Minggu, 18 Oktober 2015

Hijrah dan Momentum Kebangkitan Bangsa

Hijrah dan Momentum Kebangkitan Bangsa

Suhardi Behrouz  ;  Program Doktor Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau
                                             MEDIA INDONESIA, 15 Oktober 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           


BERPINDAHNYA Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah menjadi titik awal kebangkitan Islam. Mekah tidak lagi menjadi tempat strategis untuk memulai langkah besar dalam mengembangkan dan menerapkan Islam sebagai sebuah tatanan dan tuntunan kehidupan, apalagi penentangan dan ancaman yang berbentuk fisik dan politik terus menghantui derap langkah nabi dan pengikutnya dalam menyebarkan agama Islam. Kondisi itu dimaklumi Allah sehingga memerintahkan nabi untuk melakukan perjalanan ke Madinah.

Pindahnya Nabi Muhammad ke Madinah inilah yang dikenal dengan hijrah, sekaligus menjadi momentum umat Islam untuk bangkit dan mewarnai peradaban dunia. Selanjutnya, Umar bin Khattab menjadikannya sebagai titik awal penanggalan Islam yang penghitungannya berdasarkan peredaran bulan (Qomariah). Lahirnya penanggalan Islam tersebut bukanlah sekadar kepentingan administrasi dan kalkulasi hari saja, melainkan juga memiliki nilai penting bagi umat Islam itu sendiri, baik secara personal maupun sebagai rujukan tatanan kehidupan umat.

Sebagai personal, muslim harus senantiasa melakukan hijrah guna melejitkan kompetensi religiositas. Menjadi muslim yang berbenah dalam laku kehidupannya dan selalu menampilkan grafik kebaikan di setiap pertambahan waktu. Itu selaras dengan ungkapan nabi bahwa `muslim yang baik dan beruntung adalah hari ini lebih baik dari hari kemarin'. Dalam makna luas, hijrah dipandang sebagai langkah tepat bagi komunitas umat yang ingin melejitkan potensi positifnya. Mengubah paradigma lama yang sarat dengan kejahilan dan kemunduran, kemudian menggantinya dengan paradigma baru, dengan nilai dan laku yang baik serta berorientasi kemajuan.

Momentum kebangkitan

Rasulullah dengan petunjuk Allah menjadikan hijrah sebagai momentum yang tepat untuk mengorak langkah baru guna mengembangkan dakwah Islam. Membangun daulah dengan masyarakat yang komunal di Madinah. Hasilnya Nabi Muhammad berjaya meletakkan fondasi Islam dan membuat Islam terus berkembang hingga daratan Eropa.Bahkan, Islam pernah menguasai dunia dengan memiliki pusat pemerintahan di Andalusia, Spanyol.

Walaupun peristiwa dan lakaran sejarah yang ditorehkan Nabi Muhammad terjadi 14 abad silam dalam lokus yang berbeda, esensi dan makna hijrah tetaplah penting dalam meniti dan menata kehidupan di era sekarang. Hijrah ialah kesadaran diri atau komunitas untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.Menjadi titik nadir kemunduran dan pertanda kehancuran, manakala diri dan institusi yang lebih besar tidak mau melakukan perubahan atau hijrah.

Sebagai bangsa dengan populasi besar dan mayoritas muslim, Indonesia memiliki potensi menjadi kekuatan besar dunia. Semua ini akan terwujud bila semua elemen bangsa mau melakukan hijrah dalam setiap elemen kehidupannya.Apalagi Indonesia akan mendapat bonus demografi yang terjadi antara 2010 dan 2030, ketika usia produktif merupakan proporsi terbanyak dari penduduk.

Potensi besar itu harus dimanfaatkan untuk kebangkitan bangsa. Semuanya dimulai dengan melakukan hijrah maknawi. Langkah awalnya dengan revolusi mental sebagaimana yang dicanangkan Presiden Jokowi. Mengubah pemikiran menjadi lonceng perubahan sebuah bangsa. Fakta historis menunjukkan kebangkitan Eropa dari masa kelam bukan dimulai dari revolusi sains yang berlanjut menjadi revolusi industri. Semuanya bermula dari revolusi pemikiran yang melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar seperti James Waat yang menemukan mesin uap kemudian memicu lahirnya revolusi industri.

Mengubah mental masyarakat yang telah dijajali dengan kebiasaan tidak baik bertahun-tahun bukanlah pekerjaan mudah. Perlu iktikad kuat untuk melakukan hijrah, meninggalkan segala kebiasaan tidak baik masa lalu menuju tradisi dan kebiasaan yang sarat nilai-nilai prestasi. Meninggalkan kemalasan menuju masyarakat yang bergairah untuk bekerja dan berinovasi. Mengebumikan tradisi antikorupsi dalam setiap lintas administrasi kehidupan publik. Menyentakkan ruh untuk berkompetisi serta menghiasi nilai-nilai kehidupan selaras dengan ketetapan dan ketentuan Tuhan.

Perjuangan untuk membangkitkan potensi bangsa harus dilakukan secara berimbang, antara jasmani dan rohani. Membangun Indonesia dengan infrastruktur yang mentereng serta mengedepankan deretan angka statistik pertumbuhan ekonomi tanpa menyejajarkan dengan pembangunan spiritual hanyalah ibarat membangun rumah laba-laba yang akan mudah roboh dan terkoyak oleh terpaan angin sepoi-sepoi. Masalah akan bermunculan di sana-sini yang akan sulit diatasi dan menjadi bom waktu yang akan meledak serta membuat potensi besar bangsa akan mudah berkecai, sulit diurai kembali menjadi tenunan kuat nan apik sebagai bangsa.

Untuk itu, momentum hijrah penting untuk mengikat bingkai Indonesia dalam meraih kebangkitan bangsa. Menjadikannya Indonesia sebagai roh yang berpijak pada bumi keindonesiaan. Bumi yang penuh dengan potensi kekayaan alam yang notabene bukan warisan leluhur, melainkan anugerah Tuhan yang telah bangsa patrikan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai dasar negara.

Sebuah pengkhianatan besar bila bangsa Indonesia mengorak langkahnya untuk kebangkitan dan kemajuan TA AREADI tapi melupakan hijrah maknawinya sebagai bangsa. Mengisi niat kemajuannya dengan ambisi pribadi atau untuk kepentingan kelompok tertentu dan melupakan niat tulusnya untuk segenap bangsa. Untuk itu, sangat tepat bangsa ini memulai dan meletakkan bangunan kebangkitan bangsa dengan niat yang baik untuk kemakmuran seluruh tumpah darah Indonesia.

Menjadi ironi bagi bangsa besar dengan potensi besar seperti Indonesia tidak berjaya meraih kebangkitan bangsa, tidak berhasil menyejahterakan rakyatnya. Barangkali itu disebabkan niat kita yang salah dalam membangun bangsa, atau memiliki niat baik di awal tetapi berubah di tengah jalan menjadi niat yang sarat motif politik dan kepentingan.

Untuk itu, tak salah bangsa besar ini disadarkan perkataan nabi, “Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (akan diterima) sebagai hijrah karena Allah dan RasulNya, dan barang siapa berhijrah karena dunia yang ia cari atau wanita yang hendak dinikahinya, maka ia akan mendapati apa yang ia tuju (HR Bukhari & Muslim).“

Perkataan nabi itu muncul ketika pengikutnya sudah melencengkan niat untuk hijrah. Banyak yang melakukan hijrah karena orientasi mencari keuntungan sesaat dan tidak meletakkan niat hijrah dalam wadah yang sebenarnya. Semoga bangsa Indonesia menjadikan hijrah sebagai momentum kebangkitan dengan meluruskan orientasi dan motivasi (niat). Wallahu'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar