Selasa, 22 Desember 2015

Antisipasi Kenaikan Lanjutan Suku Bunga The Fed

Antisipasi Kenaikan Lanjutan Suku Bunga The Fed

Firmanzah  ;  Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
                                                KORAN SINDO, 21 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Bank sentral Amerika (The Fed) akhirnya menaikkan suku bunga secara bertahap, dimulai dengan menaikkan sebesar 25 basis poin dari 0-0,25% menjadi 0,25- 0,50%. Kebijakan ini ditempuh The Fed setelah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar 15- 16 Desember 2015. Rapat FOMC ini memandang perbaikan pasar tenaga kerja dan ekspektasi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) saat ini menjadi momentum menaikkan suku bunga, meninggalkan zona suku bunga murah ke era kebijakan ketat.

KenaikansukubungaTheFedtahun 2015 sepertinya tidak terlalu mengkhawatirkan seperti dugaan banyak kalangan, khususnya risiko terjadinya capital-outflow secara besar-besaran. Namun, langkah The Fed untuk menaikkan suku bunga tidak hanya berhenti pada tahun ini saja. Direncanakan tahun 2016-2018, suku bunga The Fed akan dinaikkan kembali secara bertahap sampai pada level optimum.

Inilah yang perlu diantisipasi oleh Indonesia terkait dengan kebijakan moneter yang akan ditempuh oleh The Fed di 2016. Kenaikan suku bunga ini menandakanera easy money telah berakhir dan kebijakan ekonomi ketat mulai dilakukan. Kenaikan suku bunga The Fed secara bertahap akan dilakukan hingga mencapai level normal di kisaran 3,5% dengan kemungkinan sekenario 2016 (1,5%), 2017 (2,5%) dan 2018 (3,5%). Keputusan kenaikan suku bunga The Fed ini tentunya mengakhiri ketidakpastian di pasar, baik global mupun regional.
Tiap-tiap otoritas moneter dan fiskal di hampir semua kawasan mulai melakukan kalkukasi strategis dalam mengantisipasi dampak dari tahapan kenaikan ini. Kebijakan menaikkan suku bunga The Fed ini tentunya semakin memperluas gap dengan kebijakan bunga di zona Eropa yang tengah menempuh pelonggaran kebijakan.

Pada awal bulan ini bank sentral Eropa(ECB) kembali menurunkan suku bunga acuannya dari minus 0,2% menjadi minus 0,3% dan mempertahankan program stimulus pasar sebesar 60 miliar euro per bulan hingga 2017. Keputusan The Fed terhadap kebijakan suku bunga acuannya dalam jangka pendek setidaknya telah meredam spekulasi di pasar. Hal ini sekaligus memberikan ruang kepastian yang lebih bagi pengelolaan sistem keuangan global, regional dan domestik.

Namun langkah The Fed menaikkan suku bunga akan terus berlanjut di tahun 2016 dan hal ini perlu diantisipasi. Terlebih saat ini, kondisi ekonomi Eropa, Tiongkok, Jepang, dan Amerika Latin tidak terlalu menjanjikan. Sepertinya The Fed juga sangat hati-hati dalam memutuskan kenaikan suku bunga. Ini membuat kenaikan suku bunga pertama di tahun 2015 tidak menciptakan guncangan sangat besar di pasar keuangan dunia.

Hal itu pula yang tentunya diharapkan oleh banyak negara ketika The Fed akan melakukan kenaikan lanjutan di sepanjang 2016. Bagi Indonesia, kondisi ini perlu terus diikuti dengan penguatan fundamental ekonomi di tahun 2016. Penguatan fundamental dapat dilakukan melalui empat faktor berikut; pertama, kebijakan nilai tukar rupiah perlu mendapat perhatian besar bagi otoritas moneter mengingat sepanjang2015, nilai tukar mengalami tekanan yang cukup dalam (terdepresiasi sekitar 8-9% sepanjang Januari- November 2015).

Terdepresiasinya nilai tukar rupiah ini mendorong pembengkakan sejumlah pembiayaan yang menggunakan dolar AS di satu sisi sementara pendapatan yang diperoleh menggunakan mata uang rupiah. Begitu pula dengan sejumlah industri yang banyak menggunakan bahan baku impor. Ongkos produksi akan meningkat sementara permintaan relatif melemah akibat terkurasnya daya beli masyarakat.

Di sisi lain, depresiasi nilai tukar rupiah memberikan dampak positif bagi kegiatan ekspor. Selain mendorong ekspor, kebijakan yang mendatangkan devisa seperti sektor pariwisata perlu dioptimalkan. Selain itu, kebijakan menahan sisa hasil devisa ekspor untuk beberapa waktu tertentu dapat dilakukan untuk meredam tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Kedua, kenaikan suku bunga lanjutan The Fed tentunya mendorong pembalikan arus modal keluar mengingat sejumlah pembelian di pasar keuangan banyak didominasi oleh asing, misalnya di pasar saham, asing menguasai sekitar 60% kepemilikan, dan di pasar obligasi pemerintah di kisaran 40%. Eksposur kepemilikan asing di pasar keuangan ini tentunya sangat rentanterhadap pemulihan ekonomi Amerika Serikat. Ketika suku bunga The Fed naik, bisa diproyeksikan secara perlahan asing akan mulai mengalihkan modalnya kembali ke Amerika Serikat.

Kondisi ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga terjadidinegara- negara berkembang lainnya. Pelarian modal di pasar keuangan dapat diantisipasi melalui dorongan untuk memperluas kapasitas di sektor riil. Langkah yang perlu dilakukan untuk meredam dampak ini salah satunya denganmendorongiklim usaha yang business friendly termasuk upaya memangkas sejumlah regulasi perizinan usaha yang tidak ramah investasi.

Ketiga, imbas kenaikan The Fed juga berpotensi menekan fiskal negara-negara berkembang khususnya bagi negara yang memiliki defisit fiskal yang besar. Pemerintah Indonesia bebarapa waktu lalu menaikkan proyeksi defisit fiskal dari 2,7% menjadi 2,9%. Hal ini dilakukan mengingat ruang fiskal pada tahun 2015 semakin terbatas sehingga Kementerian Keuangan mengambil kebijakan menaikkan proyeksi defisit ke level 2,9%.

Dengan naiknya proyeksi defisit ini, pemerintah berharap ruang fiskal masih dapat mendorong sejumah agenda pembangunandi2015. Memang menjadi persoalan ketika target penerimaan pajak sebagai tulang punggungAPBNtidakterpenuhi. Tercatat hingga akhir November 2015, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp841 triliun atau 65% dari target APBNP 2015 sebesar Rp1.294,2 triliun.

Proyeksi realisasi penerimaan pajak hingga 31 desember 2015 diperkirakan hanya akan mampu menyentuh angka Rp950 triliiun atau 73% dari target APBNP 2015. Dengan realita ini tentunya pemerintah dapat mengalkulasi ulang proyeksi penerimaan pajak 2016 yang ditargetkan dalam APBN 2016 sebesar Rp1.360,1 triliun.

Sementara itu, saat ini dunia usaha Indonesia juga membutuhkan kebijakan perpajakan yang lebih ramah agar dunia usaha dan penciptaan lapangan kerja terus berkembang. Keempat, asumsi kehatihatian The Fed dalam memutuskan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) akan dilanjutkan pada 2016. Kita berharap bahwa kenaikan lanjutan suku bunga di Amerika Serikat tidak akan memberikan guncangan besar di pasar keuangan dunia seperti yang terjadi pekan lalu.

Mempertimbangkan akan hal ini, perlu stimulus untuk menaikkan daya saing industri dan pelaku usaha melalui penyesuaian suku bunga acuan BI. Tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia saat ini di level 7,5% dapat diturunkan ke level 6,0-7,0% di tahun 2016 untuk memberi ruang bagi ekspansi usaha-usaha dalam negeri (khususnya UMKM). Penurunan suku bunga acuan ini dapat menekan suku bunga kredit sehingga industri dalam negeri dapat tetap tumbuh.

Meskipun dengan angka suku bunga di kisaran 6%, suku bunga kredit Indonesia masih relatif tinggi di banding negara negara seperti Vietnam, Malaysia dan Singapura. Keempat hal ini menurut pandangan saya perlu menjadi perhatian pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla khususnya dalam menahan efek perlambatan ekonomi global. Keempat faktor ini berimbas langsung pada upaya penguatan daya beli masyarakat sekaligus mendorong penguatan ekonomi domestik, tentunya di samping sejumlah pembangunan infrastuktur yang sedang berjalan.

Kita berharap paket ekonomi yang telah berjalan (1-7) dan yang akan dikeluarkan dapat efektif di tingkat implementasi untuk semakin memperkuat fundamental ekonomi nasional di tengah ketidakpastian ekonomi global 2016. Koordinasi dan sinkronisasi antara otoritas fiskal-moneter dan sektor riil menjadi titik simpul yang penting untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar