Selasa, 21 Februari 2017

Pilkada Aman, Kepercayaan Diri Meningkat

Pilkada Aman, Kepercayaan Diri Meningkat
A Tony Prasetiantono  ;    Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM, Yogyakarta
                                                     KOMPAS, 20 Februari 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pemilihan kepala daerah serentak pekan lalu berlangsung aman. Meski didahului sedikit dinamika, pilkada di 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten terselenggara dengan sukses. Ada riak-riak kecil, tetapi tidak signifikan. Ini bisa mengangkat kepercayaan diri para pelaku ekonomi untuk segera mengakhiri masa tunggu (wait and see) sebelum melaksanakan aksi bisnisnya. Ini sangat penting bagi perekonomian 2017 yang masih dihinggapi ketidakpastian global.

Kita boleh dibilang lulus dari ujian karena pada hari-hari ini sentimen positif perekonomian global kian mengarah ke Amerika Serikat (AS). Data perekonomian AS terus membaik, terutama penyerapan tenaga kerja (nonfarm payroll) Januari 2017 yang mencapai 227.000 orang, jauh melebihi bulan-bulan sebelumnya. Akibatnya, dollar AS cenderung menguat terhadap semua mata uang dunia. Indeks harga saham di New York juga mencatat rekor baru 20.620. Donald Trump menjadi presiden ketiga terbaik sepanjang sejarah AS yang mampu menaikkan indeks harga saham dengan 3,8 persen sesudah John Kennedy (4,3 persen) dan Lyndon Johnson (6 persen).

Pidato Kepala Bank Sentral AS, The Fed, Janet Yellen juga meyakinkan pasar sehingga memantik terbangnya modal global ke New York. Yellen bilang, statistik ekonomi AS meyakinkan, seperti inflasi yang sudah mendekati target 2 persen sebagai cerminan antusiasme masyarakat untuk berbelanja. Para ekonom yakin, inflasi yang terlalu rendah tidak baik karena merepresentasikan hasrat berbelanja (propensity to consume) yang lemah. Konsumen cenderung menunggu atau menunda belanja di luar kebutuhan pokok. Penurunan gairah belanja berakibat buruk terhadap perekonomian karena menurunkan jumlah barang dan jasa yang terjual sehingga pertumbuhan ekonomi melambat.

Karena itu, misalnya di Jepang, rendahnya inflasi dan bahkan deflasi dihindari. Seperti halnya AS, Jepang juga berusaha mendorong inflasi. Di Jepang, inflasi yang aman sekitar 1 persen. Untuk mencapainya, Bank Sentral Jepang (BOJ) bahkan memberlakukan kebijakan suku bunga negatif untuk mendorong bank untuk menaikkan ekspansi kredit daripada menyimpan likuiditasnya di bank sentral. Inflasi AS Desember 2016 sudah mencapai 2,1 persen, tetapi inflasi 2016 secara keseluruhan hanya 1,3 persen. Di Jepang, inflasi hanya 0,2 persen meski sudah didorong suku bunga negatif.

Kondisi Indonesia

Di Indonesia, inflasi 2016 dapat ditekan menjadi 3,02 persen. Ini merupakan kombinasi lesunya daya beli (purchasing power), tidak adanya kebijakan pemerintah menaikkan tarif (administered prices), dan keberhasilan koordinasi tim pengendalian dan pemantauan inflasi daerah (TPID). Jadi, sebenarnya, rendahnya inflasi pada 2016 dapat diinterpretasikan ganda. Di satu pihak, inflasi rendah karena terbantu rendahnya harga komoditas yang menyebabkan pemerintah tidak perlu menaikkan harga energi. Di sisi lain, inflasi rendah bisa pula merupakan cerminan dari lemahnya daya beli. Ini bisa dibuktikan dengan rendahnya pertumbuhan kredit bank yang cuma 7,8 persen, jauh dari target 12 persen.

Pada Januari 2017, inflasi melesat ke 0,97 persen, terutama disebabkan oleh kenaikan bea pengurusan surat tanda nomor kendaraan bermotor dan listrik (oleh pemerintah), tarif pulsa telepon seluler, harga cabai rawit, dan harga bahan bakar minyak. Inflasi tahunan kini 3,49 persen. Dengan demikian, dapat diprediksi bahwa inflasi 2017 bakal lebih tinggi daripada 2016, mungkin akan berkisar 4,5 persen, tetapi bagi Indonesia, masih merupakan level yang aman dan dapat ditoleransi.

Tekanan eksternal dari data perekonomian AS menginspirasi The Fed untuk segera menaikkan suku bunga acuannya yang kini 0,75 persen. Ini mestinya berdampak negatif terhadap rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG). Namun, faktanya tidak demikian. Rupiah masih berada di level yang seusai dengan fundamentalnya pada Rp 13.336 per dollar AS, sedangkan IHSG berada pada 5.350. Keduanya baik-baik saja.

Kesimpulan sementara, faktor pilkada serentak yang bisa dibilang sukses memberi sentimen positif terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini secara instan terefleksikan pada variabel kurs rupiah dan IHSG yang tetap stabil. Adapun variabel lain yang sifatnya jangka menengah dan panjang, seperti investasi langsung (penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri), belum bisa kita deteksi pada saat ini.

Meski demikian, masih ada pekerjaan rumah. Pilkada DKI Jakarta yang menjadi barometer terbesar karena menyangkut ibu kota yang memiliki anggaran pemda Rp 70 triliun masih harus melalui babak kedua. Anggaran tersebut sangat besar, ekuivalen dengan biaya pembangunan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung; lebih dari dua kali lipat biaya transportasi massal cepat (MRT) di Jakarta; tujuh kali lipat bandar udara baru Yogyakarta di Kulon Progo; dan 10 kali lipat biaya Terminal 3 Bandar Udara Soekarno-Hatta.

Adalah tanggung jawab kita bersama untuk membuat proses pilkada berjalan dengan baik, lancar, dan aman. Bukan soal siapa kelak pemenangnya, melainkan bagaimana proses itu berjalan. Para pelaku ekonomi masih akan ada yang menambah waktu tunggunya sebelum melaksanakan rencana bisnisnya. Para pelaku ekonomi dan bisnis pada dasarnya membutuhkan kepastian dan kestabilan sosial politik. Kita pun wajib untuk memenuhinya agar tidak kehilangan momentum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar