Rabu, 30 Desember 2015

Dua Tantangan Ekonomi Indonesia di 2016

Dua Tantangan Ekonomi Indonesia di 2016

  Arfanda Siregar  ;  Dosen manajemen industri Politeknik Negeri Medan; Sedang menyelesaikan pendidikan Doktor Ilmu Manajemen USU Czech University in Prague
                                                    JAWA POS, 28 Desember 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

VARIABEL utama mendongkrak ekonomi nasional di tengah krisis ekonomi adalah optimisme. Kalau kita pesimistis, ragu-ragu, dan tidak percaya diri, bagaimana mungkin ekonomi nasional mencapai masa kejayaan.

Seluruh elemen bangsa, baik pemerintah, pelaku ekonomi, maupun rakyat Indonesia, harus optimistis karena tanda-tanda kebangkitan ekonomi nasional mulai tampak di depan mata. Bagaimanakah prospek ekonomi 2016?

Optimisme tersebut ditandai peningkatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga, yaitu mencapai 4,73 persen, yang diprediksi akan terus membaik sehingga keseluruhan tahun ini bisa tumbuh 4,8 persen. Rupiah juga kembali bergerak di bawah level Rp 14.000 per dolar AS setelah sebelumnya hampir liar mendekati Rp 15.000 per dolar AS.

Prediksi tersebut juga didukung beberapa fakta, misalnya kenaikan belanja modal pemerintah pada kuartal III dan IV yang mulai mengundang investor swasta membangun usaha di Indonesia. Begitu juga, kebijakan pengalihan subsidi BBM kepada pembangunan infrastruktur pada 2015 telah menyerap tenaga kerja yang akan memacu akselerasi pertumbuhan ekonomi 2016.

Demikian juga, kebijakan kenaikan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) secara perlahan akan mendongkrak kemampuan beli masyarakat. Apalagi, sebelumnya pemerintah pun menghapus pajak penjualan barang mewah (PPnBM) sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi nasional yang menurut Bank Indonesia bisa mencapai 5,0 persen hingga 5,4 persen.

Pertumbuhan kredit perbankan 2016 diramalkan menembus 12–13 persen, membaik dari tahun ini yang diperkirakan hanya 11 persen. Hal itu bisa membantu pertumbuhan ekonomi hingga 5,6 persen tahun depan, di atas target yang dipasang pemerintah dalam APBN sebesar 5,3 persen. Bahkan, pada 2017, pertumbuhan diperkirakan 6 persen dan menembus 6,5 persen pada 2019 dengan selesainya banyak proyek infrastruktur penting.

Yang tidak kalah menambah optimisme ekonomi 2016 adalah tren penurunan tingkat inflasi. Inflasi di pengujung 2015 menurun sekitar 4 persen, jauh di bawah 2014 yang 8,3 persen. Selain itu, capital inflow diproyeksikan mulai pulih semester II 2016 sehingga neraca pembayaran Indonesia (NPI) bakal kembali surplus.

Stimulus moneter yang dikeluarkan Bank Indonesia dan stimulus keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memungkinkan ekspansi kredit meski belum ada penurunan BI rate. Itu, misalnya, lewat penurunan giro wajib minimum (GWM) dan pelonggaran kebijakan loan-tovalue (LTV) kredit properti maupun kendaraan bermotor. OJK juga akan mempermudah dan mempermurah penerbitan obligasi.

Jika dibandingkan dengan negaranegara yang bergabung kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) maupun negaranegara di kawasan Asia Tenggara, kondisi perekonomian Indonesia relatif berada di tengah-tengah.

Penilaian itu didasarkan kepada sejumlah indikator ekonomi, misalnya pertumbuhan PDB, inflasi, tingkat pengangguran, tingkat suku bunga kredit, tingkat produksi industri, maupun posisi CAD. Indonesia lebih baik daripada Brasil untuk beberapa indikator, antara lain pertumbuhan, suku bunga, dan CAD. Namun, masih kalah oleh Tiongkok dan India untuk sejumlah indikator.

Beberapa kendala yang harus diperhatikan pemerintah dalam menjaga optimisme ekonomi 2016 adalah pencairan anggaran yang tersendat serta pelayanan pemerintahan yang efisien. Selain itu, dua persoalan utama ekonomi bangsa yang hingga sekarang belum tuntas harus segera diselesaikan.

Pertama, percepatan reformasi energi. Meskipun pemerintah telah mengurangi subsidi energi, persoalan ketergantungan energi nasional atas energi impor tetap akan menguras keuangan negara. Sistem transportasi yang mengelilingi Nusantara telah menghasilkan ketergantungan impor yang sangat tinggi terhadap kendaraan pribadi. Tahun ini Indonesia mengimpor BBM mencapai 300 juta barel.Cadangan devisa yang seharusnya dapat digunakan untuk membeli barang impor produktif tergerus oleh kebutuhan BBM impor yang sangat besar.

Untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah harus segera memperbaiki sistem transportasi masal dan pembenahan tata kota agar kebutuhan BBM masyarakat dapat mengecil. Model-model pembangunan sistem transportasi masal di negara maju dapat dipilih agar masyarakat dapat melepaskan ketergantungannya kepada kendaraan pribadi yang boros energi.

Kedua, mengurangi ketergantungan terhadap ekspor komoditas mentah. Diversifikasi ekspor harus segera dipercepat, keuntungan terbesar dari produk ekspor kita berada pada nilai tambah produk. Memang, beberapa kebijakan pemerintah telah mewajibkan beberapa produk, misalnya barang tambang dan mineral, tidak boleh lagi dijual mentah ke luar negeri atau harus diolah terlebih dahulu. Begitu juga, pabrikpabrik baru mulai didirikan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Namun, timbul masalah baru, yakni impor bahan baku meningkat.

Solusi cerdas mengatasi hal tersebut adalah membangun industri yang kompetitif untuk ekspor agar tingkat impor dapat dikurangi. Agar industrialisasi berhasil meningkatkan daya saing Indonesia, pembangunan industri harus berfokus kepda beberapa produk. Tidak perlu bercita-cita menguasai pasar nasional dan mancanegara dengan berbagai produk. Cukup sedikit saja menghasilkan produk, tetapi mampu menjadi ekspor andalan Indonesia.

Jika dua tantangan di atas berhasil diselesaikan pemerintah, perekonomian Indonesia pada 2016 akan bergerak positif. Usaha-usaha pemerintah memperbaiki ekonomi nasional melalui beberapa paket ekonomi sepanjang 2015 bakal menunjukkan hasil positif pada 2016. Ekonomi nasional pada 2016 penuh optimisme. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar