Kamis, 16 Juli 2015

Geliat (Sesaat) Ekonomi Lebaran

Geliat (Sesaat) Ekonomi Lebaran

Mukhamad Misbakhun ;  Anggota Komisi XI DPR RI
                                                         JAWA POS, 13 Juli 2015        

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

PERAYAAN Idul Fitri tidak sekadar dimaknai sebagai salah satu ritual besar dalam tradisi keislaman. Lebaran juga tergambar sebagai aktivitas sosial kemasyarakatan yang menyisakan fenomena ekonomi yang cukup signifikan. Betapa tidak, bahkan sejak awal dimulainya ibadah puasa, aktivitas ekonomi sudah mengalami pergerakan, merangkak naik hingga membubung menjelang Lebaran.

Ritualitas keagamaan telah terkemas secara komersial. Perayaan kesuksesan dalam menjalani ujian puasa diiringi hiruk pikuk ekonomi transaksional. Pada gilirannya, kebutuhan mengalami peningkatan seiring dengan penyebaran dana di masyarakat. Faktor sosiokultural telah memengaruhi peningkatan konsumsi di mana Lebaran menjadi variabel penting penggerak ekonomi.

Potensi Pertumbuhan

Secara teoretis, geliat ekonomi dipengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Momentum Idul Fitri terkonversi dalam laku sosiokultural sekaligus kebijakan yang berimplikasi pada pendapatan ekonomi. Beberapa implikasi tersebut bisa dilihat dari berbagai aspek.

Pertama, kebijakan pemerintah. Kenaikan harga direspons dengan kebijakan pembayaran gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil, Polri, dan TNI. Pihak swasta dan elemen masyarakat pun tidak lupa berkontribusi dalam pemberian tunjangan hari raya (THR). Libur kerja, cuti Lebaran, serta liburan sekolah juga menambah potensi transaksi.

Kedua, penyebaran dana. Bank Indonesia (BI) telah mengantisipasi kemungkinan penyebaran dengan langkah positif berupa penyediaan uang tunai sebesar Rp 125 triliun, lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang mencapai Rp 118 triliun (14,7 persen setiap tahun). Angka itu menunjukkan tingginya daya konsumsi masyarakat yang ditandai dengan adanya lonjakan permintaan sejak awal Ramadan di berbagai sektor.

Ketiga, redistribusi pendapatan. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah memperkirakan jumlah pemudik 2015 mencapai 20.002.724 jiwa. Angka tersebut meningkat 1,96 persen dari tahun sebelumnya (19.618.530 jiwa). Peningkatan jumlah itu menyebar di seluruh moda transportasi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada moda transportasi kereta api. Kemenhub juga memprediksi penggunaan sepeda motor pada mudik Lebaran 2015 meningkat dari tahun lalu. Masyarakat masih menganggap kendaraan roda dua lebih praktis dan ekonomis.

Aspek transportasi berjalin erat dengan tradisi mudik tahunan. Mudik tidak hanya mempertemukan masyarakat dari keterpisahan, namun juga menjadi ajang perputaran ekonomi itu sendiri. Sentra-sentra ekonomi terbesar di pusat-pusat pemerintahan, industri, dan perdagangan menyalurkan transaksi ke segenap wilayah di seluruh Indonesia.

Aktivitas mudik serta arus balik secara langsung menciptakan perputaran uang yang begitu besar dan cepat ( velocity of money). BI memprediksi sebaran uang tunai tertinggi terjadi di Pulau Jawa, kecuali Jakarta, sebesar 32 persen, diikuti Kota Jakarta (29 persen), Sumatera (20 persen), Bali dan Nusa Tenggara (11 persen), serta Kalimantan (8 persen).

Meskipun data BI menunjukkan bahwa sebaran uang tunai periode Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini masih didominasi wilayah-wilayah di Pulau Jawa, mudik Lebaran tetap berkontribusi dalam menciptakan redistribusi pendapatan ke daerah-daerah. Dengan adanya redistribusi pendapatan, idealnya mudik dapat menimbulkan multiplier effect bagi keseimbangan pembangunan kota-daerah melalui pertumbuhan investasi dan pembangunan di daerah.

Kiranya redistribusi juga menjadi bahan untuk menjawab persoalan ketimpangan distribusi pendapatan. Meski pemerintah sejauh ini telah berupaya keras mendorong investasi di daerah serta mendukung terciptanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, warisan model pembangunan yang terlalu terkonsentrasi pada kota berdampak pada konsentrasi tenaga kerja dan penduduk.

Maksimalisasi potensi yang tersebut di atas tentu saja memiliki dampak signifikan. Paling tidak, memicu gairah ekonomi di tengah kelesuan pertumbuhan menjelang kuartal II 2015. Kebijakan ekonomi yang diterapkan pihak pemerintah maupun pihak swasta telah memberikan efek yang besar meski cenderung sesaat. Namun, dalam suasana ekonomi yang sedang tertekan, kekuatankekuatan yang berada di balik krisis menjadi termaksimalkan.

Distribusi dan Ketersediaan Pasokan

Momentum Ramadan dan Idul Fitri telah diantisipasi dengan baik oleh pemerintah dengan memastikan ketersediaan pasokan kebutuhan masyarakat. Pemerintah melakukan pemantauan harga di tingkat masyarakat dan operasi pasar serta sejumlah kebijakan dalam pengendalian harga kebutuhan pokok. Sejauh ini upaya tersebut cukup berhasil, terutama bila mengacu pada tren kenaikan harga sejumlah bahan pokok yang relatif stabil dan tidak terlalu bergejolak.

Kementerian Perdagangan, misalnya, telah melakukan antisipasi dengan menekan harga daging sapi agar tak melambung tinggi. Salah satu upayanya ialah mengeluarkan izin impor 29 ribu ekor sapi siap potong untuk menstabilkan harga daging selama Ramadan dan Idul Fitri.

Dukungan dari sisi regulasi juga turut membantu dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Meski pada awalnya mengundang keraguan, sejauh ini perpres tersebut mampu mengendalikan gejolak harga selama bulan Ramadan.

Karena itu, tindak lanjut upaya tersebut harus dibarengi upaya monitoring dan pengendalian kelancaran distribusi maupun ketersediaan barangbarang kebutuhan pokok sehingga potensi kenaikan harga akibat tersendatnya distribusi dapat dicegah. Untuk tujuan itu, pemerintah sebaiknya memastikan seluruh jajarannya, baik di pusat maupun daerah, mampu berkoordinasi dengan para pelaku usaha dalam menjaga kelancaran pasokan.

Tantangan terbesar dari semua itu adalah bagaimana potensi-potensi ekonomi tersebut juga memberikan manfaat dan nilai tambah yang jauh lebih besar, melampaui kecenderungan dan geliat sesaat. Tradisi mudik diharapkan tidak hanya menjadi ajang konsumerisme serta pamer keberhasilan yang pada akhirnya justru memacu peningkatan urbanisasi. Untuk itu, diperlukan kesadaran semua pihak agar tradisi mudik dapat dimanfaatkan sebagai momentum pembangunan daerah.

Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan situasi ekonomi saat ini dengan mencari celah-celah dari kekuatan ekonomi masyarakat yang tersembunyi. Ajang pertemuan dengan sanak keluarga dan masyarakat lokal bisa menghasilkan terobosanterobosan ekonomi baru yang bersumber dari potensi-potensi kedaerahan masing-masing. Seperti halnya dengan menghimpun remitansi dalam bentuk uang, barang, atau modal kerja. Sehingga paradigma ekonomi di daerah bisa lebih menjanjikan ketimbang sekadar berharap pada sentra-sentra ekonomi di perkotaan.

Kita berharap momentum religiusitas mampu berdampak pada kehidupan riil masyarakat. Secara khusus, pemerintah dapat memanfaatkan situasi ini sebagai pendorong dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi 2015 agar target dalam APBNP 2015 sebesar 5,7 persen dapat tercapai. Pada akhirnya, bulan Ramadan akan membawa berkah. Tidak hanya berbuah ganjaran pahala bagi diri pribadi, tapi juga bagi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Selamat merayakan Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar