Selasa, 11 April 2017

Mungkinkah BUMN Profesional?

Mungkinkah BUMN Profesional?
A Prasetyantoko  ;   Ekonom di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
                                                        KOMPAS, 10 April 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pertanyaan di atas terasa klise. Deflasi makin terasa, dengan masih maraknya korupsi di tubuh BUMN. Belum juga pudar pemberitaan dugaan suap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar, senilai Rp 20 miliar atas pembelian mesin pesawat Airbus A330 dari Rolls-Royce Plc, kini muncul berita penangkapan Dirut PT PAL Indonesia (Persero). Kasus bermula dari pemesanan dua kapal perang oleh Pemerintah Filipina yang melibatkan perusahaan perantara asal Amerika Serikat, Ashanti Sales Inc, dengan janji akan memberikan fee sebesar Rp 14 miliar.

Persoalan tersebut mengentak kita, terkait dua hal. Pertama, BUMN memegang fungsi strategis dalam melaksanakan garis kebijakan pemerintah di berbagai sektor, mulai dari infrastruktur, keuangan, energi, hingga pangan. Kedua, upaya membangun BUMN yang profesional, seperti Temasek Holdings di Singapura atau Khazanah di Malaysia, makin jauh panggang dari api.

Perilaku koruptif sering bersumber dari status penugasan dalam pelaksanaan program strategis pemerintah. Korupsi sudah dirancang sejak penyusunan anggaran (APBN) sampai bermuara pada penentuan proyek hingga pemilihan mitra pelaksana.

Risiko yang dipertaruhkan terlalu tinggi mengingat aset BUMN begitu besar. Hingga 2016, total aset 118 BUMN di 13 sektor mencapai Rp 6.325 triliun, atau lebih dari tiga kali lipat APBN 2017 dan separuh dari produk domestik bruto Indonesia 2016. Pada 2017, target penerimaan Rp 2.100 triliun dengan keuntungan Rp 197 triliun. Ada 10 perusahaan penyumbang 85 persen laba seluruh BUMN. Perusahaan BUMN penyumbang laba itu antara lain adalah Pertamina yang menghasilkan laba sekitar Rp 40 triliun, Bank BRI Rp 25 triliun, Telkom Rp 19 triliun, Bank Mandiri sekitar Rp 17 triliun, Bank BNI Rp 11 triliun, PLN Rp 10 triliun, Semen Indonesia Rp 4 triliun, dan Bank BTN Rp 2 triliun.

Dari seluruh BUMN, ada 20 perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia. Sebagai pembanding, Temasek membawahkan 15 perusahaan utama dengan total pendapatan pada 2014 sebesar 61 miliar dollar AS dan Khazanah dengan 24 perusahaan utama yang pendapatannya 2,26 miliar dollar AS. Sementara 20 BUMN yang go public jika dikumpulkan memiliki total pendapatan sekitar 39 miliar dollar AS. Jika ditangani secara profesional, BUMN kita tak kalah dari Temasek dan Khazanah.

Berbagai kajian telah dilakukan untuk mendorong profesionalisme BUMN. Salah satunya melalui pembentukan super holding company yang membawahkan beberapa kluster (holding). Kementerian BUMN tahun ini menargetkan pembentukan enam perusahaan induk atau holding, yaitu di bidang tambang, migas, perbankan dan jasa keuangan, perumahan, konstruksi dan jalan tol, serta pangan.

Ketika didirikan pada 2001, Kementerian BUMN yang semula Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Negara di bawah Kementerian Keuangan, salah satu visinya mendorong profesionalisme BUMN. Pertama, perlu dirumuskan landasan hukum atas status aset BUMN sebagai kekayaan negara yang dipisahkan dan dikelola secara profesional. Kedua, diperjelas rancangan super holding company (SHC) serta kelompok holding-nya, termasuk relasi antara CEO SHC, Menteri BUMN, dan parlemen. CEO SHC harus independen dari parlemen dan berbagai intervensi politik.

Dari sisi strategi operasional, SHC harus berperan sebagai perusahaan investasi yang mampu menjalankan strategi portofolio, baik dari sisi peluang maupun risiko (hedging). Misalnya saja, salah satu ancaman paling besar perbankan adalah kemunculan teknologi finansial. Bagaimana empat bank (Mandiri, BRI, BNI, dan BTN) bersama Telkom mampu merumuskan strategi bersama membangun blockchain yang bisa dimanfaatkan semua BUMN. Dengan demikian, BUMN tidak hanya profesional, tetapi juga menjadi pemain terdepan dalam berbagai kemajuan, khususnya di era digital ini.

Dikotomi unit pelaksana program kerja strategis pemerintah dan profesionalisme bukan bertolak belakang. Sebaliknya, profesionalisme merupakan prasyarat penting agar mampu menjalankan fungsi strategis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar