Senin, 29 Februari 2016

Blur

Blur

Arswendo Atmowiloto ;   Budayawan
                                            KORAN JAKARTA, 27 Februari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Kadang terasa, suatu kata itu menjelaskan dirinya sendiri, dan menemukan jalannya untuk menjadi popular. Blur contohnya. Kata itu mengandung makna kabur, remang-remang, bluret atau blurred, menjadikan kabur. Kabur pada seluruh atau sebagian. Istilah yang juga digunakan di dunia fotografi. Misalnya gambar menjadi tidak fokus ketika kamera bergerak, panning, atau membidik dekat, zoom. Bisa dilakukan secara sengaja, memblur bagian depan atau belakang suatu obyek, dengan tujuan mempertegas bagian yang lain.

Kini kata blur menjadi lebih popular lagi. Terutama karena kini banyak gambar atau foto yang diblur. Misalnya gambar atau foto yang dinilai terlalu sensual. Bagian yang seksi itulah yang disamarkan. Menjadi tidak jelas itu gambar apa. Dan karena blurnya asal menutupi, menjadi kontras dan karenanya menarik perhatian.

Makin diperbincangkan terus dan diucapkan karena saat ini banyak sekali tayangan di televisi yang diblur. Awalnya hanya terbatas hal yang betulbetul mengganggu—misalnya adegan yang memperlihatkan orang tengah merokok. Atau norma-norma kekerasan. Tapi kemudian ketika dikaitkan dengan masalah sensualitas men jadi berbeda. Karena kini bukan hanya pemilihan ratu kecantikan—yang bahkan pakai kebaya pun kena blur bagian belahan dada,melainkan juga adegan dalam jenis kartun. Tokoh kartun dalam adegan di laut—atau pantai, kena blur karena memakai celana renang misalnya. Sedemikian banyaknya blur ini sehingga saya bertanya-tanya apakah yang dipermasalahkan ini benar-benar terjadi, atau bahan meme, gambar lucu untuk mengolok-olok.

Misalnya saja adegan anak kecil belajar memerah sapi yang diblur. Apakah ini sungguh-sungguh terjadi? Kalau benar sungguh banyak pertanyaan yang bisa dimajukan. Kalau tidak betul-betul terjadi, berarti memasuki wilayah mentertawakan yang bisa menyakitkan. Seperti yang menurut saya benar-benar cara mengolok-olok diri sendiri, bahwa gambar pentil ban mobil diblur. Persis seperti gambar adanya taufan besar, dengan tulisan dan tanda blur. Pentil ban dan puting adalah nama jenis yang kurang lebih sama artinya. Dan karena nama itu dianggap vulgar, atau kasar, makanya perlu diblur.

Tak bisa dielakkan bahwa rajinnya menyensor dengan memblur ini terkait dengan maraknya menghindarkan promosi besar yang dilakukan komunitas LGBT. Komunitas atau kelompok yang terdiri dari kaum lesbi, pecinta sesama jenis kaum perempuan, gay, pencinta sesama jenis kaum lelaki, atau biseks, bisa berhubungan intim dengan sesama atau lawan jenis, atau trangender, mereka yang mengubah jenis kelaminnya, biasanya dari lelaki menjadi perempuan.

Pembahasan dan atau penolakan terhadap LGBT memang sedang meluap, dan itu sebenarnya ada benarnya, namun pendekatan atau cara-cara yang terlihat menyudutkan kelompok tertentu. Misalnya saja untuk menghindarkan pengaruh pada penonton televisi, maka dilaranglah tampilan “lelaki berpenampilan wanita”. Satu istilah ini sudah membuat ruwet rumusan yang pada akhirnya memerlukan banyak sekali penjelasan. Dan sedemikian penjelasan akan makin membuat tidak jelas, dan karenanya tidak operasional. Itulah sebabnya tampilan “lelaki seperti perempuan” bisa dari segi pakaian, cara berjalan, cara berkata, dan sebagainya. Yang menimbulkan pertanyaan lain : bagaimana nasib seni tradisional seperti ludruk, atau bahkan wayang orang misalnya? Apakah termasuk yang kena blur?

Dengan kata lain kita masuk ke dalam putaran pendekatan yang harus bisa dilakukan dengan lebih jernih dan lebih fasih. Dan ini berarti juga gaduh yang riuh yang sebenarnya mengingatkan agar tak bergeser terlalu jauh, menjadi konfrontatif.

Di tengah berbagai kemungkinan itu, masih juga kita dengar lelucon. Bahwa sebenarnya yang perlu kena blur bukan gambar atau foto yang merangsang, yang sadis saja, melainkan juga gambar mantan. Karena mantan juga termasuk menganggu.

Kita tertawa, tapi itu tak menyembunyikan perih. Juga luka dalam kok makin munikasi yang perlu ditata. Agar tidak makin blur di antara kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar