Selasa, 28 Juni 2016

Kesalahpahaman Memicu Konflik

Kesalahpahaman Memicu Konflik

René L Pattiradjawane ;   Wartawan Senior KOMPAS
                                                         KOMPAS, 28 Juni 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Untuk pertama kalinya dalam insiden pencurian ikan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia oleh kapal-kapal nelayan Tiongkok, 17 Juni lalu, Beijing menyebut soal hak dan kepentingan maritim di wilayah yang dianggapnya tumpang tindih. Insiden ini dimulai ketika 12 kapal nelayan RRT sedang menangkap ikan di "wilayah penangkapan ikan tradisional", berakhir dengan ditahannya kapal ikan Qiongdanzhou 19038 dan 7 awak kapal.

Belum jelas apakah kawasan yang disebut sebagai chuantong yuchang (wilayah penangkapan ikan tradisional), mengacu pada "Natuna punya RI dan perairan sekitarnya milik RRT" (Kompas, 27/6). Kita pun dihadapkan dengan adanya klaim tumpang tindih wilayah RI-RRT yang disebut haiyang quanyi zhuzhang chongdie haiyu (hak dan kepentingan maritim).

Pada buku peta Nanhai Yuchang Zuoye Tuji (Peta Kawasan Penangkapan Ikan Laut Selatan) Kementerian Pertanian RRT, terbitan Agustus 1994, halaman 8 paragraf ketiga terdapat penjelasan mengacu pada hak dan kepentingan maritim Tiongkok. Memang, tidak langsung menjawab masalah hak dan kepentingan maritim itu.

Pada paragraf ketiga dalam buku peta yang terdapat di kapal ikan Guibeiyu 27088 yang ditahan Mei lalu, dijelaskan Laut Tiongkok Selatan terdiri atas banyak pulau masuk sebagai chuantong de haijiang xian nei (bagian integral perbatasan laut tradisional). Di dalamnya terdapat 1.831 kumpulan pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 4.666,7 kilometer.

Pada bagian integral perbatasan laut tradisional ini pulau-pulau terpenting adalah Hainan, Kepulauan Dongsha (Paracel), Kepulauan Zhongsha (termasuk di dalamnya Beting Macclesfield dan Karang Scarborough), serta Kepulauan Xisha (Spratly). Wilayah paling selatan perbatasan laut tradisional ini adalah Ceng Mu Ansha (James Shoal, Malaysia menyebutnya sebagai Beting Serupai, lihat peta di Twitter @renepatti).

Pemahaman tentang perbatasan laut tradisional ini, mengacu pada 9 garis putus-putus (9 dash line atau 9DL) dan "wilayah penangkapan ikan tradisional" dengan cakupan batas landas kontinen, dimulai pada koordinat 0°-13° bujur timur, tempat salah satu garis 9DL berada dekat wilayah pesisir Vietnam. Kawasan ini memiliki luas 561.000 kilometer persegi.

Buku peta RRT memberikan pemahaman bahwa seluruh kawasan Laut Tiongkok Selatan, termasuk wilayah perairan Natuna, masuk dalam apa yang disebut sebagai hak maritim RRT. Adapun kepentingan maritim RRT mengacu pada keseluruhan laut di Asia Tenggara sampai ke Selat Malaka.

Tanpa rumusan jelas dari Beijing mengenai wilayah penangkapan ikan tradisional, hak maritim, kepentingan maritim, serta perbatasan laut tradisional, sulit bagi negara mana pun di Asia Tenggara mengakui eksistensi tersebut. Dampak yang bisa ditimbulkan adalah kesalahpahaman tentang batasan-batasan wilayah laut banyak negara, menyebabkan terjadinya insiden, memicu konflik terbuka yang disebabkan penangkapan ikan yang dituduh sebagai pencurian di wilayah ZEE.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar