Selasa, 29 September 2015

Bahasa Ibu, Bahasa Kelekatan

Bahasa Ibu, Bahasa Kelekatan

Ahmad Baedowi ;  Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
                                           MEDIA INDONESIA, 28 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

DALAM dunia pendidikan, dikenal istilah pengasuhan (parenting) yang mempunyai peng aruh penting terhadap proses tumbuh kembang anak. Salah satu model pengasuhan yang baik di antaranya dapat dilihat dari proses sekaligus hasilnya. Jika guru atau orangtua sebagai subjek pengasuhan memiliki kendali dan kontrol emosi yang positif disertai dengan pola perilaku yang hangat, itu akan memiliki pengaruh yang juga positif terhadap anak dan atau siswa. Jenis pengasuhan semacam itu dalam bahasa psikologi pendidikan disebut sebagai orangtua/guru otoritatif karena mereka mampu memberikan pengaruh yang baik terhadap anak secara positif.

Jika pola pengasuhan memiliki tanda-tanda yang negatif, baik dari aspek kehangatan (warmth) maupun kontrol emosi, pengaruh ke anak atau siswa pasti juga akan buruk. Pada tingkat itu, hubungan emosi anak dengan orangtua dan atau guru pasti memiliki kelekat an (attachment) yang kurang kuat sehingga bisa memeng aruhi perilaku anak. Istilah kelekatan untuk pertama kalinya dikemukakan seorang psikolog pada 1958 bernama John Bowlby.

Kemudian formulasi yang lebih lengkap dikemukakan Mary Ainsworth pada 1969 (Mc Cartney dan Dearing, 2002). Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orangtua.

Pengaruh bahasa

Salah satu yang membuat ingatan seorang anak dan atau siswa bertahan dalam relung pikir dan jiwa ialah pengaruh bahasa yang digunakan para orangtua/ guru mereka. Bahasa bukan hanya dilihat sebagai produksi kata-kata, melainkan juga bahasa tubuh orangtua/guru ikut memengaruhi kelekatan anak terhadap figur dambaannya.

Bayangkan, jika seorang anak setiap hari memperoleh bahasa yang tidak dia pahami secara baik, ditambah dengan bahasa tubuh yang mengesankan citra negatif guru dan atau orangtua, kelekatan anak akan tumbuh secara negatif pula. Pasalnya, menurut teori kelekatan Bowlby, implikasi pola hubungan dan penggunaan bahasa akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu.

Karena itu, penting bagi para pendidik, terutama orangtua dan guru, untuk mengerti efek bahasa yang digunakan sehari-hari terhadap proses tumbuh kembang anak. Meskipun dalam teori kelekatan tidak semua hubungan yang bersifat emosional atau afektif dapat disebut kelekatan, beberapa ciri dasarnya menunjukkan kelekatan yang ditimbulkan penggunaan bahasa dan bahasa tubuh akan bertahan cukup lama pada diri seorang anak.

Pentingnya bahasa bisa dilihat dari proses pengajaran bahasa, baik ketika anak mulai ingin berbicara, belajar bicara, hingga kelas 4 sekolah dasar yang merupakan waktu yang sangat critical. Namun, seperti kita lihat fenomena akhir-akhir ini ketika taman pendidikan anak semacam PAUD bertumbuhan bak jamur di musim hujan, pengajaran bahasa, terutama bahasa ibu, menjadi sedikit terabaikan.

Hasil ujian bahasa Indonesia siswa di perdesaan dan perkotaan sangat perbedaannya mencolok. Para guru pengajar bahasa Indonesia di sekolah-sekolah perdesaan tetap menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar proses belajar mengajar, tetapi tak mampu mendesain proses transisi berbahasa. Bahkan, di awal-awal berdirinya Sekolah Sukma di Aceh, misalnya, masyarakat protes karena bahasa wajib di sekolah ialah bahasa Indonesia, bukan bahasa Aceh. Perlu 1 tahun bagi guru-guru di Sekolah Sukma untuk mendesain proses transisi ini dan meyakinkan masyarakat dan anak-anak agar mau belajar dan berbicara bahasa Indonesia di lingkungan sekolah.

Menurut beberapa pusat penelitian bahasa dan kebudayaan di beberapa universitas, bahasa pengantar di sekolah punya dampak serius terhadap keberhasilan prestasi siswa ke depan. Muridmurid SD di perkotaan umumnya ialah penutur-penutur asli bahasa Indonesia, sedangkan bagi murid perdesaan, bahasa ibu mereka bukan bahasa Indonesia. Ratarata setiap hari mereka berjuang mempelajari bahasa Indonesia dan pada saat yang sama mereka juga harus mempelajari materi pelajaran lainnya yang juga berbahasa Indonesia. Bagi seluruh anak SD di perdesaan, ini bukanlah persoalan sepele, melainkan persoalan serius.

Meskipun keluhan tentang penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di TK dan SD tidaklah banyak, kurang lebih 75% siswa TK dan SD di perdesaan bukanlah penutur asli bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pemakai an bahasa ibu di TK dan SD kelas awal mungkin masih perlu dilakukan. Selain untuk menjamin kelangsungan pembelajaran, juga untuk mencegah gangguan perkembangan kognitif anak. Tugas Departemen Pendidikan Nasional juga harus ekstra dalam memberikan pelatihan yang memadai kepada para guru TK dan SD serta menyediakan buku teks yang tentu harus berbeda, atau sesuai dengan kebutuhan lingkungan dan budaya se tempat dalam mengantarkan anak-anak memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa peng antar di sekolah.

Dalam Whole Language for Second Language Learners (1992), Freeman, Yvonne S Freeman, dan David E menyebutkan bahwa signifi kansi penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar di sekolah sebelum bahasa kedua dikuasai anak akan mampu menghasilkan prestasi yang le bih baik bagi anak-anak di masa mendatang.

Harus ditemukan cara yang secara pedagogis mampu membuat anak nyaman ketika mengalami peralihan dari bahasa ibu mereka ke bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah. Jika masalah ini dijalankan dengan baik, kekhawatiran tentang dampak buruk pengenalan berbahasa Indonesia yang terlalu dini di sekolah tak akan terjadi. Kita patut menjaga sense bahasa ibu anak-anak kita serta menyiapkan proses transisi berbahasa mereka agar penguasaan bahasa Indonesia dan bahasa lainnya menjadi kuat.

Dalam waktu bersamaan, jika proses ini terjadi secara baik, akan muncul kelekatan yang positif pada diri seorang anak. Banyak bukti dari beberapa hasil riset tentang perkembangan mental dan kejiwaan yang menunjukkan secara konsisten dan kuat bahwa pendidikan usia dini berpengaruh terhadap kesuksesan masa depan seorang anak. Dalam laporan Center on the Developing Child (2007), ditunjukkan secara khusus bahwa efek pendidikan usia dini yang benar, terutama pengaruh penggunaan bahasa ibu, dapat meningkatkan kapasitas arsitektur dari otak anak, yaitu pada saatnya otak tersebut akan memberikan pengaruh yang baik dalam membentuk perilaku sosial dan emosi anak yang cerdas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar