya itu mendapatkan pengakuan dunia internasional terhadap industri perbukuan India.

Berawal dari reformasi di negeri ini, masalah perbukuan juga menjadi bagian yang harus diregulasi. Implikasi yang dapat dirumuskan agar buku dapat ditempatkan pada posisinya yang sangat penting di dalam kebijakan perbukuan nasional ialah diperlukannya dorongan bagi para penulis, pengarang, penerjemah, penyadur, pengusaha industri perbukuan, pengusaha toko buku, masyarakat pengguna buku, dan sebagainya, untuk mengembangkan buku sebanyak-banyaknya dan sebagus-bagusnya. Kemudian, didirikannya penerbitan yang kuat dengan tenaga penyunting yang kompeten dan dikembangkannya sistem distribusi yang cepat melalui toko buku konvensional atau toko buku internet. Di samping itu, ditumbuhkan dan dikembangkan minat baca-tulis, daya beli, dan perpustakaan.

Untuk mencapai cita-cita dan pikiran-pikiran sehingga dapat diwujudkan secara nyata di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, diperlukan pengembangan sistem perbukuan yang tangguh. Sistem itu akan menjadi acuan di dalam pengembangan berpikir, sosial, politik, pertanian, hukum, birokrasi, dan industri perbukuan. Mari kita tunggu keseriusan pemerintah dan DPR untuk segera melahirkan UU sistem perbukuan karena sudah 20 tahun harapan itu diamanatkan kepada para penyelenggara negeri ini. Hal itu bertujuan agar kita tidak menjadi bangsa yang buta dan rabun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar