Minggu, 21 Mei 2017

Peran Kebangsaan Dokter

Peran Kebangsaan Dokter
FX Wikan Indrarto  ;   Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta
                                                    KORAN SINDO, 20 Mei 2017



                                                           
Tanggal 20 Mei tidak hanya diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional, tetapi juga sebagai Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI).
Mulai 2008 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) secara rutin menyelenggarakan HBDI, agar para dokter zaman seka - rang meneladani para dokter seniornya dalam berbakti un tuk negeri. Apa yang harus di laku - kan oleh para dokter? Dokter seharusnya tidak hanya mengobati (agent of treatment), tetapi juga menjadi agen perubahan (agent of change) dan agen pembangunan (agent of development).

Kebangkitan nasional tidak terlepas dari peran besar dokter sebagai agen perubahan dan pembangunan, yaitudrWahidinSoediro hoesodo, dr Soetomo, dan teman-teman dokter dalam pembentukan Boedi Oetomo pada 1908. Profesi dokter zaman se - karang sangat dipengaruhi oleh program besar Jaminan Ke - seha tan Nasional (JKN) yang diterapkan mulai 1 Januari 2014. Perubahan drastis dalam sistem pembiayaan pasien pada era JKN ini diduga telah menye - babkan perubahan besar pada alur pikir dan tindakan medik oleh dokter, bahkan pen dapatan finansial sebagian besar dokter.

Selain itu, pembatasan kebebasan profesi dokter sebagai agent of treatment dalam peng - ambilan keputusan medik pada pelayanan pasien diduga telah menimbulkan penolakan da - lam diam bagi banyak dokter, atas sistem JKN yang dirasakan belum adil. Para dokter se harus - nya mewujudkan baktinya un - tuk negeri dengan tidak sekadar mengkritik, tetapi juga me - nyumbangkan pemikiran, niat baik, dan kompetensinya, demi terwujudnya sistem JKN di Indonesia yang lebih baik. Selain itu, saat ini Indonesia sedang mengalami masalah besar, dalam kehidupan ber - bangsa dan bernegara.

Ancam - an terbesar adalah potensi kon - flik karena kepentingan dua kelompok besar dalam Pilkada 2017, yang menyebabkan polar - isasi hebat dan kita ham pir ter - belah. Keberagam an, kemaje - muk an, dan kebinekaan kita se - bagai sebuah bangsa besar justru terlihat berpotensi se - bagai awal perpecahan. Pada - hal, dalam semangat dan sem - boyan Bhinneka Tunggal Ika, sebenarnya kita justru ber - potensi menjadi negara maju seperti sudah semakin jelas ter - lihat dalam program Nawacita dan hasil kerja Presiden Joko Widodo, meskipun dalam ke be - ragaman.

Para dokter Indonesia tentu saja wajib mendukung kebinekaan kita sebagai sebuah bangsa, sebagaimana telah di - teladankan oleh dr Wahidin Soedirohoesodo. Dokter yang lahir pada 7 Januari 1852 di Mlati, Sleman, yang waktu itu menjadi wilayah Kesultanan Ngayogyakarta Hadi ningrat sangat senang ber - gaul dengan rakyat biasa se hing - ga mengetahui benar apa arti penderitaan rakyat. Dia juga sangat menyadari bagai mana terbelakang dan tertindasnya rakyat Hindia Belanda akibat kekejaman sistem penjajahan Belanda. Menurutnya, salah satu cara untuk membebaskan diri dari penjajahan, rakyat harus lah cerdas.

Untuk itu, rakyat harus diberi kesempatan mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah resmi. Dua hal pokok yang menjadi perjuang - an dr Wahidin, dan seharusnya juga dilakukan para dokter za - man sekarang, ialah mem per - luas pendidikan dan pengajaran serta memupuk kesadaran ke - bangsaan. Gagasan tersebut dike mu - ka kannya kepada para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) di Jakarta, yaitu sekolah untuk pendidikan dokter pribumi pada zaman kolonial Hindia Belanda.

Gagasan besar ter - sebut khususnya tentang per lu - nya mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan pen - didikan dan meninggikan mar - tabat bangsa. Gagasan ini ter - nyata disambut baik oleh para pelajar STOVIA tersebut. Pada akhir tahun 1907 dr Wahidin ber temu Sutomo, seorang pelajar dari STOVIA di Jakarta. Berdasar pertemuan itu Sutomo menceritakan kepada teman-temannya di STOVIA maksud dan tujuan dr Wahidin. Akhirnya pada 20 Mei 1908 lahirlah Budi Utomo. Para dokter Indonesia zaman sekarang memang tidak harus sampai membentuk sebuah organisasi seperti Boedi Outomo, tetapi rasanya lebih pas dalam menyebarluaskan se - mangat dan paham kebangsaan di seluruh Indonesia.

Langkah besar tersebut telah dilakukan dr Wahidin waktu itu dengan berkeliling ke kota-kota besar di Pulau Jawa, mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat, dan kalangan priayi Jawa antara tahun 1906-1907. Pengajaran tentang keberagaman, kema - jemuk an, dan kebinekaan kita sebagai sebuah bangsa dalam semangat dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, seharus - nya juga dilakukan oleh dokter.

Dalam bahasa Latin “Duco, ducere, duxi, ductus’ yang me - rupakan asal kata dokter berarti memimpin atau memper timbang kan, maka wajar saja kalau dokter memiliki kewajiban me - mimpin warga bangsa. Selain itu, dokter wajib mengajak mempertimbangkan hal yang terbaik tentang keberagaman, kemajemukan dan kebinekaan kita. Tentu demi terwujudnya Indonesia seperti yang di - rumus kan dan dicita-citakan oleh segenap pendiri bangsa.

Hal ini dapat dimulai dengan ikut serta secara aktif meredam perpecahan paham dan muncul nya pendapat yang sangat keras di sekitar kehidupan para dokter, baik di lingkup keluarga maupun komunitas pekerjaan. Para dokter dapat juga memanfaatkan luasnya pergaulan, mahirnya iptek, dan besarnya pengaruh atau kewibawaan profesi. Selain itu, menggalang kebersamaan dengan berbagai pihak yang memiliki keprihatinan serupa, agar potensi perpecahan dapat diredam.

Momentum 20 Mei 2017 seharusnya memunculkan para dokter dengan peran lain, yaitu peran perubahan dan pembangunan kebangsaan, sebagaimana telah dilakukan oleh dr Wahidin dalam pembentukan Boedi Oetomo dahulu. Apa kah sanggup?


( Mohon maaf, proses editnya belum diselesaikan )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar