Senin, 29 Juni 2015

Mobilisasi Dana Dalam Negeri

Mobilisasi Dana Dalam Negeri

  Nugroho SBM  ;   Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB)
Universitas Diponegoro
SUARA MERDEKA, 13 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

SAAT ini, ekonomi Indonesia lebih banyak bergantung pada dana dana asing, yang bisa ditunjukkan lewat beberapa indikator. Pertama; tahun 2015 kepemilikan asing di pasar saham mencapai 64,3%.

Kedua; hal sama terjadi di pasar obligasi, 70% transaksi dilakukan pemilik modal asing. Ketiga; dominasi asing di pasar Surat Utang Negara (SUN) ditunjukkan oleh besarnya transaksi, yaitu Rp 507,6 triliun atau 38,6% dari total SUN per April 2015. Celakanya, ada kecenderungan uang milik pemodal asing itu makin lama makin berubah bentuk menjadi ”uang panas”.

Semestinya, ekonomi yang baik meskipun bergantung pada dana milik asing, dana itu seiring berjalannya waktu makin ditempatkan dalam bentuk investasi asing langsung atau penanaman modal asing (PMA). Tahun 2014 modal asing yang masuk sebagai PMA tercatat 25,686 miliar dolar AS. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2013 sebesar 23,407 miliar dolar AS. Namun dana asing yang masuk sebagai ”uang panas” atau investasi portofolio juga meningkat lebih besar.

Kalau tahun 2013 dana asing dalam bentuk investasi portofolio 12,148 miliar dolar AS maka tahun 2014 meningkat drastis jadi 23,407 miliar dolar AS atau meningkat hampir 100% dan makin mendekati investasi asing langsung atau PMA. Ketergantungan terhadap dana asing tersebut membuat ekonomi Indonesia sangat berisiko.

Selain itu, kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menjadi beban tersendiri mengingat beban impor dan utang luar negeri masih tinggi. Per Februari 2015, utang luar negeri Indonesia 298,888 miliar dolar AS, terdiri atas utang pemerintah 134,755 miliar dolar AS dan swasta 164,133 miliar dolar AS. Sebenarnya potensi dana milik orang Indonesia cukup besar.

Survei Mac Kinsey dan Mandiri Institute menunjukkan dana warga kita yang diparkir di Singapura 200 miliar dolar AS, dan 150 miliar dolar AS di antaranya ditempatkan di aset keuangan. Ini sebenarnya potensi sangat besar untuk menggantikan ketergantungan pada dana asing yang berisiko tinggi.

Ada dua kebijakan yang bisa diambil berkait fenomena tersebut. Pertama; mengubah dana asing dari investasi portofolio ke investasi langsung. Kedua; memobilisasi dana dalam negeri guna mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan awal yang bisa diambil adalah bagaimana mengubah dana asing dari investasi portofolio atau ”uang panas” menjadi investasi langsung. Untuk itu dibutuhkan kebijakan agar pemilik dana asing lebih tertarik menanamkan modal berupa investasi langsung, dan bukannya investasi portofolio.

Pembebasan Pajak

Pertama; ada arah kebijakan ekonomi yang membuat investor nyaman menanamkan modal, dan ini sudah dilakukan pemerintahan Jokowi-JK. Kedua; pembangunan infrastruktur secara besar-besaran perlu dipercepat.

Bila perlu mengubah kebijakan yang menghambat meski bertujuan baik semisal mencegah korupsi. Ketiga; memberantas praktik ekonomi biaya tinggi dalam bentuk pungutan resmi dan tidak resmi, terutama di daerah.

Kebijakan lain adalah memobilisasi dana milik warga Indonesia yang selama ini ”menganggur” dan diparkir di luar negeri. Bagaimana memulangkan dana tersebut semisal dengan membebaskan pajak andai dana itu ditanam sebagai tabungan atau deposito. Setelah dana itu pulang, bagaimana mendorong dana itu jadi investasi langsung.

Langkah lain adalah melakukan pendalaman di sektor keuangan (financial deepening) dengan menawarkan berbagai instrumen keuangan alternatif untuk masyarakat agar dapat menempatkan dananya, selain cara tradisional seperti tabungan dan deposito. Dangkalnya sektor keuangan Indonesia terlihat pada 77% aset sektor keuangan ada di perbankan. Itu pun lebih dari separuh penduduk belum memiliki rekening tabungan dan hanya 17% penduduk meminjam kredit dari bank.

Padahal ada pasar modal dan pasar surat utang yang menawarkan alternatif. Pihak pemerintah di pasar modal perlu menciptakan instrumen baru seperti obligasi dengan berbagai termin waktu jatuh tempo. Kebijakan bank tanpa kantor (branchless banking), uang elektronik atau uang nontunai, dan lain-lain perlu diteruskan. Dengan berbagai langkah itu maka dana milik warga Indonesia bisa dimobilisasi dan ditransmisikan ke sektor riil sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar