Rabu, 30 Desember 2015

Dari Petral ke Freeport

Dari Petral ke Freeport

  Fahmy Radhi  ;  Dosen UGM; Mantan Anggota Tim Anti-Mafia Migas
                                                KORAN SINDO, 29 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Nama Muhammad Reza Chalid (MRC) kembali mencuat di balik terbongkarnya skandal persekongkolan perpanjangan kontrak karya (KK) Freeport, yang diduga melibatkan MRC, mantan ketua DPR, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia.

Setelah malang-melintang di bisnis minyak dan gas (migas), utamanya bisnis trading dengan Pertamina Energy Trading Limited (Petral), MRC rupanya mencoba keberuntungan bisnisnya dengan melakukan migrasi dari Petral ke Freeport. Debut bisnisnya diawali saat MRC menjalin usaha bisnis migas dengan beberapa kroni Orde Baru.

Kendati rezim Orde Baru telah runtuh, bisnis migas MRC tetap saja berkibar hingga kini, bahkan bisnisnya semakin melambung. Untuk melancarkan bisnis trading migas, MRC mendirikan perusahaan Global Energy Resource (GER) yang berkedudukan di Singapura. Sesuai hasil kajian Tim Anti-Mafia Migas, yang dikonfirmasi oleh hasil Audit Investigasi Petral, GER merupakan pihak ketiga diantara national oil company (NOC) yang menjadi pemasok utama impor BBM Indonesia melalui Petral.

Mafia Migas Petral

Pada 1969 Pertamina mendirikan Petral dengan tujuan untuk memasarkan minyak mentah dan produk minyak Indonesia ke pasar Amerika Serikat. Petra Group berkedudukan di Hong Kong, mempunyai anak perusahaan bernama Pertamina Energy Services Limited (PES), yang berkedudukan di Singapura. Pembentukan Petra Group tidak terlepas dari kepentingan elite penguasa Orde Baru untuk mendapatkan rente dari ekspor minyak.

Awalnya saham Petra Group dimiliki oleh Pertamina dan beberapa kroni Orde Baru. Seiring dengan runtuhnya kekuasaan Rezim Orde baru, Pertamina mengambil alih seluruh saham Petra Group. Saat Indonesia masih mengekspor minyak, kegiatan Petra Group hanya berperan sebagai ”agen penjualan” minyak. Setelah Indonesia menjadi net importer, kegiatan utama Petral adalah impor bahan bakar minyak (BBM).

Pertamina menunjuk Petral sebagai satu-satu perusahaan untuk melakukan pengadaan seluruh kebutuhan impor BBM. Pengadaan impor BBM inilah yang menjadi lumbung bagi mafia migas dalam pemburuan rente. Semakin tinggi volume impor BBM semakin tinggi pula rente yang diperoleh mafia migas. Tidak dibangunnya kilang minyak baru menyebabkan volume impor BBM semakin meningkat hingga kini 590.000 barel per hari.

Indikasi menunjukkan ada upaya mafia migas untuk mencegah pembangunan kilang minyak selama 20 tahun terakhir ini. Tujuannya agar impor BBM semakin meningkat sehingga menguntungkan mafia migas yang bermain di Petral. Sesungguhnya, bukan tidak ada investor yang akan melakukan investasi membangun kilang minyak di Indonesia, tetapi usulan beberapa investor selalu kandas saat diputuskan, baik di Kementerian Keuangan maupun di Menko Perekonomian.

Mirip dengan upaya pencegahan pembangunan kilang minyak, jejak permainan mafia migas di Petral juga sulit dikenali, bahkan hampir tidak meninggalkan jejak sama sekali. Meskipun nyaris tanpa jejak, permainan mafia migas di Petral memunculkan indikasi penyimpangan dengan ada anomali alias kejanggalan dalam proses tender di Petral. Direksi Petral selalu mengatakan bahwa tender pengadaan impor BBM dilakukan secara terbuka dan transparan secara online. Namun, data menunjukkan bahwa tender seringkali dimenangi oleh NOC yang tidak memiliki minyak di negaranya antara lain NOC Vietnam, Thailand, Italia, dan Maldives.

Indikasi penyimpangan lainnya dalam impor BBM adalah ada proses blending RON88 alias premium. Lantaran RON88 tidak lagi dijual di pasar internasional, pengadaan RON88 dilakukan dengan membeli RON92, lalu dilakukan blending di Malaysia dan Singapura dengan mark-up biaya blending. Penyimpangan itu menyebabkan harga impor BBM menjadi lebih mahal dari harga sebenarnya.

Impor premium dengan harga yang mahal itu dijual di dalam negeri dengan harga subsidi. Pemberian subsidi BBM menimbulkan disparitas antara harga BBM di dalam negeri dengan di luar negeri, yang kemudian dimanfaatkan oleh mafia migas untuk menyelundupkan BBM bersubsidi. Subsidi BBM ternyata tidak hanya dinikmati orang kaya pemilik mobil mewah, tetapi dinikmati juga oleh penyelundup BBM.

Pembubaran Petral

Lantaran sarat indikasi penyimpangan, Tim Anti-Mafia Migas merekomendasikan agar kewenangan Petral dalam melakukan impor BBM dialihkan dari Petral ke integrated supply chain (ISC), yang berkedudukan di Jakarta. Sejak dialihkan kewenangan impor BBM, Petral tidak ada lagi melakukan kegiatan operasional yang berarti sehingga mendorong Pertamina untuk membubarkannya. Sebelum pembubaran, Tim Anti-Mafia Migas juga merekomendasikan untuk dilakukan audit investigasi terhadap Petral. Tujuannya untuk memastikan ada permainan mafia migas di Petral yang merugikan negara.

Hasil audit investigasi ternyata mengonfirmasi temuan kajian Tim Anti-Mafia Migas yang menemukan bahwa beberapa NOC yang menang tender ternyata hanya digunakan sebagai bendera, pemasok BBM yang sebenarnya adalah GRE. Selama tiga tahun, GRE telah memasok BBM ke Petral senilai USD18 miliar atau setara Rp250 triliun. Akibatnya, negara harus membayar BBM dengan harga lebih mahal dari harga sebenarnya.

Pembubaran Petral menyebabkan MRC kehilangan lumbung rente sehingga mendorong MRC mengalihkan pemburuan rente dari Petral ke Freeport. Untuk itu, MRC ikut mengatur upaya persekongkolan perpanjangan KK Freeport yang mencuat baru-baru ini.  

Kali ini tampaknya lagi apes, MRC belum sempat menikmati rente dari Freeport, upaya persekongkolan perpanjangan KK Freeport sudah terbongkar. Sayangnya, sebelum sempat diperiksa oleh Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dan Kejaksaan Agung, MRC sudah keburu kabur ke luar negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar