Senin, 28 September 2015

Gayus

Gayus

Putu Setia ;  Pengarang; Wartawan Senior Tempo
                                                   TEMPO.CO, 27 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Gayus Tambunan adalah orang yang cerdas. Kalau tidak, bagaimana mungkin mantan pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak ini bisa sekaya itu. Puluhan miliar rupiah diraihnya dalam usia yang belum 34 tahun, memanfaatkan jabatannya yang tak begitu tinggi.

Tapi Gayus yang cerdas dan kaya ini akhirnya dihukum 30 tahun penjara. Orang yang tak mengikuti kisah perjalanan koruptor ini bisa ikut heran, karena biasanya hukuman tertinggi itu mati, di bawahnya seumur hidup, lalu 20 tahun. Lha, kok ada yang aneh, 30 tahun?

Tentu perlu dijelaskan bahwa hukuman 30 tahun itu adalah gabungan dari empat jenis perkara. Gayus dihukum 12 tahun penjara untuk kasus korupsi pajak PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo, 8 tahun penjara untuk kasus penggelapan pajak PT Megah Citra Raya, 2 tahun penjara untuk kasus pemalsuan paspor, serta 8 tahun penjara untuk kasus penerimaan gratifikasi terkait dengan pengurusan pajak dan tindak pidana pencucian uang. Karena berlaku prinsip "koruptor adalah manusia juga" dan "terpidana berhak atas remisi", agaknya Gayus hanya menghuni penjara 20 tahun. Itu pun terlalu lama, karena ada lagi kebijakan "asimilasi" dan satu lagi "bebas bersyarat". Dalam usia 50 tahun atau lebih sedikit, jauh dari renta, Gayus akan bisa bebas di luar penjara dan menikmati kekayaannya.

Masa hukuman itu tetap panjang, tapi Gayus orang cerdas. Ia tahu caranya berada di luar penjara, sesekali. Ia punya uang. Ketika berada dalam rumah tahanan Brimob di Kelapa Dua, Bogor, Gayus Tambunan bisa pelesir ke luar negeri dan pulang dengan aman-aman saja. Lalu sempat pula menonton pertandingan tenis di Nusa Dua, Bali, tontonan untuk orang-orang bergengsi. 
Berada di Penjara Sukamiskin, Bandung, Gayus pun konon suka tidur di luar bui, karena istrinya menyewa rumah tak jauh dari penjara. "Pengamanan" untuk Gayus hanya diperketat ketika ulahnya diramaikan media massa.

Baru saja Gayus bikin heboh lagi. Fotonya muncul di media sosial saat makan di sebuah restoran di Jakarta. Jauh sekali makannya, seperti tak ada restoran enak di Bandung. Bukan itu soalnya. Gayus rindu Jakarta. Alasan keluar penjara pun resmi, yakni menghadiri kasus gugatan cerai dari istrinya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sang istri mengaku "tak cocok" lagi berumah tangga dengan Gayus. Ah, apa benar begitu, bukankah sang istri rajin ke Sukamiskin dan bukankah Gayus sayang istri dan memajang foto-foto keluarga di sel yang dihuninya sendiri itu? Dengan gugatan cerai ini, sudah pasti Gayus akan sering ke Jakarta karena sidang perceraian bisa berlama-lama.

Tapi kenapa Gayus mau dipotret saat makan di restoran dengan handphone milik "kawan wanitanya" dan seolah-olah tak tahu kalau foto itu diunggah ke media sosial? Hanya Gayus yang tahu, tapi dia kan orang cerdas. Mungkin dia sudah bosan dengan lingkungan Sukamiskin atau istrinya merasa terlalu jauh pergi ke Bandung. Kalau ini siasat jitu Gayus, maka maksudnya terkabul. Ia langsung dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Dia ditempatkan di blok A sebuah kamar yang teorinya untuk tiga napi, tapi nyatanya dia sendirian. Penjara ini akan ditambah 32 petugas lagi dan dipasang 40 CCTV di setiap sudut. Juga dipasang signal jammer, entah bagaimana alat ini bekerja. Gayus diharapkan tak bisa berkutik, tapi untuk berapa lama? Uangnya masih banyak dan dia orang cerdas.

Begitu sulitkah menyita seluruh kekayaan Gayus? Atau Gayus diperlukan untuk menguji sejauh mana daya tahan petugas penjara menghadapi sogokan?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar