Rabu, 26 Agustus 2015

Wakaf Tunai untuk Pengendalian Harga Daging

Wakaf Tunai untuk Pengendalian Harga Daging

Raditya Sukmana  ;   Ketua Program Studi Magister Sains Ekonomi Islam
Universitas Airlangga Surabaya
                                                      JAWA POS, 12 Agustus 2015     

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

BEBERAPA hari terakhir harga daging sapi menunjukkan tren naik. Kita baru saja melewati Ramadan, momen ketika biasanya permintaan daging sapi meningkat. Dengan permintaan yang naik, wajar apabila harga juga naik.
Setelah Ramadan, karena permintaan tidak sebanyak sebelumnya, kita bisa berharap harga turun. Tetapi, kenyataannya tidak. Harga daging sapi per kilogram sekarang sekitar Rp 110 ribu dan belum ada tanda-tanda turun. Pertanyaannya, apa penyebab harga tinggi itu?

Hukum ekonomi mengatakan, kenaikan harga bisa disebabkan dua faktor. Yaitu, permintaan (seperti pada Ramadan lalu) dan penawaran. Bisa dipastikan bahwa penawaran sekarang menurun. Jumlah sapi yang siap dipotong menurun. Akibatnya, dengan permintaan yang tetap, harga akan naik.

Karena tidak bisa memaksa masyarakat untuk menetapkan permintaan, yang bisa dikelola pemerintah adalah mengatur suplainya (penawaran). Secara nasional, permintaan akan daging sapi tidak bisa dipenuhi dari suplai domestik (Indonesia). Impor adalah salah satu solusi jangka pendek.

Pada 7 Juli 2015, dilaporkan Indonesia mengimpor daging sapi dari Selandia Baru. Negara tersebut memang berhasil mengelola industri peternakan. Menurut salah seorang profesor dari Lincoln University, Selandia Baru, Christopher Gan, yang sempat penulis temui, jumlah ternak di negara tersebut lebih banyak daripada populasi manusianya. Itu menunjukkan bahwa negara tersebut telah siap untuk menjaga kestabilan harga daging. Lalu, mengapa Indonesia tidak bisa melakukan upaya seperti yang dilakukan Selandia Baru? Jawabannya mudah: karena Indonesia belum optimal dalam perencanaan suplai daging sapi, terutama keterbatasan dana atas investasi peternakan pembibitan sapi (PPS).

Umer Chapra, salah seorang ahli ekonomi Islam, pada 1986 menulis buku dengan judul Towards a Just Monetary System. Dalam salah satu pendapatnya tentang kenaikan harga (inflasi), dikatakan kita harus menyelesaikan akar permasalahan. Artinya, kita harus bersikap proaktif dan tidak reaktif. Kita diharuskan mencari penyebab utama atas terjadinya inflasi tersebut. Dengan demikian, dalam konteks di Indonesia, kekurangan penawaran daging sapi yang kemudian diatasi dengan impor merupakan solusi jangka pendek. Kita harus mencari solusi yang berkelanjutan (sustainable).

Perternakan pembibitan sapi mungkin sudah ada di Indonesia.
yang kirakira menyebutkan bahwa Soeharto bukan aktor tunggal atas segala tragedi ’65–’66. Tidak mungkin Soeharto merekayasa seorang diri sedemikian rupa atas bagian kronis dari sejarah penting republik ini.

Membaca analisis itu, Ariel Heryanto seakan merasa heran, atas integritas dan kapasitas Asvi Warman Adam yang tulisan-tulisannya dikenal selama ini yang mestinya melihat sejarah ’65–’66 secara reformistik. Sebab, pandangan reformistik menyangkut itu biasanya selalu disandarkan kepada persepsi bahwa memang Soeharto adalah penggerak pertama atau satu-satunya aktor yang merekayasa peristiwa hingga Bung Tetapi, untuk mencukupi kebutuhan se-Indonesia, jumlahnya sangat kurang. Karena itu, diperlukan biaya transpor untuk mengantar daging sapi ke daerah lain di Indonesia yang cukup jauh. Dengan demikian, selain kenaikan permintaan, biaya transportasi juga merupakan faktor lain atas naiknya harga daging sapi tersebut. Salah satu alternatif solusi berkelanjutan adalah wakaf tunai untuk pendirian PPS.

Wakaf tunai adalah donasi dari seseorang yang pokoknya tidak boleh habis. Wakif (pemberi wakaf) akan menyerahkan dananya kepada nadhir (pengelola wakaf) untuk kemudian digunakan dalam pendirian bangunan fisik PPS dengan segala peralatan yang dibutuhkan. Program pendirian PPS dengan wakaf tunai perlu dilakukan secara masif agar terasa dampaknya.

Sebaiknya PPS didirikan di bawah universitas dengan beberapa alasan. Pertama, mahasiswa bisa langsung belajar. PPS tersebut seakan laboratorium yang sangat penting bagi pembelajaran mereka. Kedua, karena dosen melalui tridarma perguruan tinggi dituntut untuk melakukan riset, PPS adalah hal yang tepat untuk riset dosen, misalnya tentang sisi genetis sapi. Harapannya, di masa depan ditemukan sapi dengan kualitas daging yang sangat bagus dan dalam jumlah banyak yang dihasilkan dari inseminasi buatan. Ketiga, kesehatan sapi akan terjaga karena selalu dipertahankan oleh staf universitas yang sangat ahli.
PPS tentu membutuhkan aset tetap yang sangat besar. Dan, itulah peran wakaf. 

Aset tetap tersebut bisa didanai dengan dana wakaf tunai. Sedangkan hal-hal lain yang bersifat habis pakai tentu tidak tepat jika didanai dari wakaf, misalnya bibit dan pakan ternak. Nah, untuk halhal yang habis pakai, bisa digunakan sumber selain wakaf. Misalnya dana corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan yang menggunakan daging sapi sebagai bahan baku utama.

Dengan adanya sinergi industri, universitas, dan lembaga wakaf, semuanya akan mendapatkan keuntungan, termasuk masyarakat secara umum. Industri bakal mendapatkan pasokan daging secara langsung dan rutin dengan harga murah. Lembaga wakaf akan memperoleh manfaat atas distribusi wakaf tunai. 

Universitas juga akan diuntungkan karena gedung laboratorium pengembangan sapi bisa didapatkan secara gratis (melalui wakaf) dan riset-riset berjalan dengan baik karena didukung CSR. Juga, jangan lupa, beban pemerintah akan menurun karena partisipasi masyarakat melalui wakaf.

Agar hal tersebut dapat berjalan dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, diperlukan regulasi khusus dari pemerintah untuk penyediaan daging sapi, yaitu melalui sinergi universitas, perusahaan, dan masyarakat umum (melalui wakaf). Itu penting. Jika tidak ada peraturan, suplai daging sapi secara total tidak akan bisa menutupi lonjakan kenaikan harga permintaan daging sapi (terutama saat Ramadan). Kedua, universitas diwajibkan menyiapkan kebutuhan dana atas pendirian laboratorium beserta kebutuhan- kebutuhan yang diperlukan untuk PPS tersebut. Dalam hal ini, universitas harus bekerja sama dengan lembaga wakaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar