Sabtu, 30 Mei 2015

Fenomena Beras Sintetis

Fenomena Beras Sintetis

Toto Subandriyo ; Alumnus Bioindustri Pangan
Jurusan Teknologi Industri Pertanian IPB
SUARA MERDEKA, 29 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
MASYARAKAT kembali dibuat heboh dengan terbongkarnya peredaran beras sintetis terbuat dari plastik di Kota Bekasi Jabar. Bersamaan dengan itu juga terbongkar pabrik susu yang terkontaminasi bahan pembersih lantai di Klaten. Makin bertambah panjang jumlah tindakan tak terpuji yang terbongkar menyangkut produksi dan peredaran pangan di masyarakat.

Fenomena puncak gunung es dari karut-marut keamanan pangan secara perlahan menyembul ke permukaan. Pertengahan Februari lalu masyarakat dibuat heboh oleh berita terbongkarnya pembuatan bakso daging celeng (babi hutan) oleh pasangan suami istri di sebuah pabrik rumahan di Bandung.

Disusul berita terungkapnya praktik industri kikil berformalin di Tasikmalaya Jabar dan di Jakarta Barat. Polisi juga membongkar praktik pembuatan es batu beracun di Cakung, Jakarta Timur. Masyarakat juga dibuat gempar dengan berita terbongkarnya pabrik pembuatan nata de coco yang dalam proses produksinya dicampur dengan pupuk ZAdi Sleman, DIY. Tidak berselang lama kemudian mencuat berita terbongkarnya produksi jajanan anak yang menggunakan bahan baku kedaluwarsa di Sidoarjo, Jatim. Disusul terbongkarnya produksi kue brownies dan cokelat yang dicampur ganja di Tangerang, Banten. Brownies dan cokelat itu dipasarkan secara daring hingga merambah mal dan kampus di Jakarta. Masih banyak lagi praktik tidak terpuji menyangkut produksi dan peredaran pangan.

Termasuk penjualan jajanan anak yang menggunakan bahan tambahan pangan (BTP) berbahaya bagi kesehatan. Berdasar laporan WHO (2010), secara global terdapat 22 macam penyakit enterik akibat bawaan makanan yang telah menyebabkan kematian 351 ribu jiwa. Lebih dari 40 persen penderita penyakit enterik tersebut adalah anak-anak usia balita. Agen penyakit enterik penyebab kematian utamanya adalah Salmonella typhi, enteropathogenic E coli, dan Norovirus. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menegaskan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan tercemar. Pangan tercemar meliputi (1) mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; (2) mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal; (3) mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan; (4) mengandung bahan kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai; (5) diproduksi dengan cara yang dilarang; dan/atau (6) sudah kedaluwarsa.

Penegakan Hukum 

Sesuai ketentuan, pangan yang diedarkan di masyarakat merupakan pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Tidak mengandung residu obat-obatan dan BTP terlarang, berasal dari sumber yang sehat dan tidak mengalami pencemaran kuman, diperoleh dari hewan ternak sembelihan tertentu tidak tercampur dengan bagian hewan lain, serta pangan yang sesuai syariat Islam, tidak haram, serta bukan daging dari hewan mati sebelum disembelih. Setidaknya terdapat dua penyebab mengapa makanan berbahaya dan beracun marak beredar.

Pertama karena rendahnya kesadaran masyarakat. Kedua; pengawasan masih lemah. Kesadaran masyarakat terhadap keamanan pangan terkait erat dengan daya beli. Tingginya harga kebutuhan pokok telah memicu beredarnya makanan yang tidak memenuhi kaidah ASUH yang dijual murah. Penggunaan BTP terlarang sangat membahayakan kesehatan manusia. Mengonsumsi makanan yang menggunakan BTP terlarang secara akut seperti bahan pengawet formalin dan boraks, pewarna sintetis rodamin B dan methanyl yellow sangat membahayakan kesehatan organ tubuh kita. 

Mau tidak mau, suka tidak suka, pemerintah harus bergerak cepat dan tegas menyikapi peredaran beras sintetis dan makanan berbahaya lainnya. Gerak cepat dan tegas pemerintah antara lain ditujukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada konsumen. Juga untuk melindungi produsen makanan yang benar-benar jujur melakukan usaha agar tidak gulung tikar karena gencarnya pemberitaan media. Produk pangan yang membahayakan kesehatan harus secepatnya ditarik dari peredaran untuk dimusnahkan. Langkah penegakan hukum yang tegas menjadi kata kunci. Lemahnya penegakan hukum membuat kasus-kasus seperti beredarnya beras sintetis (plastik) yang membahayakan konsumen ini akan selalu terulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar