Kamis, 30 Juli 2015

Rasa Iri Tanpa Kedengkian

Rasa Iri Tanpa Kedengkian

Rene L Pattiradjawane ;  Wartawan Senior Kompas
                                                           KOMPAS, 29 Juli 2015          

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Kunjungan perkenalan Presiden Joko Widodo ke Singapura harus menjadi momentum penting bagi Indonesia, sekaligus memproyeksikan kebijakan luar negeri presiden yang baru bekerja sepuluh bulan ini tentang hubungan bertetangga baik ataupun komitmen Indonesia pada organisasi antarbangsa ASEAN. Diharapkan Presiden RI ini juga melanjutkan kunjungan keliling ke negara ASEAN lainnya.

Kenapa? Karena dalam perubahan geopolitik kawasan Asia Tenggara menghadapi kebangkitan Tiongkok dan pembentukan kebijakan poros dalam rangka perimbangan ulang kehadiran Amerika Serikat sebagai negara adidaya di kawasan ini, berbagai perubahan penting terjadi. Tidak hanya menyangkut perlombaan senjata di negara-negara Asia Tenggara, tetapi juga pembentukan ulang pangkalan-pangkalan asing di kawasan ini.

Kita kembali kepada suasana Perang Dingin ketika ASEAN baru terbentuk dan Perang Vietnam masih berkecamuk. Payung keamanan yang disediakan AS di Asia sejak berakhirnya Perang Korea menjadi faktor menguntungkan ASEAN membangun kerja sama tanpa terpengaruh pada keberpihakan dalam persaingan blok kekuatan dan ideologi.

Ada beberapa faktor yang kerap dilupakan, yang menjadi pertimbangan penting terbentuknya suasana kondusif regional yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi nasional dan regional berkembang sangat pesat, bahkan di tengah gejolak krisis ekonomi dan keuangan dunia. Pertama, salah satu semangat ASEAN adalah menjaga kebersamaan yang dibentuk melalui kerangka multilateral di kawasan ketika menghadapi berbagai persoalan keamanan. Baik di antara ASEAN maupun berhadapan dengan kekuatan di luar kawasan.

Semua keputusan penting menyangkut masalah politik, ekonomi, ataupun keamanan dilakukan berdasarkan ”Jalan ASEAN” yang unik dan tidak memiliki preseden pada organisasi multilateral lainnya di dunia. Cara ini ternyata efektif mampu menghadirkan konsep Zona Perdamaian, Bebas, dan Netral (ZOPFAN) yang selama ini dilupakan, tetapi tanpa disadari melestarikan semangat yang membentuk pilar penting bagi arsitektur keamanan ASEAN.

Kedua, asas kebersamaan ASEAN, baik sebagai organisasi regional maupun dalam tatanan hubungan bilateral, ternyata mampu menumbuhkembangkan saling pengertian dan kepercayaan yang menjadikan organisasi regional ini mampu menghadapi berbagai tantangan, seperti krisis keuangan Asia 1997. Asas ini memperkuat keteguhan pentingnya hubungan bertetangga dengan baik menjadi kawasan Asia Tenggara dengan kekuatan populasi mencapai sekitar 600 juta orang, sangat kondusif bagi kerja sama ekonomi regional dan multilateral.

Dalam hubungan bilateral dengan Singapura, banyak persoalan muncul, tetapi tak menjadi hambatan serius mengancam hubungan kedua negara. Ada rasa iri di Indonesia melihat Singapura yang wilayah dan populasi penduduk sangat kecil dibandingkan negara ASEAN lain, dan menjadi tempat pelarian berbagai kepentingan dari Indonesia (khususnya keuangan), tetapi sangat kaya dalam skala global di berbagai bidang.

Namun, rasa iri ini tidak sampai menimbulkan kedengkian. Bahkan, kedua pihak berusaha mencari kesamaan yang saling menguntungkan. Kita menyambut secara antusias pemberian sertifikasi Teknis dan Pelatihan Kejuruan Program Galangan Kapal ketika Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden Singapura Tony Tan Keng Yam. Singapura adalah salah satu di antara empat negara Asia yang memiliki teknologi pembuatan kapal terbaik di dunia, yang bisa mendukung Indonesia mengembangkan kembali kejayaan maritimnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar