Selasa, 17 Januari 2017

Trump dan Keunggulan RI

Trump dan Keunggulan RI
Bambang Soesatyo ;  Ketua Komisi III DPR RI
                                             SUARA MERDEKA, 17 Januari 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

JIKA tidak aral melintang, Trump akan dilantik pada 20 Januari 2017. Indonesia harus secara seksama mencermati serta mengantisipasi sejumlah dampak dari persoalan rumit yang dihadirkan Amerika Serikat (AS) pada aspek geopolitik dan perekonomian global.

Perilaku pemerintahan baru AS di bawah kepemimpinan bakal Presiden Donald Trump yang unpredictable diduga akan menghadirkan persoalan baru bagi banyak negara, termasuk Indonesia, sepanjang tahun 2017.

Pemerintah memang sudah mengidentifikasi sejumlah tantangan yang dihadapi Indonesia sepanjang tahun ini. Setelah memimpin rapat koordinasi terbatas tingkat menteri pada Selasa (3/1/), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto merinci beberapa tantangan itu.

Semua tantangan dan ancaman 2017 itu diidentifikasi oleh 12 kementerian di bidang politik, hukum, dan keamanan. Pemerintah menempatkan keberadaan sel-sel ISIS di Asia Tenggara sebagai ancaman global yang juga akan dihadapi Indonesia.

Tantangan dan ancaman lainnya adalah penyebaran paham atau ajaran radikalisme melalui internet, terorisme, dan tindakan intoleransi. Persoalan lain yang juga tidak luput dari perhatian pemerintah adalah maraknya kasus pembalakan liar, perdagangan manusia, dan peredaran narkoba.

Melengkapi catatan tentang potensi tantangan dan ancaman itu, Pemerintah RI mau tak mau perlu menyimak dengan seksama, serta mengantisipasi persoalan rumit yang dihadirkan pemerintahan baru AS di bawah kepemimpinan bakal Presiden Donald Trump. Selain itu, eskalasi memburuknya hubungan AS dengan Rusia juga perlu dicermati. Sebelum mengakhiri delapan tahun periode kepresidenannya, Barack Obama telah mengusir 35 diplomat Rusia yang bertugas di AS.

Inilah refleksi kemarahan AS terhadap Rusia yang dituduh mengintervensi Pilpres AS untuk memenangkan Trump. Bagi AS sendiri, persoalannya menjadi rumit karena Trump tidak sependapat dengan tuduhan itu. Dia bahkan cenderung membela Rusia. Padahal, tuduhan terhadap Rusia itu telah dirumuskan dengan suara bulat oleh komunitas intelijen AS.

Masalah ini menempatkan Trump berseberangan dengan komunitas intelijen negeri itu, termasuk para agen CIA. Dalam kesimpulan laporannya, CIA memastikan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin mengarahkan serangan siber untuk membantu Donald Trump memenangkan pilpres yang digelar 8 November lalu.

Tujuan Rusia adalah menjatuhkan kepercayaan warga AS terhadap proses demokrasi dan merusak citra Hillary Clinton (pesaing Trump dari Partai Demokrat AS). CIAsangat yakin dengan laporan setebal 25 halaman yang dirilis Jumat malam (6/1/2017) waktu AS itu.

Kontra-Terorisme

Apa saja dampak dari gaya kepemimpinan Trump yang sulit diprediksi itu bagi Indonesia memang belum bisa dikalkulasi saat ini. Semasa kampanye kepresidenannnya, Trump terlihat rasis karena mengedepankan isu-isu bernuansa SARA. Apakah dia akan berlaku ekstrem terhadap Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia? Bagi Trump, pilihannya hanya satu.

Dia harus kooperatif dengan Indonesia karena berbagai alasan. Dalam konteks hubungan kedua negara, Indonesia memiliki daya tawar yang lumayan. Sejak tragedi serangan 9/11 tahun 2001 (serangan teroris yang meruntuhkan gedung World Trade Center (WTC) di New York hingga kini, AS diketahui mengandalkan Indonesia dalam perang melawan terorisme.

Kemampuan Polri dan TNI dalam perang yang satu ini sudah diakui komunitas internasional. Trump yang begitu marah terhadap terorisme saat ini tentu saja harus memperhitungkan peran signifikan Indonesia. Pada waktunya nanti, para pembantunya harus memberitahu Trump tentang rencana ISIS membangun basisnya di Asia Tenggara.

Dan, di kawasan ini, hanya Indonesia yang memiliki kemampuan mumpuni untuk merespons manuver sel-sel ISIS di Asia Tenggara. Masih dalam konteks itu, maka rencana berkelanjutan Indonesia untuk memodernisasi sekaligus meningkatkan pertahanan nasional akan berjalan lebih mulus. Akses Indonesia untuk belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) menjadi lebih terbuka.

Seperti diketahui, Indonesia saat ini terus memodernisasi Alutsista melalui program minimum essential force (MEF) guna mewujudkan postur pertahanan nasional yang ideal. Kalau AS masih menutup pintu seperti di masa lalu, Indonesia akan belanja Alutsista dari Rusia. Kedekatan personal antara Trump dan Putin akan memuluskan langkah Indonesia meremajakan Alutsista.

AS pun tidak bisa melangkah sendiri ketika terlibat pada konflik di Laut China Selatan. AS butuh kekuatan penyeimbang. Kekuatan penyeimbang itu ada pada Indonesia yang mempertahankan kedaulutannya di Kepulauan dan Perairan Natuna.

Maka, dalam konteks perang melawan terorisme ataupun menjaga keseimbangan kekuatan di Laut China Selatan, Trump harus melihat Indonesia sebagai partner yang saling butuh. Trump akan dilantik di Washington pada 20 Januari 2017. Di AS sendiri, banyak orang tidak bahagia dengan tampilnya Trump.

Banyak perkiraan telah dibuat tentang peran AS di dunia selama era kepresidenan Trump nantinya. Para pemimpin pemerintahan di banyak negara pun sudah antisipatif. Indonesia pun hendaknya seksama mencermati perilaku kepemimpinan Trump. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar