Kamis, 26 November 2015

Orangtua, Guru, dan Keberanian Anak untuk Memilih

Orangtua, Guru, dan

Keberanian Anak untuk Memilih

Ahmad Baedowi  ;  Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
                                           MEDIA INDONESIA, 23 November 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

KATA memilih bisa jadi berarti sederhana dan tidak memiliki konfigurasi yang pelik dalam diri seseorang. Memilih lebih banyak digunakan untuk suatu keadaan ketika seseorang dihadapkan pada lebih dari satu kondisi dan peristiwa, misalnya, ketika ke pasar memilih membeli apa, di mana, dan mengapa. 

Memilih, dengan demikian, sangat berkaitan erat dengan konstruksi mental dan psikologis seseorang, selain pertimbangan rasional dari seseorang. Namun, jika kita telusuri lebih dalam, ternyata keberanian mengambil keputusan untuk memilih dalam diri seorang anak merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah proses belajar yang sengaja ditumbuhkembangkan dalam diri seorang anak.

Kekuatan orangtua terhadap anaknya terletak bukan pada bagaimana orangtua mampu membesarkan anak-anak mereka dengan mencukupi semua kebutuhan materiilnya, melainkan pada bimbingan dialektis yang mampu menjadikan seorang anak mampu memilih apa yang menjadi kebaikan bagi dirinya. 

Kekuatan memilih merupakan perangkat afeksi seorang anak yang tidak mudah untuk dilatih, kecuali melalui serangkaian pendampingan yang terus-menerus dan tak mengenal lelah. Kekuatan dan keberanian memilih dalam diri seorang anak setidaknya dipengaruhi beberapa hal, di antaranya dari cara orangtua dan guru mengenalkan bacaan terhadap anak.

Peran buku

Untuk mencapai tingkat kematangan afeksi anak sehingga mampu memilih setiap keputusan hidupnya dengan baik dan benar, ternyata di dalam keluarga dan sekolah peran buku sangat penting.Sebuah studi yang dilakukan Mariah Evans, sosiolog dari Nevada University, Reno, USA, membuktikan bahwa anakanak yang tumbuh dengan kematangan yang cukup dan memiliki kepribadian yang stabil dalam memilih setiap persoalan hidup ternyata dipengaruhi buku.

Anak yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang memiliki buku dan perpustakaan pribadi keluarga dapat berkembang lebih baik ketimbang yang tidak memiliki buku. Peran buku bukan hanya penting bagi proses tumbuh kembang anak, melainkan juga dari berpengaruh terhadap GDP, tingkat pekerjaan orangtua, hingga memengaruhi sistem politik di dalam suatu negara.

Sebanyak 73.249 orang yang hidup di 27 negara, termasuk USA dan Indonesia, menunjukkan bahwa keluarga yang memiliki lebih dari 500 buku dalam perpustakaan keluarganya ternyata menciptakan tingkat kependidikan anak-anak hampir 3,2 tahun lebih tinggi daripada yang tidak memiliki buku. Data lainnya juga menunjukkan bahwa keluarga yang memiliki 1-10 buku anak mereka rata-rata menghabiskan hanya 9,4 tahun atau hanya setingkat SMP. Sementara itu, keluarga yang memiliki jumlah buku lebih dari 500 tingkat, keterdidikan anak-anak mereka setara dengan 12,6 tahun atau lebih dari SMA.

Karena itu, meskipun secara rasional hampir bisa dikatakan bahwa orang yang memiliki buku relatif lebih terdidik dan kehidupan sosial ekonominya lebih baik, relevansi studi ini sesungguhnya ingin menekankan pentingnya investasi di bidang perbukuan pada lingkungan keluarga agar mampu menciptakan kemandirian anak-anak dalam menentukan pilihan-pilihan yang akan mereka hadapi di kehidupan mendatang. Studi ini juga meyakini bahwa memiliki 10-20 buku dalam keluarga bahkan pengaruhnya lebih besar daripada perpustakaan sekolah terhadap tingkat keterdidikan anak-anak.

Karena pentingnya peran buku dalam membangun kesadaran kritis dan afeksi seorang anak, kebijakan menyosialisasikan perpustakaan keluarga juga menjadi penting dalam sistem pendidikan kita. Selama ini kebijakan dan kampanye tentang budaya membaca baru sebagian kecil saja tumbuh di lingkungan sekolah, tapi tak ada program yang memadai untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar memiliki perpustakaan keluarga. Agar sejalan dengan program pengembangan perpustakaan sekolah, perpustakaan keluarga mungkin akan lebih mudah dilakukan jika ada pendampingan yang memadai dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam The Effect of Family Literacy Interventions on Children’s Acquisition of Reading from Kindergarten to Grade 3: A Metaanalytic Review (2006), Monique Sénéchal menjelaskan bahwa orangtua yang mengajari langsung materi yang dipelajari anak di sekolah jauh lebih efektif ketimbang orangtua yang hanya menyuruh anaknya membaca pelajaran yang diberikan sekolah. Bentuk pendampingan langsung orangtua secara intens yang terlibat dalam proses belajar mengajar anak ternyata berpengaruh sangat besar terhadap budaya baca anak. Laporan studi ini juga menjelaskan bahwa waktu yang paling efektif dalam melakukan pendampingan secara langsung terhadap anak ialah sejak mereka di TK hingga kelas 3 SD. Selain itu, waktu pendampingan langsung orangtua ini juga berpengaruh terhadap aspek kepercayaan diri anak dalam memilih dan menentukan sesuatu.

Pendek kata, peran buku tak akan ada artinya tanpa adanya kesadaran orangtua dan guru dalam melakukan pendampingan yang terus-menerus. Tak akan ada masa depan yang lebih baik dari seorang anak jika orangtua cenderung lalai dan lupa memberikan pendampingan yang baik. Ada ribuan buku telah ditulis tentang bagaimana sesungguhnya sebuah proses belajar mengajar harus dikelola. Ada jutaan pengalaman di pikiran dan tindakan jutaan guru yang selalu dibagi kepada setiap siswa dalam proses belajar sehari-hari. Ada juga begitu banyak kesadaran yang mulai tumbuh untuk belajar dari halhal yang dianggap salah ketika kita mengajarkan sesuatu terhadap para siswa.

Pendek kata, cara belajar dan mengajar memang selalu menarik untuk dikaji dan dilihat karena belajar merupakan kesadaran alami yang dimiliki setiap insan yang diberi akal dan pikiran oleh Yang Maha Berpikir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Semoga masih banyak orangtua dan guru yang bersedia meluangkan waktu berharga mereka untuk mendampingi anak-anak mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar