Kamis, 19 November 2015

Obsesi Tinggi APBN 2016?

Obsesi Tinggi APBN 2016?

Ronny P Sasmita  ;  Analis Ekonomi Politik Internasional Financeroll Indonesia
                                                  REPUBLIKA, 03 November 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

APBN 2016 telah berhasil disepakti antara pemerintah dan DPR. Total belanja negara pada APBN 2016 terhitung sebesar Rp­2.059,7 triliun yang ter­diri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.325,6 triliun dan dana transfer ke daerah serta dana desa ber­jumlah Rp770,2 triliun.

Secara teknis, belanja pemerintah pusat terbagi menjadi belanja kemen­te­rian/ lembaga (K/L) Rp­784,1 triliun dan belanja selain K/L sebesar Rp541,4 triliun, yang di dalamnya terdapat belanja subsidi ener­gi sebesar Rp102,1 triliun.
Dari sisi pendapatan, APBN 2016 menargetkan pendapatan negara sebesar Rp1.822,5 triliun dan pem­biayaan defisit anggaran 2,15% sebesar Rp273,2 triliun. Komposisi penda­patan negara terdiri atas penerimaan perpajakan Rp1.546,7 triliun dan pene­rimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp237,8 triliun serta penerimaan hibah Rp2 triliun.

Dalam APBN 2016 juga ditetapkan sejumlah asumsi makroekonomi. Pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,3%, inflasi 4,7%, kurs rupiah Rp13.900 per dolar Amerika Serikat (AS), har­ga minyak mentah Indo­nesia (ICP) $50 per barel, lifting minyak 830.000 ba­rel/hari dan lifting gas 1,15 ju­ta barel setara minyak.

Selain itu juga ditetap­kan tar­get pembangunan se­perti ang­ka kemiskinan 9-10%, gi­ni rasio 0,39, indeks pem­ba­ngunan manusia 70,1 dan ting­kat pengang­gu­ran 5,2-5,5%. Dalam pem­ba­ha­san APBN 2016 akhirnya di­se­pa­kati usulan dana PMN un­tuk 25 BUMN dari Ke­men­­terian BUMN sebesar Rp­40,4 triliun ditunda sam­pai pem­bahasan APBN-P 2016.

Bagaimanapun, dalam si­­tuasi ekonomi yang cukup su­­lit saat ini, semua pihak layak berharap APBN 2016 da­­pat menjadi motor pen­ting pem­bangunan nasional se­pan­jang tahun depan. Kon­­tri­busi APBN berupa dam­pak be­lanja negara, baik ru­tin mau­pun belanja infra­struk­­tur, diharapkan dapat meng­­gai­rah­kan perekonomian nasio­nal. Melalui be­lan­­­ja APBN, daya beli ma­sya­­rakat, utama­nya PNS/TNI/Polri, dapat terus terja­ga.

Selain dampak lang­sung, APBN juga memiliki dampak tidak langsung. Belanja APBN juga meng­gerakkan usaha BUMN, swasta nasional,serta kope­rasi dan sektor UMKM. Semua ini kemudian dieks­pektasikan akan memberi daya ungkit tambahan kepa­da proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang su­dah terseret-seret jatuh be­lakangan ini.

Namun disisi lain, di tengah laju ekonomi yang tengah melambat, postur yang terlalu besar, terutama belanja negara yang men­capai Rp2.095 triliun, mem­­buat target-target yang dipa­tok terkesan sangat ti­dak realistis. Sebagian ana­lis sepakat bahwa APBN 2016 berkemungkinan akan terpe­rosok ke dalam satu lubang yang sama, yak­ni short­fall(defisit antara rea­lisasi dan target), terutama target  pajak yang semakin besar.

Mari kita lihat misalnya realisasi penerimaan pajak tahun ini yang baru men­capai 58,59% atau Rp758 triliun dari target Rp1.294,2 triliun per 29 Oktober 2015. Dengan poten­si short­fall yang besar, kenaikan target penerimaan sekitar 15% dari perkiraan reali­sasi atau outlook sebesar Rp1.350 triliun terlihat semakin kurang rasional.

Selama ini bahkan me­lan­dainya penerimaan pajak justru tidak diimbangi de­ngan efisiensi belanja yang dilakukan pemerintah. Di­satu sisi, pemerintah terus mendorong pembangunan berbagai proyek secara be­sar-besaran. Namun disisi lain, dalam kondisi pene­rimaan yang sulit, bukankah sebaiknya pemerintah lebih berhati-hati alias tidak terla­lu ekspansif. Dalam arti teknis, proyek-proyek yang muncul harus diseleksi de­ngan sangat ketat di­sesuai­kan dengan kapasitas pertum­buhan ekonomi yang ada saat ini, bukan berda­sarkan dari kubu mana aspi­rasi proyek itu berasal.

Bahkan jika dilihat dari potensi realisasi anggaran, alokasi belanja pemerintah yang besar pada tahun ini saja ternyata tidak diim­bangi dengan tingkat penyerapan yang maksimal. Se­hing­ga sampai hari ini dam­pak belanja pemerintah ter­hadap pertumbuhan ekono­mi masih sangat kecil. Se­hing­ga tidak bisa tidak, sejujurnya pertumbuhan Indonesia sampai saat ini mesih diuntungkan oleh tingkat konsumsi kelas me­nengah yang terus bergerak naik yang imbasnya mampu menggerakkan ekonomi.

Nah realitas realisasi ang­garan yang demikian mem­buat target pertum­bu­han ekonomi sebesar 5,3% terasa terlalu berle­bihan. Meskipun menteri Ke­ua­ngan Bambang Brod­jo­nego­ro mengatakan bah­wa peme­r­intah sudah bersi­kap realistis, termasuk da­lam mem­perhitungkan pe­ne­rimaan pajak, bahkan  dianggap sudah sesuai de­ngan out­lookAPBNP 2015.

Namun situasi ekonomi riil yang ada rasanya masih jauh dari outlook yang dibuat pemerintah, sehingga porsi dan asumsi-asumsi yang ditetapkan terkesan sangat ambisius, bahkan terkesan penuh dengan ren­cana-rencana proyek politik alias bagi-bagi porsi ang­garan karena penetapan dan pengesahan APBN 2016 lebih kental nuansa lobby-lobby politik kedua kubu di parlemen ketimbang dis­kusi-diskusi yang mem­bantu memperbaiki efek­tifitas dan efesiensi rencana belanja pemerintah tahun depan.

Dengan mendasarkan pada outlook ekonomi 2015 misalnya, menurut pemerintah, kenaikan target penerimaan pajak APBN 2016 yang mencapai 15% dianggap  wajar jika di­komparasikan dengan rin­cian pertumbuhan ekonomi dan inflasi sebesar 10% serta upaya ekstra dari pe­me­rintah untuk mening­katkan penerimaan sebesar 5% sebagai pelengkapnya.

Pertanyaannya, usaha-usaha apa yang akan dike­depankan oleh pemerintah untuk mengungkit pene­rimaan pajak tahun depan, jika di tahun ini saja realisasi penerimaan masih jauh dari harapan. Lalu usaha-usaha apa yang akan dimajukan oleh pemerintah untuk me­nge­rek pertumbuhan yang 5,3% tersebut, jika sampai saat ini realisasi belanja pemerintah saja belum mam­pu memberikan topa­ngan berarti bagi per­tum­buhan ekonomi?

Pemerintah dan DPR yang telah menyepakati APBN 2016 harus segera membuktikan titik masuk (Entry Point) yang nyata dan rasional  soal ini. Pasalnya, jika target penerimaan pa­jak meleset, tingkat per­tum­buhan pun akan terba­wa turun, kemudian target pe­ngen­tasan kemiskinan dan pengurangan pengang­guran akan semakin terte­kan ke bawah serta daya beli akan gagal terkerek naik. Dan akhirnya, setuju atau tidak setuju, rakyat lah yang akan menerima aki­batnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar