Senin, 28 September 2015

Sekolah sebagai Ruang Dialog

Sekolah sebagai Ruang Dialog

Anggi Afriansyah ;  Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Jakarta
                                                    JAWA POS, 25 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Merupakan negara dengan karakteristik masyarakat yang sangat beragam. Negara yang dibangun oleh keragaman kelas sosial ekonomi, budaya, bahasa, maupun agama.

Munculnya perbedaan gagasan maupun pemahaman tentang kehi dupan sosial masyarakat dan berbangsa lumrah terjadi. Karena itu, hubungan antarkelompok yang memiliki perbedaan ideologi, gagasan, maupun pemahaman politik yang berbeda harus betul-betul dikelola dengan baik.

Potensi penggunaan kekerasan serta terjadinya dominasi kelompok yang kuat terhadap yang lemah harus mampu diminimalkan. Yang kuat menindas yang lemah atau mayoritas menyingkirkan minoritas adalah catatan kelam yang harus dihapus.

Kekerasan atas nama agama, atas nama mayoritas, dan atas nama persaingan politik masih saja terus terjadi. Jika itu terus terjadi, bangsa ini akan selalu terombang-ambing dalam konflik yang tak pernah selesai.

Salah satu sebab terjadinya konflik di beragam tempat di Indonesia adalah minimnya kemampuan komunikasi lintas budaya ataupun agama, minimnya kemampuan berdialog. Padahal, menurut Parekh ( 2000), dalam konteks masyarakat multikultural, dialog antarbudaya merupakan hal yang sangat penting.

Dialog menjadi penting karena cara pandang tiap kelompok yang ada di masyarakat pasti berbeda antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, membangun kebiasaan menyelesaikan setiap permasalahan melalui dialog menjadi kebutuhan yang sangat mendasar. Sekolah menjadi salah satu ruang yang dapat dioptimalkan untuk melatih pembiasaan dialog yang konstruktif.

Pembiasaan dialog bukan perkara mudah. Tapi, bukan juga hal mustahil yang dapat terus-menerus diupayakan. Sikap terbuka dan keberanian berdialog dalam kehidupan sehari-hari menjadi penting untuk terus-menerus dilakukan.

Sekolah adalah medium yang paling tepat untuk memupuk kebiasaan dan keberanian melakukan dialog. Dialog dilakukan agar ada sikap saling memahami antarkelompok budaya maupun agama serta meminimalkan gesekan-gesekan konflik.

Sekolah merupakan wahana internalisasi akademik, nilai, norma, dan budaya. Pembelajaran dan aktivitas harian di sekolah sudah seharusnya tidak hanya berfokus pada konstruksi kemampuan intelektual akademik saja, tetapi juga pada pendidikan karakter serta pemahaman dunia sosial bagi peserta didik. 

Internalisasi pemahaman dunia sosial dapat dilakukan di sekolah karena peserta didik berinteraksi dengan guru, staf sekolah, ataupun sesama peserta didik dengan status sosial ekonomi, budaya, maupun agama yang beragam.

Sudah seharusnya sekolah menjadi tempat di mana dialog diutamakan, nilai-nilai sportivitas dikedepankan, dan toleransi menjadi kunci. Dialog menjadi penting agar penyelesaian setiap permasalahan tak perlu menggunakan kekerasan.

Maraknya penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan permasalahan akhir-akhir ini merupakan tanda bahwa kita belum terbiasa menyelesaikan permasalahan dengan dialog. Kegagapan berdialog dengan santun harus segera dicarikan solusinya. Sekolah memegang peranan penting dalam pembiasaan dialog. Ruang dialog di sekolah harus dibangun dan dirawat.

Jika di lingkungan keluarga peserta didik berhadapan dengan nilai-nilai yang relatif seragam, di lingkungan sekolah mereka akan berhadapan dengan nilai-nilai yang lebih beragam.

Apalagi dengan kondisi Indonesia yang beragam secara sosial ekonomi, budaya, maupun agama. Peserta didik sejak masuk ke dunia sekolah harus dikenalkan pada semangat kebangsaan serta kesadaran penuh akan kondisi Indonesia yang beragam.

Karakteristik sekolah negeri yang memiliki peserta didik dengan latar status sosial ekonomi, budaya, maupun agama yang lebih beragam memegang peranan penting dalam menginternalisasi kemampuan berdialog dengan beragam kalangan. Para peserta didik di sekolah negeri memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk berinteraksi dengan beragam kalangan.

Sebaliknya, sekolah dengan corak keagamaan seperti madrasah ataupun sekolah Katolik yang memiliki mayoritas peserta didik yang berasal dari satu agama tentu memiliki keterbatasan pergaulan lintas agama di lingkungan sekolah. Sekolah dengan karakteristik tersebut perlu memiliki program pembelajaran ataupun aktivitas harian yang melibatkan peserta didik mengenal realitas keragaman yang ada di Indonesia.

Program kunjungan ke tempat peribadatan masyarakat yang berbeda agama, kunjungan ke sekolah dengan corak keagamaan yang berbeda, penyelenggaraan kejuaraan bersama antarsekolah, maupun kegiatan-kegiatan dengan sekolah yang berbeda latar keagamaan penting dilakukan.

Pembiasaan kerja sama lintas agama sejak masih di sekolah ini dilakukan untuk menumbuhkan rasa saling percaya dan mengikis kecurigaan. Dialog-dialog yang dilakukan secara intensif akan mempererat hubungan persaudaraan.

Melalui pembelajaran di kelas maupun aktivitas harian di sekolah, peserta didik bisa mendapatkan beragam perspektif kehidupan. Mereka jadi terbiasa mendialogkan setiap permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari mereka.

Ruang kelas harus menjadi arena kontestasi atau pergulatan ide. Pemikiran tiap peserta didik harus dihargai oleh seluruh elemen kelas. Pembelajaran harus memicu peserta didik untuk menyampaikan gagasan. Masingmasing peserta didik harus terbiasa mendengarkan pendapat dari rekan sebayanya ataupun guru yang sedang menyampaikan argumentasinya.

Para peserta didik akan menghadapi zaman dengan permasalahan yang semakin kompleks. Kemungkinan untuk bertemu dengan masyarakat dengan status sosial ekonomi, budaya, dan agama lintas bangsa akan semakin terbuka. Sekat-sekat semakin terbuka.

Oleh karena itu, proses pendidikan di sekolah harus memberikan pemahaman akan komunikasi lintas budaya dan lintas agama kepada para peserta didik. Apresiasi lintas budaya, lintas agama, maupun lintas bangsa menjadi penting diinternalisasikan di sekolah agar peserta didik tidak alergi terhadap perbedaan.

Dengan pembiasaan dialog sejak di sekolah, harapannya para peserta didik akan menjadi individu-individu yang sadar bahwa kehidupan yang damai adalah sesuatu yang bisa diupayakan dan diciptakan. Mereka adalah cikal bakal pemimpin masa depan negeri ini. Tentu menjadi harapan bersama jika rasa aman dan damai selalu menyelimuti Indonesia, negeri yang sangat kita cintai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar